Terungkap! Pengimpor Puluhan Kontainer Sampah Plastik ke Batam dan Indonesia Dua WN Singapura

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan HidupRasio Ridho Sani tidak menyebutkan nama lengkap warga negara Singapura itu

TRIBUNBATAM.ID/DIPA NUSANTARA
Bea Cukai Batam memulangkan peti kemas (kontainer) berisi sampah plastik ke negara asalnya, Senin (29/7/2019) sore. 

TRIBUNBATAM.ID, JAKARTA - Pemerintah mengumumkan bahwa dua warga Singapura terlibat dalam impor 87 kontainer limbah plastik tanpa izin.

Kedua warga Singapura itu adalah direktur dan komisaris PT Advance Recycle Technology, sebuah perusahaan daur ulang yang berbasis di Provinsi Banten, kata seorang pejabat KLH, Kamis (3/10/2019).

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan HidupRasio Ridho Sani tidak menyebutkan nama lengkap warga negara Singapura itu, tetapi hanya menyebutkan inisial mereka.

Pengumuman ini merupakan tindak lanjut dari upaya negara itu untuk menindak pengiriman sampah plastik impor dari berbagai negara, demikian dilaporkan Reuters.

Gempa Magnitudo 5.6 Guncang Papua, BMKG Ingatkan Waspada Gempa Susulan

Singapura Mulai Bangun Tuas Megaport, Akan Jadi Pelabuhan Peti Kemas Canggih Terbesar di Dunia

Soerya Respationo Akan Mendaftar Pilgub 2020 Saat Batas Akhir Waktu, Siapa Pasangannya?

Indonesia telah memperketat inspeksi pabean dan mengirim kembali kontainer sampah plastik di tengah peningkatan pengiriman dari negara-negara Barat setelah China melarang impor tahun lalu.

Keduanya dituduh bertanggung jawab mengimpor 87 kontainer sampah plastik dari Hong Kong, Spanyol, Kanada, Australia dan Jepang antara Mei dan Juni tahun ini secara ilegal.

Kasus impor limbah atau sampah plastik impor ini terbesar ditemukan di pelabuhan Batuampar Batam dengan jumlah 46 kontainer.

Beberapa limbah ditemukan terkontaminasi dengan barang-barang berbahaya seperti papan sirkuit cetak, remote control bekas dan baterai bekas, katanya.

PT Advance Recycle Technology menolak berkomentar ketika dihubungi melalui telepon. Para tersangka atau pengacara mereka tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar.

"Kita harus melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan kita. Kita tidak ingin negara kita menjadi tempat pembuangan sampah negara lain. Kita harus melindungi kedaulatan kita," kata Sani.

Kasus ini adalah yang pertama sejak Indonesia mengeluarkan undang-undang tahun 2009 tentang melindungi dan mengelola lingkungan, katanya.

Sejumlah negara Asia Tenggara sudah berjuang untuk menangani limbahnya sendiri, yang sering kali dibuang ke sungai atau dibuang sembarangan.

Indonesia adalah kontributor polutan plastik terbesar kedua di lautan setelah China, sebuah studi tahun 2015 di jurnal Science menunjukkan.

Seseorang yang dinyatakan bersalah mengimpor bahan berbahaya dan beracun secara ilegal dapat menghadapi hukuman 15 tahun penjara dan denda hingga 15 miliar rupiah (US $ 1,06 juta), kata Sani.

Pembatasan mengimpor skrap plastik telah ditolak dengan tegas oleh beberapa negara seperti Indonesia, Malaysia dan Filipina.

Kelompok industri pengolahan plastik mengeluh pada bulan Agustus bahwa peningkatan inspeksi mengakibatkan penurunan ekspor produk plastik daur ulang.

Sampah impor juga menjadi mata pencaharian bagi ribuan orang.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved