FAKTA-FAKTA Anggota TNI Pratu DAT Jual Amunisi ke KKB, Sempat DPO Lalu Ditangkap di Acara Duka
Fakta-fakta, Anggota TNI Pratu DAT Jual Amunisi ke KKB, Sempat DPO Lalu Ditangkap di Acara Duka
Dengan begitu, Sarwo Edhie Wibowo berhasil menerapkan strategi non tempurnya sehingga tak terjadi pertumpahan darah lebih banyak
Tentang Sarwo Edhie Wibowo
Sarwo Edhie Wibowo merupakan sosok yang melegenda di TNI khususnya Kopassus
Dilihat dari biodatanya yang tertulis di Wikipedia, Sarwo Edhie Wibowo dulunya merupakan seorang danjen Kopassus
Sarwo Edhie Wibowo lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 25 Juli 1925 dan meninggal di Jakarta, 9 November 1989 pada umur 64 tahun

Sarwo Edhie Wibowo adalah ayah dari Kristiani Herrawati, ibu negara Republik Indonesia, yang merupakan istri dari Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.
Ia juga ayah dari mantan KSAD Pramono Edhie Wibowo.
Ia memiliki peran yang sangat besar dalam penumpasan Pemberontakan Gerakan 30 September dalam posisinya sebagai panglima RPKAD (atau disebut Kopassus pada saat ini).
Selain itu ia pernah menjabat juga sebagai Ketua BP-7 Pusat, Duta besar Indonesia untuk Korea Selatan serta menjadi Gubernur AKABRI.
Karier Sarwo Edhie di ABRI meliputi:
- Komandan Batalion di Divisi Diponegoro (1945-1951)
- Komandan Resimen Divisi Diponegoro (1951-1953)
- Wakil Komandan Resimen di Akademi Militer Nasional (1959-1961)
- Kepala Staf Resimen Pasukan Komando (RPKAD) (1962-1964)
- Komandan RPKAD (1964-1967).
Sarwo Edhie Wibobo juga berperan penting saat penumpasan aksi G30S/PKI
Gerakan 30 September atau G30S/PKI terjadi saat Sarwo Edhie Wibowo menjadi Komandan RPKAD
Pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, enam jenderal, termasuk Ahmad Yani diculik dari rumah mereka dan dibawa ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.

Hari itu dimulai seperti biasanya bagi Sarwo Edhie dan pasukan RPKAD yang sedang menghabiskan pagi mereka di markas RPKAD di Cijantung, Jakarta.
Kemudian Kolonel Herman Sarens Sudiro tiba. Sudiro mengumumkan bahwa ia membawa pesan dari markas Kostrad dan menginformasikan kepada Sarwo Edhie tentang situasi di Jakarta.
Sarwo Edhie juga diberitahu oleh Sudiro bahwa Mayor Jenderal Soeharto yang menjabat sebagai Panglima Kostrad diasumsikan akan menjadi pimpinan Angkatan Darat.
Setelah memberikan banyak pemikirannya, Sarwo Edhie mengirim Sudiro kembali dengan pesan bahwa ia akan berpihak dengan Soeharto.
Setelah Sudiro pergi, Sarwo Edhie dikunjungi oleh Brigjen Sabur, Komandan Cakrabirawa. S
abur meminta Sarwo Edhie untuk bergabung dengan Gerakan G30S/PKI.
Sarwo Edhie mengatakan kepada Sabur dengan datar bahwa ia akan memihak Soeharto.
Pada pukul 11:00 siang hari itu, Sarwo Edhie tiba di markas Kostrad dan menerima perintah untuk merebut kembali gedung RRI dan telekomunikasi pada pukul 06:00 petang.

Ketika pukul 06:00 petang tiba, Sarwo Edhie memerintahkan pasukannya untuk merebut kembali bangunan yang ditunjuk.
Hal ini dicapai tanpa banyak perlawanan, karena pasukan itu mundur ke Halim dan bangunan diambil alih pada pukul 06:30 petang.
Dengan situasi di Jakarta yang aman, mata Soeharto ternyata tertuju ke Pangkalan Udara Halim.
Pangkalan Udara adalah tempat para Jenderal yang diculik dan dibawa ke basis Angkatan Udara yang telah mendapat dukungan dari gerakan G30S.
Soeharto kemudian memerintahkan Sarwo Edhie untuk merebut kembali Pangkalan Udara. (***)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul FAKTA Anggota TNI Pratu DAT Jual Amunisi ke OPM, Ditangkap Saat Sedang Datang ke Acara Kedukaan