Gelombang PHK di Batam Berlanjut, Kadis Tenaga Kerja Tak Khawatir, Mengapa?
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Kota Batam, diyakini sebagai salah satu efek regional, yang masih akan terasa.
Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam Edy Putra Irawady, sebelumnya, mengungkapkan, gelombang PHK itu terjadi, akibat kebijakan induk usaha di luar negeri, yang merampingkan skala bisnis, dan mencari lokasi investasi dimana upah buruhnya lebih murah daripada di Batam.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batam, pertumbuhan industri manufaktur di Batam pada 2013 masih berada di angka 7,07%.
Angka itu negatif di tahun 2017 melorot menjadi tinggal 1,76%.
Angka serupa juga relatif sama dengan yang dialami di Singapura dan Malaysia, dua negeri tetangga Batam.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Batam mayoritas berasal dari industri pengolahan berkontribusi signifikan terhadap dengan sumbangsih sekitar 55%.
Optimisme lainnya, datang dari sisi perdagangan.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batam mengungkapkan nilai ekspor Kota Batam Januari-Juni 2019 terbesar melalui Pelabuhan Batu Ampar sebesar US$1,52 miliar,
disusul Pelabuhan Sekupang US$ 844,61 juta, Pelabuhan Belakang Padang US$522,77 juta, dan Pelabuhan Kabil/Panau US$522,77 juta.
Kontribusi keempat pelabuhan terhadap kumulatif ekspor Januari-Juni 2019 di wilayah tersebut sebesar 99,80%.
Menteri Perdagangan Airlangga Hartarto, di Jakarta, pekan lalu, menyebut redupnya geliat industri di Batam.
Faktor utama yakni daya saing pengusaha yang turun, dan kebijakan soal logistik.
“Ini karena efek global, dan berubahnya perilaku konsumen di era digital. Namun di laur itu, sendi-sendi bisnis di Kota Batam, tetap bisa menaikkan angka pertumbuhan ekonomi," ujarnya.(*)