SEPAKBOLA KEPRI
Pemerhati Sepakbola Batam, Reynold Febri: Kita Butuh 'Orang Gila'
Pemerhati sepakbola Batam, Reynold Febri berharap stadion di Kota Batam mendapat perhatian lagi agar bisa difungsikan untuk berbagai kegiatan olahraga
Pemerhati Sepakbola Batam, Reynold Febri: Kita Butuh 'Orang Gila'
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Kondisi stadion sepak bola di Kota Batam sebenarnya sudah keluhan lama publik sepak bola, terutama stadion yang dibangun oleh pemerintah.
Meskipun sebenarnya jika diperbaiki bisa difungsikan secara profesional, namun pada kenyataannya jauh dari harapan.
Kini, setelah BP Batam dipimpin langsung oleh Wali Kota Batam, harapan untuk mendayagunakan stadion itu, terutama Temenggung Abdul Djamal dan Sei Harapan, mulai muncul lagi.
Selama ini stadion terabaikan karena bangunan itu dibangun oleh BP Batam dan menjadi aset dari lembaga yang dulunya bernama Otorita Batam ini.
Sementara, BP Batam sendiri tidak punya klub karena PS Batam berada di bawah binaan Pemko Batam dan PSSI Batam.
Kalaupun ada PS BP Batam, umurnya baru beberapa bulan saja dan belum bisa disebut sebagai klub profesional.
• Gubernur Kepri Isdianto Tutup Final Turnamen Sepakbola Dusun III Berjong 2019
Seorang pemerhati sepak bola Kota Batam, Reynold Febri, berharap stadion di Kota Batam mendapat perhatian lagi agar bisa difungsikan untuk berbagai kegiatan pembinaan sepak bola.
Cairnya dua lembaga di bawah Wali Kota HM Rudi, diharapkan Reynold bisa menjadi angin segar pembinaan sepak bola yang lebih terukur dan rutin.
"Sebut saja Stadion Sungai Harapan, Temenggung Abdul Djamal, dan mungkin yang paling baru di Batu Besar (dibangun Pemko Batam). Masa kalah dari punya swasta milik Citramas dan McDermott," katanya saat dihubungi.
Mantan pemain Galatama yang hingga saat ini masih aktif bermain sepak bola dengan rekan-rekan seangkatannya yang bertemu di Batam ini mengaku sangat sedih jika stadion-stadion itu hanya dibiarkan begitu saja.
Apalagi, beberapa kompetisi sepak bola lokal maupun nasional kerap diselenggarakan di stadion milik swasta.
"Seharusnya Temenggung Abdul Djamal itu bisa sebagai tempat penyelenggaraan kompetisi. Toh, akhirnya PSSI menentukan Stadion Gelora Citramas sebagai tempat penyelenggaraan acara. Itu karena pertimbangan fasilitas yang memadai, rumputnya juga bagus seperti aturan PSSI,” sambungnya.
Kondisi inilah yang membuat Temenggung Abdul Djamal harus dibenahi dan tidak hanya sekadar lapangan yang ada tempat duduk dan punya rumput saja. Semuanya harus memiliki standar yang jelas. “Stadion itu harganya puluhan miliar, masa dibiarkan begitu saja.”
Reynold dan komunitasnya yang sebagian memiliki SSB beberapa kali pernah mengundang tamu untuk pertandingan persahabatan di Batam.
Mereka selama ini meminjam lapangan McDermott karena hanya itulah lapangan yang layak dan dari segi biaya juga murah.
Untuk pertandingan antar-SSB pun mereka lebih sering meminjam lapangan milik perusahaan asal AS tersebut.
Termasuk saat pelatih Timnas U-19 Indra Sjafri menggelar seleksi di Batam, beberapa waktu lalu, juga meminjam lapangan McDermott.
“Ya, apa boleh buat, hanya itu yang layak. Kini ada Citramas dan 757 Kepri Jaya FC meminjamnya jadi homebase. Kalau PS Batam lolos ke Liga 3, pasti meminjam lapangan itu juga,” katanya.
Reynold berharap Wali Kota Batam juga merenovasi Stadion Temenggung Abdul Djamal dan Stadion Sei Harapan agar bisa menjadi lokasi pembinaan bibit-bibit sepak bola di Kota Batam.
"Apalagi Temenggung berada di tengah pusat kota. Tapi bagaimana lagi, tidak ada keseriusan untuk merawatnya selama ini, ya terbengkalai begitu saja," tambahnya.
Reynold mengatakan bahwa membangun sepak bola membutuhkan orang-orang yang memang “gila” terhadap sepak bola. Tidak hanya berkomitmen untuk membangun stadion, mengawal perkembangan sepak bola, namun juga mengamati perkembangan generasi muda potensial di cabang olahraga ini.
"Di Jawa sana sepak bola itu benar-benar menjadi perhatian, krena ini berbicara potensi lokal juga. Di Batam, anak anak kita ada juga di Timnas. Ada Fatur di U-18 dan Sutanto Tan. Mereka ini jadi karena andil orangtuanya dan pembinanya serta lain-lain, bukan dari pemerintah,” ungkapnya.
Reynold mengatakan, sebenarnya banyak orang-orang yang punya perhatian sepak bola, namun selama ini tidak pernah diajak duduk oleh pemerintah atau BP Batam.
“Banyak mantan pemain profesional yang hingga saat ini masih di lapangan. Ada mantan pemain PSPS Pekanbaru, PSP Padang, Semen Padang, Persebaya, Persib, semuanya lengkap. Hingga saat ini mereka masih berada di lapangan. Mereka siap turun lagi meski tanpa dibayar,” kata Reynold.
Bersyukur Ada Gelora Citramas
Sejak mantan Gubernur Kepri Nurdin Basirun mendirikan 757 Kepri Jaya FC di awal pemerintahannya, tiga tahun lalu, klub yang bertanding di Liga 2 itu tidak punya homebase.
Sebab, klub yang diakuisisi dari daerah lain itu tidak punya stadion yang layak.
Untunglah saat itu Stadion Gelora Citramas di Batubesar baru selesai dibangun oleh Citramas Group milik Kris Wiluan tersebut.
Sehingga, 757 Kepri Jaya FC pun menjamu lawan-lawannya di stadion tersebut.
Namun sayang, 757 Kepri Jaya FC turun kasta ke Liga 3.
Namun, bergulirnya kompetisi Liga 3 di Provinsi Kepri di Stadion Gelora Citramas mengobati kerinduan masyarakat Batam untuk menyaksikan pertandingan sepak bola profesional, meskipun baru di kasta ketiga.
• Liga 3 Regional Sumatera Segera Dimulai, Pelatih 757 Kepri Jaya Waspadai Persidi Aceh & Muba United
Batam pun mulai menjadi daya tarik tersendiri bagi para pencinta sepak bola yang sebenarnya sangat banyak, namun belum terbangun.
Dulu di Batam pernah ada turnamen antarperusahaan, turnamen komunitas (seperti IKSB Cup setiap tahun), namun tentu saja tidak bisa digolongkan dalam turnamen profesional, hanya sekelas “silaturahmi”.
Disebut-sebut sebagai stadion nomor dua terbaik dalam penyelenggaraan Liga 2 tahun lalu, stadion yang terletak di kawasan Kabil, Nongsa, Kota Batam, ini pun memiliki beberapa keunggulan.
"Stadion kami memiliki kapasitas sekitar 1500 orang. Awalnya saat membangun tribun di sekitar pintu masuk, stadion hanya dapat menampung sekitar 800 penonton," kata Manager pengelolaan stadion, Raja Azrim di kantor Yayasan Citramas Batam.
Ia menambahkan, kapasitas stadion akhirnya bertambah setelah tim kebanggaan masyarakat Kepri, 757 Kepri Jaya FC, memilih stadion ini sebagai homebase.
"Area depan tribun pun kita tambah kapasitasnya untuk menampung penonton hingga 1000 orang. Dan di sisi kiri maupun kanan jadi dapat menampung 100 penonton," sambungnya.
Stadion ini sendiri telah diakui oleh PSSI sebagai satu-satunya stadion berstandar nasional di Kota Batam dan mendapat kepercayaan penuh untuk menyelenggarakan kompetisi semisal Liga 3 Provinsi Kepri.
"Sudah dapat rekomendasi dari mereka (PSSI). Selain jadi homebase 757 Kepri Jaya FC, kami persiapkan sebaik mungkin stadion ini agar bisa digunakan untuk pertandingan berstandar nasional," tambahnya.
Stadion ini dilengkapi dengan jogging track sepanjang 400 meter persegi serta lintasan atletik di pinggirnya, juga dengan standar nasional.
Karenanya, iven olahraga daerah semisal Forkot atau Porprov juga sudah bisa digelar di sini.
Untuk perawatan stadion ini, Yayasan Citramas Batam harus merogeh kocek hingga Rp 30 juta hanya untuk perawatan rumput saja. Itu belum termasuk untuk biaya yang lain.
Latihan Bola Masih Numpang
Hampir setiap daerah di Indonesia berlomba-lomba mengangkat ikon daerahnya melalui sepak bola, cabang olahraga paling favorit di dunia.
Alasannya bukan sekadar olahraga atau pengembangan bakat para telenta muda.
Tetapi karena sepak bola adalah alat pemersatu yang paling efektif bagi seluruh warganya dan “marwah” daerah itu..
Karenanya, beberapa daerah di Indonesia saat ini seakan-akan berlomba membangun stadion berstandar nasional, bahkan internasional, agar event-event penting sepak bola digelar di daerahnya.
Sekaligus membangun tim kesayangan daerah tersebut.
Bagaimana di Batam?
Jika tak bisa disebut mati suri, sepak bola di Kota Batam memang sudah lama sekali vakum.
Satu-satunya hiburan masyarakat saat ini adalah 757 Kepri Jaya FC yang masih bergulat untuk bisa naik kelas dari Liga 3, yang kompetisinya dimulai pada pertengahan November 2019 ini.
Klub sepak bola yang didirikan mantan Gubernur Kepri Nurdin Basirun empat tahun lalu itu masih bertahan di Liga 3 setelah mengalahkan PS Batam, September lalu, untuk menentukan wakil Provinsi Kepri di Liga 3.
• Bangun Stadion Sepak Bola di Dompak, Pemprov Kepri Anggarkan Rp 20 Miliar
PS Batam sendiri saat ini masih terseok-seok untuk bisa menjadi ikon sepak bola Batam. Dulu pernah di kasta ketiga tingkat nasional, tetapi jeblok lagi karena berbagai persoalan.
Mulai dari soal dana, masalah manajemen hingga kasus korupsi.
Kini mulai mencoba bangkit lagi, namun harus mulai merangkak dari awal lagi dan tentu saja tidak mudah. Apalatgi saat ini pemerintah melarang penggunaan APBD untuk klub sepak bola.
Namun, masalah sepak bola memang bukan soal sebuah klub saja. Banyak persoalan yang membelit persepakbolaan Kota Batam, bahkan Kepri secara keseluruhan.
Selain dari pembinaan sejak usia dini, manajemen, dana, juga menyangkut fasilitas pendukung, terutama lapangan yang layak.
Beberapa Sekolah Sepak Bola (SSB) Kota Batam hanya menggunakan lapangan seadanya, menumpang di lapangan milik perusahaan atau milik pribadi.
Untuk kompetisi?
“Mau kompetisi di mana? Kita tak tak punya lapangan yang layak. Latihan saja numpang,” kata seorang pemilik SSB.
Padahal, kompetisi rutin sangat penting untuk mengukur dan meningkatkan kemampuan bibit-bibit muda, teruama sekali pembinaan mental.
“Karena kompetisi sangat minim, SSB kita memang begitu-begitu saja,” kata Reynold, seorang pendiri SSB di Batam.
Syukurnya, Citramas Group membangun sebuah stadion berstandar nasional di Batu Besar sehingga 757 Kepri Jaya tidak mesti menumpang ke provinsi lain saat menjadi tuan rumah Liga 3.
Tapi itu juga berstatus numpang, lho.
Bahkan, untuk berbagai event olahraga, baik sepak bola atau atletik, Stadion Gelora Citramas yang masih relatif baru ini juga menjadi tumpuan untuk saat ini, termasuk event yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan KONI, seperti Porda.
Namun, karena stadion ini dibangun oleh pihak swasta, maka penggunaannya juga tidak gratis dan pastinya, tidak semua pihak mampu membayarnya.
Lapangan lain yang sebenarnya cukup banyak di Batam, namun seadanya, digunakan untuk latihan beberapa klub “tarkam”, SSB (Sekolah Sepak Bola) dan anak-anak yang punya bakat sepak bola. Lapangan tersebut tersebar di beberapa perusahaan atau milik pribadi atau komunitas.
Bahkan ada yang harus “berkelahi” mempertahankannya dari incaran pengusaha yang tak pernah cukup lahan untuk bisnis mereka.
Batam bukan tak punya stadion lain, tapi kondisinya sangat memprihatinkan.
BP Batam memiliki dua stadion, yakni Stadion Temenggung Abdul Djamal (TAD) dan Stadion Sei Harapan. Namun, kedua stadion itu –seperti juga beberapa aset BP Batam yang lain– hanya menjadi gedung yang bertahun-tahun teronggok, terutama Stadion TAD,
Untungnya, Sport Hall di kompleks Stadion TAD masih sering dipakai untuk turnamen indoor, seperti bola voli dan futsal sehingga tak benar-benar mati.
Stadion Sei Harapan masih digunakan oleh anak-anak di sekitar Sei Harapan, tetapi kondisinya juga tak terawat dan lebih banyak sebagai jalan pintas pengendara bermotor.
Anggaran Terbatas
Namun Badan Pengusahaan (BP) Batam sebagai pemilik stadion membantah jika dua stadion itu tak dipelihara fasilitasnya, bahkan dibiarkan mangkrak.
Setiap tahunnya BP Batam mengalokasikan anggaran untuk perawatan atau pemeliharaan kedua stadion itu.
Tahun 2019 ini alokasi anggaran yang diberikan mencapai Rp 740 juta setahun. Sebanyak Rp 680 juta untuk biaya perawatan di kawasan TAD, termasuk stadion sepak bola dan Sport Hall.
Sekitar Rp 60 juta lagi untuk biaya perawatan Stadion Sei Harapan. Itupun belum terserap seluruhnya, baru terserap Rp 20 jutaan.
BP Batam mengakui, dibandingkan Stadion Gelora Citramas, perawatan untuk kedua stadion pelat merah ini masih kalah jauh.
Dari sisi anggaran saja, sebenarnya Rp 680 juta masih kurang untuk perawatan kawasan olahraga TAD yang luasnya 22 hektare itu.
"Rp 600 juta itu untuk potong rumput, listrik, air, dan perbaikan lainnya. Untuk luasan sebesar itu, anggaran kita masih kecil," kata Direktur Pemanfaatan Aset BP Batam, Herawan, Senin (28/10/2019) kepada Tribun.
BP Batam termasuk Badan Layanan Umum (BLU).
Institusi ini harus menghidupi dirinya sendiri dari unit-unit penghasilnya. Meski begitu, BP Batam tetap tidak melupakan fungsi pelayanannya kepada masyarakat.
Itu terlihat dari biaya sewa yang diberikan. Sebisa mungkin tetap terjangkau bagi masyarakat.
Seperti untuk pemakaian Stadion TAD, biaya sewanya masih Rp 1,4 juta per harinya. Sedangkan untuk Sport Hall, Rp 6 juta per 6 jam per kegiatan.
BP Batam mengklaim, setiap akhir pekan, Sabtu dan Minggu, Stadion TAD ramai dengan aktivitas olahraga, khususnya sepak bola.
Bahkan bisa dibilang untuk sewa pemakaiannya selalu full di hari itu.
Beda kasus dengan TAD, banyak fasilitas di Stadion Sei Harapan yang mulai rusak sejak 2017 lalu. Seperti pagar beton yang pecah-pecah dan kerusakan lainnya.
BP Batam tak menampik, kondisi di stadion dengan luas sekitar 1,5 hektare itu kian memprihatinkan.
Namun stadion yang berada tak jauh dari Pasar Sei Harapan di Sekupang ini, termasuk dalam pengajuan hibah aset tahap II kepada Pemerintah Kota Batam.
Surat persetujuan hibah dari Menteri Keuangan sudah keluar Juli tahun 2019 dan saat ini dalam tahap pembuatan berita acara hibah.
Dengan biaya perawatan yang minim, dua stadion ini tentu sulit diharapkan menjadi homebase tim profesional.
Pasalnya, PSSI mewajibkan kompetisi di bawah bendera federasi menggunakan lapangan berstandar nasional. Ya, begitulah. (tribunbatam/dewi haryati/dipa nusantara)