MOTOGP
Jadwal Live MotoGP Jepang, Minggu, Selain Kalahkan Marquez, Fabio Quartararo Punya Dendam di Motegi
MotoGP Jepang di Sirkuit Motegi akan dilangsungkan pada pukul 12.00 WIB dan akan disiarkan langsung oleh Trans7 dan Fox Sport Asia, pukul 12.00 WIB
Begitu juga pebalap Pramac Ducati asal Australia, Jack Miller, juga tidak konsisten sehingga akan sulit naik kelas ke tim pabrikan.
Rokie mereka yang juga juara Moto2 2018, Francesco Bagnaia juga tak mampu menjinakkan Desmosedici sehingga masih tercecer di papan tengah klasemen.
"Kami belum melakukan pembicaraan dengan Fabio Quartararo atau rider lain karena kami puas atas kinerja Andrea dan Danilo," kata Paolo Ciabatti seperti dilansir Motorsport-Total.
"Akan tetapi, Ducati akan selalu melihat 'pasar' dan selalu memperhatikan pembalap mana yang mungkin akan menarik untuk masa depan kami," ucap Ciabatti lagi.
Selain Fabio Quartararo, Marc Marquez (Repsol Honda) dan Maverick Vinales (Monster Energy Yamaha) adalah pebalap yang diincar pabrikan Italia tersebut.
Sebagai tim kaya, Ducati memang terkenal royal, mau membayar mahal pebalap yang diincarnya.
Setidaknya ada tiga pebalap papan atas yang sudah pernah dibajaknya, yakni Casey Stoner (2007-2010), Valentino Rossi (2011-2012) dan Jorge Lorenzo (2017-2018).
Andrea Dovizioso pun direkrut Ducati tahun 2013 karena performanya yang meyakinkan selama bersama Honda (2008-2011) dengan posisi terakhir peringkat 3 dunia serta Yamaha (2012) di peringkat 4.
Tentu saja jika Ducati ingin merekrut Quartararo tidak mungkin tahun depan karena kontraknya bersama Petronas Yamaha SRT akan habis pada akhir 2020.
Relakah Valentino Rossi?
Hanya saja, jika bukan karena alasan uang, hampir mustahil bagi Ducati untuk bisa membajak Quartararo karena Yamaha tentu tak akan rela melepasnya.
Tim satelit saat ini tidak seperti dua tahun sebelumnya yang hanya menjadi "penggembira" bagi pebalap pabrikan agar balapan terlihat ramai.
Baru pada MotoGP 2018 ini tim-tim satelit diberi motor terbaik dan mendapat akses yang luas untuk database.
Saat Yamaha mencari pengganti Tech3 yang hengkang karena tak puas dengan Yamaha, Petronas membari syarat, pebalap mereka diberikan motor yang sama dengan pebalap utama serta mendapatkan akses data.
Alhasil, Franco Morbidelli menggunakan M1 yang sama dengan spek Vinales dan Rossi sementara Quartararo menggunakan M1 2018 karena rokie.
Karena itu, melihat perkembangan Quartararo yang fantastis, Petronas dan Yamaha tentu akan mensupport apa saja yang dibutuhkan pebalap muda itu tahun depan.
Selain itu, pengganjal lain bagi Ducati adalah Valentino Rossi.
Meskipun Rossi adalah orang Italia, namun ia pernah membuat keputusan yang salah di masa lalu, yang berdampak besar pada karirnya saat ini.

Valentino Rossi sudah sulit menambah daftar juaranya yang sepertinya akan terhenti pada sembilan gelar juara dunia.
Sejak MotoGP Jerez tahun 2017, The Doctor belum sekalipun meraih juara hingga saat ini dan tahun ini baru dua kali naik podium, yakni di MotoGP Argentina dan MotoGP Amerika, keduanya peringkat kedua.
Meskipun pengembangan Yamaha saat ini sudah semakin membaik, namun dari empat pebalap mereka, Rossi paling sulit tampil konsisten.
Ia hanya meraih podium di seri kedua dan ketiga di MotoGP 2019 dan setelahnya tak pernah menyemburkan sampanye di panggung.
Untuk kembali ke reputasi puncak akan sangat sulit karena usianya kini sudah menuju ke 41 tahun sementara Marc Marquez yang hingga saat ini masih sulit dihentikan, usianya baru 26 tahun.
Dalam wawancara dengan Gazetta, Rossi berterus terang bahwa ia pernah membuat kesalahan besar dalam karirnya, pindah ke Ducati, dan itu berdampak pada prestasinya saat ini.
"Saya minta maaf karena dalam karir saya, saya sempat membuang pasangan (Yamaha), tetapi itulah yang membuat saya kehilangan posisi," katanya.
Rossi hengkang ke Ducati tahun 2011-2012 saat sedang mesra dengan Yamaha.
Bergabung dengan pabrikan Iwata tahun 2004 dari Honda, Rossi langsung meraih juara pertama selama dua tahun berturut-turut dan kemudian juara dunia lagi tahun 2008 dan 2009.
Rossi mengawali seri grand prix utama bersama Honda selama empat tahun (tahun 2000 ketika masih kelas 5000cc) dan di awal seri MotoGP (2001-2003).
Penampilan pertamanya meraih juara dua dan setelah itu memenangkan tiga juara dunia berturut-turut bersama Honda.
Pindah ke Ducati tahun 2012 adalah keputusan yang buruk dan sekaligus mengakhiri dominasinya di MotoGP.
Alih-alih mengikuti Casey Stoner yang langsung juara di Ducati tahun 2007 setelah hengkang dari Honda, Rossi ternyata tak mampu mengendalikan Desmosedici yang "liar".
Ducati bertenaga besar dibanding motor-motor lain, namun bobotnya lebih berat sehingga sulit dikendalikan di tikungan.
Rossi bahkan tidak mendapat gelar selama bersama Desmosedici dan kembali lagi ke Yamaha musim 2014.
Di tahun pertamanya bersama Ducati, Rossi hanya meraih dua podium kedua di MotoGP Prancis dan Misano serta berada di peringkat 6 klasemen.
Sedangkan di musium MotoGP 2013, posisinya naik ke empat besar, namun podium sudah diborong oleh Marc Marquez, menjadi rokie pertama yang menjadi juara dunia.
Kembali lagi ke Yamaha sudah terlambat. Ia harus mulai dari awal lagi, menyesuaikan diri dengan motor.
Masalahnya, pengembangan motor yang menjadi ciri utama dunia balap menjadi terabaikan sementara Honda justru makin garang melayani Marquez yang juga makin agresif.
Tidak hanya Rossi, Jorge Lorenzo juga melakukan kesalahan yang sama, pindah ke Ducati musim 2017-2018 di saat ia sedang mesra dengan Yamaha.
Padahal, Yamaha yang ditungganginya sejak tahun 2008 memberinya tiga gelar juara dunia tahun 2010, 2012 dan 2015.
Tentu saja pengalaman buruk Rossi ini akan menjadi advise yang besar bagi Quartararo mengingat karirnya masih panjang.
Pindah tim di dunia balap tidak semudah pindah klub di sepakbola.
Setiap pabrik punya karakteristik yang berbeda, aerodinamika yang berbeda, mesin yang berbeda dan juga penanganan yang berbeda.
Bahkan, setiap sirkuit juga punya karakter yang berbeda sehingga setingan kendaraan dan cara gaya balap juga harus berbeda, salah satunya, bagaimana memilih dan mengelola ban.
Kasus Yamaha di MotoGP Aragon, misalnya, tidak mampu bersaing di barisan depan karena salah memilih ban belakang sehingga para pebalap mereka disalip di lima putaran terakhir akibat mengalami keausan ban.
Dalam dunia balap motor, seperseribu detik menjadi data yang penting bagi setiap tim.
Karena itu, Manajer Petronas Yamaha SRT, Wilco Zeelenberg memberikan gambaran soal masa depan karier Fabio Quartararo.
Zeelenberg selaku manajer Petronas Yamaha SRT mengaku tak bisa berbuat banyak mengenai keputusan yang akan dibuat oleh Quartararo terkait masa depannya.
"Saya rasa dia cukup senang dengan kami, untuk saat ini kami tidak bisa melakukan apa pun selain menunggu keputusannya," kata Wilco Zeelenberg kepada PaddockGP.
Bahkan Zeelenberg justru menyarankan pembalap berusia 20 tahun tersebut untuk hijrah ke Ducati jika dia ingin berorientasi dengan uang semata.
"Jika hanya menginginkan uang, dia bisa bergabung bersama Ducati, mungkin mereka akan menawarkan kontrak dengan nilai tinggi yang bertuliskan kami menginginkanmu," ucapnya.
Eks pelatih balap dari Jorge Lorenzo dan Maverick Vinales tersebut tak ingin melihat Fabio Quartararo kembali mengalami kesulitan persis seperti saat masih di kelas Moto2 dan Moto3.
Saat di Moto2 Quartararo tak begitu bersinar lantaran kerap kali berganti tim dan sebelum naik kelas ke MotoGP, ia hanya berada di peringkat 10 pada musim Moto2 2018.
Pernyataan Zeelenberg ada benarnya. Empat tahun terjun ke balap profesional sejak Moto3 dan Moto2), Quartararo terjun di empat tim yang berbeda.
Tahun 2015 bersama Estrella Galicia 0,0 menggunakan mesin Honda (peringkat 10). Tahun berikutnya pindah ke Leopard yang menggunakan mesin KTM Leopard Racing dan prestasinya menurun ke posisi 13.
Di Moto2 2017, El Diablo pindah tim lagi ke Pons HP40 yang bermesin Kalex dan meraih peringkat 13 klasemen. Kemudian pindah lagi tahun 2018 ke tim Speed Up dengan mesin yang sama dan hanya berhasil menduduki peringkat 10.
Sebagai pebalap yang berguru pada Valentino Rossi tentunya Quartararo bisa belajar dari pengalaman Rossi yang justru kehilangan peluang setelah mengganti tim.
Begitu juga sebagai pebalap yang justru mengidolakan Marquez, ia juga bisa belajar bahwa Marquez bisa melaju secepat ini karena sejak di Moto2, ia tak mau ke lain hati, tetap setia bersama Repsol meskipun di Moto2, ia menggunakan motor Suter.
Hal itulah yang membuat Marquez dan timnya sangat tahu apa yang harus mereka lakukan di setiap balapan, setiap tikungan, karena mereka memiliki track record yang panjang.