Cerita Haru Pedagang Roti, Gendong Anaknya yang Lumpuh saat Berjualan, Istri Meninggal Karena Banjir
Cerita haru datang dari seorang pedagang roti. Pedagang Roti berumur 52 tahun ini harus membawa anaknya yang lumpuh untuk berjualan roti.
Di dalam rumahnya yang juga menjadi korban air pasang laut (rob), Tarmuji mengaku dapat upah 16 persen dari hasil penjualan rotinya.
Sehari, ia dapat upah dari berjualan roti dari kisaran Rp 20.000-Rp 60.000 tergantung penjualan.
Ia mengumpulkan upah tersebut untuk membiayai anaknya sekolah hingga ingin meninggikan rumahnya yang terendam air rob.
"Alhamdulillah sudah diberi pasir dan batu lantainya, tapi atap rumah belum ditinggikan. Jadi kalau beraktivitas, harus menunduk terus," lanjut Tarmuji bercerita.
Kepala Seksi Urusan Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Desa Wangandowo, Kuntari, menjelaskan, pihaknya sudah memberikan sejumlah bantuan untuk keluarga Tarmuji.
"Memang benar Pak Tarmuji anaknya ikut berjualan karena di rumah tidak ada yang menjaga. Kami pihak desa terus berupaya agar keluarga tersebut mendapat bantuan dari pemerintah," ujarnya. (Kompas.com/ Kontributor Pekalongan, Ari Himawan Sarono)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Tarmuji, Berjualan Roti Keliling Sambil Gendong Putrinya yang Lumpuh Layuh"
TRIBUNMATARAM.COM - Suyati mengabdikan hidupnya wara-wiri untuk merawat anak dan ibu kandungnya yang lumpuh.
Namun, karena keterbatasan biaya, Suyati tak mampu memberikan pengobatan pada ibu dan putranya yang lumpuh.
Bahkan, untuk membeli pembalut saja, Suyati tak mampu dan harus memelas pada tetangganya.
Setiap hari, Suyati harus wira-wiri dari rumah ibunya dan juga rumahnya sendiri.
Walaupun tidak jauh, tapi keadaan itu cukup merepotkan sebab dua rumah itu masing-masing dihuni oleh ibu dan anaknya yang menderita kelumpuhan.
Warga Desa Kedung Putri, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur itu harus mengurus ibunya, Mbah Jamini (85).
Di rumah yang berukuran 4x6 meter persegi yang terbuat dari kayu dan bambu, Suyati membawakan semangkuk mie instan dan nasi untuk Mbah Jamnini.
Dilansir dari Kompas.com, ruang sempit itu hanya diisi dengan kasur lusuh dan sebuah bangku tua.
Di lantai semen yang sudah retak-retak itu terlihat Mbah Jamini tengah terduduk dan meraba-raba mangkuk yang diberikan oleh Suyati.
