Fase Satu Perundingan AS dan China yang Substansial Disepakati, Tarif Impor Ditunda, Dunia Lega
Negosiasi tingkat tinggi yang berlangsung ketat karena berbagai isu "berat" bagi delegasi China, akhirnya mendinginkan perang dagang AS vs China
Setelah menaikkan tarif impor satu sama lain selama perang perdagangan yang dimulai pada Juli tahun lalu, AS menghentikan rencana mengenakan bea tambahan 5 persen pada barang-barang asal Tiongkok senilai US $ 250 miliar pada 15 Oktober.
Meskipun demikian, Lighthizer mengatakan, tidak ada keputusan tentang bea masuk baru 15 persen pada barang-barang China senilai US $ 160 miliar Desember nanti. Sebagian besar barang itu adalah produk konsumen.
Mnuchin mengatakan bahwa penyelesaian kesepakatan fase satu, termasuk ketentuannya tentang mata uang, akan menjadi langkah ke arah yang benar setelah Departemen Keuangan, Agustus lalu, menuduh China manipulator mata uang.
Kesepakatan ini juga menjadi harapan dunia karena perang dagang AS vs China membuat gejolak ekonomi global dan hampir seluruh dunia terkena imbasnya.
Analis mengatakan, pemerintahan Trump yang sebelumnya bersikap keras selama berbulan-bulan, tampaknya tertekan karena protes dari petani dan produsen produk pertanian AS juga meningkat.
Penyelidikan impeachment oleh kongres yang mengancam kursinya karena menggunakan bantuan asing untuk kepentingan politik, setelah pembicaraannya dengan Presiden Ukraina terungkap juga menambah tekanan pada pemerintahannya.
Presiden Trump menghadapi impeachment dan masa depan politik yang tidak pasti, termasuk di partainya sendiri yang sudah mengalami penurunan popularitas sejak Pemilu pertengahan periode, dua tahun lalu.
Dalam Pemilu itu, suara Demokrat naik --termasuk di basis Republik California-- sehingga kini memiliki wakil mayoritas di DPR.
"Trump melakukan hal yang bijaksana dan cerdas dengan menegosiasikan gencatan senjata dalam perang dagangnya dengan China," kata Harry Kazianis, direktur senior di think tank Center yang berbasis di Washington.
Pada saat ini, Trump membutuhkan perdamaian ekonomi dengan Beijing dan pasar keuangan yang stabil untuk menenangkan guncangan dalam negeri.
Apalagi, mayoritas pemilihnya adalah kalangan petani yang dimainkan oleh China sebagai kartu untuk menekan Trump.
Meski demikian, ekonomi Tiongkok juga tertekan cukup berat dari perang dagang tersebut karena pasar utama manufaktur serta produk teknologinya mengalami hantaman yang cukup keras dari Washington.
Thomas Prusa, profesor ekonomi di Rutgers University dan rekan riset dengan Biro Riset Ekonomi Nasional juga mendukung kesepakataqn itu untuk mengakhiri ketidakpastian global.
"Perang dagang tidak mudah untuk dimenangkan dan justru akan membuat banyak negara terpapar hawa panas," dilansir South China Morning Post.
Prusa mengatakan perusahaan telah mengalami sejumlah rasa sakit untuk akses yang lebih besar ke pasar China sedang mencoba kesabaran mereka.