Bukan Aidit, 2 Sosok Misterius Inilah Pentolan PKI Sesungguhnya, 1 Orang Mayatnya Pernah Diawetkan

Namun rupanya, DN Aidit hanyalah anak bawang dalam PKI. Terlebih, ketika bertemu dengan dua pentolan yang sesungguhnya.

Sosok.id
Bukan DN Aidit, Inilah 2 Pentolan PKI yang Sesungguhnya, Sempat Bertemu Pimpinan Komunis di Moskow 

Tentang sosoknya, DN Aidit disebut sebagai orang yang gemar mengaji dan bahkan tamat atau khatam Al Quran berkali-kali.

DN Aidit dalam Kongres Nasional V Partai Komunis Indonesia.
DN Aidit dalam Kongres Nasional V Partai Komunis Indonesia. (HISTORIA.ID)

Berikut lengkapnya dilansir dari Tribun Wiki dalam artikel 'TERUNGKAP DN Aidit Tokoh G30S Ternyata Suka Baca Al Quran & Sering Khatam: Kesaksian Prof Salim Said'.

Fakta terkait sosok DN Aidit tersebut disampaikan oleh Prof Salim Said dalam bukunya yang berjudul Gestapu 65: PKI.

 

Terdapat satu bab yang dituliskan oleh Prof Salim Said membahas tentang keseharian DN Aidit yang gemar membaca Al Quran.

Prof Salim Said sendiri merupakan sosok jurnalis senior yang sudah bekerja sejak tahun 1960-an.

Namanya dikenal luas di kalangan jurnalis, militer, pengamat militer, hingga akademisi.

DN Aidit dan Nyoto, dua tokoh PKI.
DN Aidit dan Nyoto, dua tokoh PKI. (LIFE MAGAZINE)

Tak hanya itu, Prof Salim Said juga merupakan saksi mata sejumlah peristiwa dalam sejarah Indonesia setelah peristiwa G30S.

Di dalam buku Gestapu 65: PKI, Aidit, Sukarno, dan Soeharto, Prof Salim Said menuangkan pengalamannya saat mend

ampingi Kolonel Sarwo Edhie Wibowo dalam operasi pemberantasan sisa-sisa G30S.

Ketika itu, Salim Said sudah melek politik karena seorang aktivis mahasiswa Universitas Indonesia (UI) di samping menyambi sebagai wartawan.

Menilik latar belakang penulisnya, buku ini bersifat semiautobiografi yang dituturkan dengan gaya tutur reportase naratif.

DN Aidit (kiri) bertemu tokoh Komunis China, Mao Zedong.
DN Aidit (kiri) bertemu tokoh Komunis China, Mao Zedong. (HISTORIA.ID)

Dalam pengantarnya, Salim mengatakan bahwa buku itu diterbitkan bertepatan dengan peringatan 50 tahun Gestapu (Gerakan 30 September 1965) dan percobaan kaum komunis menguasai Indonesia.

Melalui buku itu, Salim juga ingin mengenang korban-korban yang tewas, terpenjara, atau terbuang akibat aksi kaum komunis.

Singkat kata, buku terebut dipersembahkan Salim kepada publik untuk memperingati kegagalan PKI.

“Mestinya kan mereka baca dulu. Atas dasar baca itu baru mereka bertindak. Bahwa ini ada kekeliruan karena mereka tidak baca,” kata Salim Said dikutip dari Historia.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved