Uang Logam Tidak Dipakai di Anambas, Kabupaten Perbatasan Negara Tetangga

Uang logam jarang ditemukan di Kabupaten Kepulauan Anambas. Uang menggantikan uang logam, pedagang biasanya menggantikannya dengan permen.

Editor: Thom Limahekin
tribunnews batam/istimewa
Ilustrasi uang koin dan kertas. 

TRIBUNBATAM.id, ANAMBAS - ‎Peredaran uang logam minim ditemukan di Kabupaten Anambas, Provinsi Kepri.

Uang logam senilai Rp 100,00, Rp 200, 00 dan Rp 500,00 jarang kelihatan bereda di kabupaten kepulauan yang menjadi beranda Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

 
Para pedagang baik di sejumlah kedai makan maupun di kios jarang menjual harga dengan pecahan logam, semisal Rp 1.500.
 
Harga barang yang dijual cenderung dibulatkan menjadi Rp 2 ribu atau Rp 15 ribu. 
 
‎Untuk menyiasati uang pecahan logam yang minim itu, penggunaan permen sebagai pengganti uang kembalian masih ditemukan.
 
Penggunaan permen ini biasa digunakan sebagai pengganti uang Rp 1.000,00. 
 
Uang koin yang dibayarkan pasangan Eko Margono dan Ernawati saat membeli sebuah motor Kawasaki Ninja 250 Fi di sebuah diler di Madiun. Jumlah uang logam diketahui mencapai Rp 42 juta.
Uang koin yang dibayarkan pasangan Eko Margono dan Ernawati saat membeli sebuah motor Kawasaki Ninja 250 Fi di sebuah diler di Madiun. Jumlah uang logam diketahui mencapai Rp 42 juta. (REPRO KOMPAS.com/Instagram kawasaki.life)
"Kelihatannya memang sepele.
Tetapi sebagai konsumen sebenarnya dirugikan," ujar seorang warga Tarempa, Yuni kepada TRIBUNBATAM.id, Selasa (6/8/2019)‎ siang.
 
Penggantian uang kembalian dengan permen bisa dipidana maksimal satu tahun.
 
Bahkan denda hingga Rp 200 juta.
 
Konsumen sebenarnya dapat menolak penggantian uang kembalian dengan permen ini

Kondisi tersebut sebenarnya sudah berlangsung sejak 2014 lalu.

Beberapa masyarakat, bahkan sejumlah pedagang diketahui enggan melakukan transaksi dalam berdagang menggunakan uang logam.

Hal ini setidaknya pernah dialami Rohimah, seorang warga Tarempa.

Suatu ketika Rohimah hendak membeli barang di sebuah toko yang ada di ibu kota kabupaten ini.

Saat membayar dengan menggunakan uang logam, pedagangnya malah enggan menerima uang tersebut dengan beberapa alasan.

"Kalau uang logam Rp 500,00 dia masih mau.

Nah, kalau uang logam Rp 200,00 ini mereka enggan.

Alasannya, untuk kembalian lagi kadang sejumlah pembeli tidak mau terima.

Malah pembeli cenderung memilih untuk menggunakan permen," ujar Rohimah, Jumat (24/10/2014) siang.

KISAH Perjuangan Remaja Blasteran Indonesia-Prancis Demi Lolos Taruna Akmil, Kuasai 4 Bahasa Asing

Ramalan Zodiak Cinta Hari Ini Selasa 6 Agustus 2019 Scorpio Api Asmara, Leo Hadapi Pertengkaran

Sepak Terjang Abu Lahab, Begal Licin Tersadis, Mampu Lolos dari Kepungan & Bawa Kabur Mobil Polisi

Kristina Gultom, Siswi SMK Dibunuh, Pelaku Buang Celana Dalam Tidak Jauh dari Jasad

 

Rohimah cukup terkejut dengan fenomena yang terjadi ini.

Menurut Rohimah, perlu ada pemahaman bagi masyarakat termasuk upaya dari sejumlah pihak agar hal ini tidak terus terulang.

"Mungkin bagi sebagian orang, ini hal sepele.

Tetapi, buat ibu rumah tangga seperti kami, ini cukup berpengaruh juga.

Apalagi harga kebutuhan pokok masyarakat lebih tinggi dibandingkan di daerah lain di Provinsi Kepri.

Mungkin ini yang perlu ditindaklanjuti oleh sejumlah pihak," harap Kondisi Rohimah. (TRIBUNBATAM.id/Septyan Mulia Rohman)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved