Wanita Tawarkan Gadis Jalani Ritual Mesum di Gunung Kemukus, Juru Kunci Ungkap Fakta

Cerita mencari kekayaan atau pesugihan berbalut ritual seks di Gunung Kemukus merebak di masyarakat.

TRIBUNBATAM/ZABUR
Gunung Kemukus di Desa Pendem, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah 

Jasa perselingkuhan dan hubungan intim pun akhirnya membuat banyak pekerja seks komersial dari segala penjuru daerah datang dan menetap di Gunung Kemukus. Mereka mengontrak tanah dan rumah untuk kegiatan hiburan malam dan prostitusi.

Yuli menjelaskan, ritual yang harus dijalani, yaitu berhubungan seks selama tujuh kali berturut-turut pada Kamis malam Jumat Pon.

"Kalau sudah tujuh kali berturut-turut melakukan ritual seks. Dipastikan permintaannya untuk mendapat jodoh dikabulkan," katanya.

Dia mengatakan dulunya ritual seks dilakukan di tempat terbuka. Namun, semenjak ramai diberitakan media asing, perlahan-lahan berkurang.

Saat ini, ritual seks dilakukan di dalam kamar yang disewakan warga.

"Sekarang ini warga yang menyewakan kamar sebagai tempat ritual seks," katanya.

Dari pantauan, tampak sejumlah warung dalam kondisi tutup. Di lokasi yang berada sekitar 30 kilometer arah utara Kota Solo, peziarah ada yang berjalan kaki, naik sepeda motor, maupun mobil dari lereng ke puncak. Jarak lereng ke puncak sekitar 1,5 kilometer.

Seorang pengunjung, Azis, asal Purwodadi Jawa Tengah, mengungkapkan, ia sengaja datang rombongan untuk berziarah ke makam Pangeran Samudro.

"Kami datang khusus ke makam untuk ziarah sekaligus berdoa dan wisata religi saja, tidak mau dengan tujuan macam-macam," ucap Azis.

Dibantah Juru Kunci Makam

Terpisah, Juru Kunci Makam Pangeran Samudro, Hasto Pratomo, menceritakan Pangeran Samudro merupakan putra Prabu Brawijaya.

Ia meninggal dalam perjalanan pulang dari Gunung Lawu. Kemudian di makamkan di atas bukit yang kini disebut Gunung Lawu.

Ketika ditanya mengenai ritual mesum di Gunung Kemukus, Hasto mengungkapkan, kisah itu berawal dari ibu tiri Pangeran Samudro yakni Ontrowulan datang ke makam anak yang ia cintai tersebut.

Tapi setelah beberapa waktu berada di makam, Ontrowulan tak mau pulang dan ingin menyatu dengan Pangeran Samudro.

Para pengikutnya yang beberapa waktu tak menemukan sosok Ontrowulan, menyimpulkan telah Muksa atau menghilang secara gaib.

“Nenek moyang saya dahulu tidak bisa berbahasa Indonesia, sehingga menjelaskan dengan bahasa Jawa, oleh masyarakat kata ‘demenan’ dipelintir," kata dia.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved