Pengalaman Relawan Singapura Ikut Padamkan Api di Lahan Gambut: Kita Seperti Tak Melakukan Apa-apa

Tetapi setelah kami mematikan air, sebidang tanah masih terbakar seolah-olah kami tidak melakukan apa pun untuk memadamkan api

Today Online
Benjamin Tay dari PM Haze Singapura, ikut merasakan bagaimana sulitnya memadamkan api di lahan gambut di Riau 

TRIBUNBATAM.ID, SINGAPURA - Upaya untuk menghentikan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia tak hanya menjadi perhatian pemerintah Indonesia dan masyarakat di sekitar lokasi karhutla.

Saat ini, negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura juga mulai terlibat aktif, baik pemerintahnya maupun masyarakat yang peduli pada lingkungan.

Salah satunya People’s Movement to Stop Haze (PM Haze) Singapura.

Sejumlah aktivis dari PM Haze turun langsung ke Riau, berjibaku menghadapi api yang merambat lahan gambut.

Bentrok Anggota TNI dengan Massa Mahasiswa Eksodus Papua di Jayapura, 1 Prajurit TNI Gugur

Penipuan Dengan Modus E-Banking, Korban Alami Kerugian Hingga Rp 50 Juta

Pemerintah Pusat Wacanakan Hapus IMB, Amsakar : Kita Tunggu Kebijakannya

Selain kepedulian, mereka juga mendapat banyak pelajaran berharga di lokasi karhutla.

Benjamin Tay, misalnya, pergi Sungai Tohor, sebuah desa di Riau, Indonesia, untuk melibatkan diri dalam pemadaman karhutla bersama masyarakat setempat.

Seperti dilansir TribunBatam.id dari Today Online, Tay selaku direktur eksekutif PM Hazw, tiba di di desa terdekat pada Jumat 20/9/2019) malam.

Bersama dengan kelompok restorasi lahan gambut Indonesia Ekonomi Kreatif Andalan (EKA), Tay melakukan perjalanan sekitar 20km -- sekitar satu jam dengan sepeda motor-- ke desa Tanjung Sari pada hari berikutnya. 

Tay dan kelompoknya membawa masker N95, makanan, dan air untuk petugas pemadam kebakaran yang ditempatkan di tepi hutan yang terbakar.

Pria berusia 37 tahun ini bahkan ikut merasakan bagaimana beratnya pekerjaan memadamkan api yang sudah dilakoni petugas, tentara, polisi dan masyarakat selama hampir dua bulan terakhir.

Tay membantu memadamkan api yang mengamuk di lahan seluas 20 meter persegi dari lebih dari 10ha lahan hutan gambut yang terbakar.

Tay memegang selang dan menerima instruksi dari petugas pemadam kebakaran yang memiliki berbagai teknik untuk membantu memadamkan api.

Salah satu teknik semacam itu mengharuskan mereka menggunakan sepatu untuk melonggarkan tanah, kemudian air disuntikkan ke dalam tanah.

Dalam metode lain, Tay diperintahkan mengarahkan selang ke pohon agar air tersebar untuk mensimulasikan efek hujan.

Tay hanya berada di lokasi selama tiga hari, lebih cepat dua hari dari jadwal, karena ia harus menjemput 2.000 masker untuk dibawa kembali ke Riau.

Rencananya, Tay akan kembali lagi ke Sungai Tohor Rabu lusa.

Berbicara kepada Today, Tay, mengatakan, ini adalah pertama kalinya dia berhadapan langsung dengan kebakaran lahan gambut.

Organisasi nirlaba-nya, PM Haze, berfokus pada penjangkauan, penelitian dan advokasi tentang krisis kabut lintasbatas.

Mereka sering berkolaborasi dengan EKA di Indonesia untuk upaya advokasi dan penjangkauan komunitas mereka.

Meskipun dia telah mendengar kisah lisan dan membaca berita tentang kebakaran gambut sebelumnya, dia mengakui masih tidak siap untuk apa yang dia alami dalam beberapa hari terakhir.

“Berada di sana benar-benar memberi Anda pengalaman penuh tentang betapa sulitnya memadamkan api gambut. Ketika kami berada di sana, kami menyiram tanah setidaknya selama 45 menit dengan air. Tetapi setelah kami mematikan air, sebidang tanah masih terbakar seolah-olah kami tidak melakukan apa pun untuk memadamkan api,” ceritanya.

Tidak seperti kebakaran hutan non-gambut, kata Tay, kebakaran lahan gambut bergerak di bawah tanah sehingga sangat sulit untuk memadamkan api sepenuhnya.

Itulah sebabnya rehabilitasi lahan gambut sangat penting dalam mencegah kebakaran di masa depan, tambahnya.

Rehabilitasi lahan gambut mengembalikan lahan gambut yang terdegradasi dengan dua cara: Dengan membasahi kembali lahan gambut untuk mencegah tanah terbakar dan mengurangi risiko kebakaran dan dengan menanam kembali.

Menggambarkan pengalaman tersebut sebagai "momen yang kuat", Tay mengatakan bahwa hal itu secara langsung memberinya keyakinan yang lebih besar bahwa advokasi dan pekerjaan rehabilitasi lahan gambut sangatlah penting.

Organisasi dan frelawan seperti PM Haze "sangat penting" dalam membantu mencegah kebakaran hutan di masa depan.

"Begitu kebakaran terjadi, selain dari 'perang' dengan api, tidak banyak yang bisa kita lakukan," kata Tay.

"Yang paling penting bagi orang untuk dibawa pulang adalah bahwa kita tidak bisa membiarkan kebakaran terjadi sejak awal," kata Tay sembari menambahkan bahwa mencegah kabut asap adalah tanggung jawab semua orang

Walaupun tidak realistis mengharapkan warga Singapura pergi ke Indonesia untuk membantu memadamkan api, Tay mengatakan bahwa ada tindakan yang dapat mereka lakukan di sini.

Dia mendorong warga Singapura untuk menggunakan produk berkelanjutan. Salah satunya, membeli produk --seperti minyak goreng-- yang disertifikasi oleh Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

Selain itu, konsumen juga dapat mendukung restoran yang menggunakan produk-produk yang bersumber dari proses produksi yang memperhatikan lingkungan.

Saat ini, situs web PM Haze mencantumkan setidaknya sembilan restoran di Singapura yang menggunakan minyak sawit berkelanjutan.

Untuk restoran lain, Tay menyarankan agar konsumen bertanya, apakah mereka menggunakan produk yang bersertifikat RSPO sebelum menggurui mereka.

“Kabut asap mungkin berasal dari Indonesia tetapi sebagai konsumen kita dapat berperan dan menyerukan praktik yang lebih berkelanjutan. Kita harus mengambil sikap tanggung jawab bersama terhadap masalah kabut asap,” katanya.

Karena itu, Tay mengakui bahwa solusi untuk tantangan kabut asap tidak begitu mudah.

Dia mencatat bahwa sementara pemerintah Indonesia telah memperkenalkan strategi rehabilitasi, termasuk moratorium penanaman baru di lahan gambut sejak 2015, penegakan hukum adalah "salah satu tantangan utama" untuk memastikan bahwa kebijakan ini dijalankan.

“Ahli lingkungan mengatakan untuk berhenti tumbuh di lahan gambut, tetapi ekonom mengatakan itu tidak mungkin karena pertanian komersial penting untuk mata pencaharian masyarakat. Apa yang akan dilakukan orang dengan mata pencaharian mereka?” Katanya.

Namun Tay tetap optimistis bahwa PM Haze dapat terus meningkatkan upaya restorasi lahan gambutnya ke wilayah yang lebih besar dan kabupaten lain dan membuat perbedaan yang signifikan dalam penanganannya.

"Upaya seperti ini, ketika kita pergi ke lahan dan memberikan bantuan, mereka tahu bahwa ternyata warga Singapura yang peduli. Kita perlu ke sana  dan membuat perbedaan," tambahnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved