Sinuhun & Istri Keraton Agung Sejagat Purworejo Diperiksa Polisi, Kapolres : Ini Negara Hukum

Pasangan suami istri, Totok Santoso Hadiningrat dan Kanjeng Ratu Dyah Gitarja yang mengaku sebagai pimpinan Keraton Agung Sejagat (KAS) Purworejo akan

Editor: Eko Setiawan
ST via TribunJateng
6 Fakta Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Batu Besar Tiba-tiba Muncul Pukul 3 Dini Hari 

TRIBUNBATAM.id Totok Santoso Hadiningrat dan Kanjeng Ratu Dyah Gitarja pasangan suami istri yang mengaku menjadi pimpinan Keraton Agung Sejagat ditangkap Polisi.

Selain itu, Polisi juga melakukan penggeledahan di rumah mereka yang disebut sebagai Keraton.

Pasangan suami istri, Totok Santoso Hadiningrat dan Kanjeng Ratu Dyah Gitarja yang mengaku sebagai pimpinan Keraton Agung Sejagat (KAS) Purworejo akan dipanggil Polda Jateng, Rabu (15/1/2020).

Siswa SMK Video Call Sambil Gantung Diri, Sebut Sudah Tiak Punya Cita-cita Lagi

Update Kasus Jiwasraya, Lima Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka Oleh Kejagung, Berikut Daftarnya

Foto-foto Penggeledahan Istana Keraton Agung Sejagat, Warga Antusias Lihat Proses Penggeledahan

Mereka berdua diminta datang ke Polda Jateng untuk memberikan keterangan dan klarifikasi soal terbentuknya kerajaan yang berlokasi di Desa Pugong Jurutengah RT 3 RW 1, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo.

Hal itu diungkapkan Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Iskandar Fitriana kepada Tribunjateng.com, Selasa (14/1/2020) ini.

 

Dalam hal itu, kata Iskandar, Polda Jateng telah mengerahkan sejumlah petugas dari Ditintelkam dan Ditreskrimum untuk mengumpulkan data-data soal legalitas pendirian dari keraton tersebut.

"Masih didalami Intel dan Reskrim. Tim sudah berangkat. Kemungkinan, besok Selasa (15/1/2020), pasangan suami istri itu dipanggil ke Polda untuk dimintai keterangan klarifikasinya. Yang dipanggil Totok Santoso Hadiningrat dan Kanjeng Ratu Dyah Gitarja," ungkap Kombes Pol Iskandar.

Dari informasi yang dihimpun, mama Totok Santoso sebelumnya pernah muncul beberapa tahun silam.

Totok merupakan Dewan Wali Amanat Panitia Pembangunan Dunia Wilayah Nusantara Jogja Development Committe (DEC).

DEC sendiri merupakan organisasi yang pada waktu itu mirip dengan Gafatar.

Menurutnya, per Selasa (14/1/2020) ini, personel di Purworejo terus mengumpulkan data-data terkait legalitas hingga sejarah.

"Pertama, negara kita adalah negara hukum. Semuanya diatur dan kita akan mempelajari dari aspek legalitas. Kemudian yang kedua dari aspek sosial kultural juga. Kita juga akan bahas kesejarahannya," cetus Iskandar.

Terpisah, Wakapolres Purworejo, Kompol Andis Arfan Tofani mengatakan, saat ini pihaknya sudah melakukan langkah-langkah penanganan terkait kelompok yang mengklaim sebagai KAS.

Pihaknya bahkan sudah menginterogasi beberapa orang terkait kelompok tersebut.

“Beberapa orang sudah kita minta klarifikasi. Mereka pengikut KAS. Namun, pimpinannya belum. Itu bertahap nantinya,” ujar Kompol Andis saat dihubungi Tribunjateng.com, Selasa (14/1/2020).

Andis mengakui bahwa saat ini, tim dari Polda Jateng sudah tiba di Purworejo.

Menurut dia, Tim Polda Jateng itu akan membantu aparat dari Polres Purworejo dalam melakukan penyelidikan terkait motif organisasi yang mengklaim memiliki anggota sekitar 425 orang itu.

“Sudah, tim Polda Jateng sudah tiba. Dalam penanganan kasus ini, kami juga dibantu aparat TNI,” pungkas Wakapolres.

Digeledah

Setelah ramai keberadaan Keraton Agung Sejagat, Pihak Polres Purworejo menangkap dan mengamankan pihak Kerajaan Agung Sejagat, Sinuhun Totok Santosa dan istrinya Dyah Gitarja, pada Selasa (14/1/2020) sekira pukul 17.00 WIB

Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat (KAS) diamankan oleh pihak kepolisian saat dalam perjalanan ke markas Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo.

Sinuhun sebelumnya akan mengajak awak media untuk berbincang-bincang.

Hal itu mengingat ramainya pemberitaan tentang kerajaan Keraton Agung Sejagat yang mengklaim mempunyai kekuasaan di seluruh dunia.

Pihak yang dapat dikonfirmasi terkait kabar penangkapan adalah Dandim 07/08 Purworejo Letkol Muchlis Gasim.

"Memang benar, raja dan isteri Keraton Agung Sejagat sudah diamankan di Polres," ujar Gasim kepada Tribunjateng.com, Selasa (14/1/2020).

Keduanya saat ini sudah dibawa ke Mapolres Purworejo untuk dimintai keterangan lebih lanjut dan direncanakan akan diperiksa di Sejagat masih diamankan di Mapolres Purworejo.

Batu prasasti di Kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) atau Kerajaan Agung Sejagat Purworejo, Senin (13/1/2020).
Batu prasasti di Kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) atau Kerajaan Agung Sejagat Purworejo, Senin (13/1/2020). (TRIBUNJATENG/Permata Putra Sejati)

Batu Prasasti

Makna batu prasasti atau ukiran batu di Kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) atau Kerajaan Agung Sejagat Purworejo dijelaskan oleh pembuatnya, yakni Empu Wijoyo Guno.

Empu Wijoyo Guno adalah orang yang mengukir batu berukuran kurang lebih tinggi 1,5 meter.

Pada batu tersebut terdapat beberapa ukiran dan tulisan yang menurut Empu Wijoyo guno mempunyai maknanya.

"Tulisan Jawa itu artinya adalah Bumi Mataram Keraton Agung Sejagad," katanya kepada Tribunjateng.com, Selasa (14/1/2020).

Mataram sendiri adalah 'Mata Rantai Manusia'.

"Maknanya alam jagad bumi ini adalah mata rantai manusia yang bisa ditanami apapun.

Intinya segala macam hasil bumi adalah mata rantai manusia atau Mataram," ungkapnya.

Batu besar yang dianggap sebagai prasasti yang berada di halaman depan Istana Kerajaan Keraton Agung Sejagat atau Kerajaan Agung Sejagat (KAS) Purworejo, Senin (13/1/2020). (TRIBUNJATENG/Permata Putra Sejati)
Wijoyo menjelaskan jika pada batu terukir gambar Cakra yang menggambarkan waktu dan kehidupan manusia.

Sedangkan di dalam cakra itu terdapat 9 dewa.

Ada pula ukiran Trisula yang menurutnya memiliki makna keilmuan.

Kemudian ada gambar telapak kaki yang bermakna sebagai tetenger atau penanda.

"Telapak kaki ini artinya adalah jejak atau petilasan. Kaki itu adalah tetenger kaisar," jelasnya.

Wijoyo mengaku mengukir batu prasasti milik kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) hanya dalam waktu 2 minggu.

Batu tersebut diukir sekitar 3 bulan yang lalu.

Fungsinya batu adalah sebagai penanda atau prasasti.

Menurut Empu Wijoyo, tulisan Jawa yang tertera pada batu memiliki arti sebuah pertanda bahwa ini adalah soko atau kaki atau tanda peradaban dimulai.

"Kerajaan ini adalah kerajaan dengan sistem damai. Artinya tanpa perang, berkuasa, oleh karena itu ditandai dengan deklarasi perdamaian dunia," katanya.

Seperti halnya punggawa-punggawa lainnya, Wijoyo menjelaskan jika kekuasaan seluruh dunia berada di bawah naungan KAS.

"Negara-negara di dunia adalah fasal-fasal atau menjadi bagian dari kami.

Mataram itu di semua negara ada. Mataram maksudnya adalah nama 'Mata Rantai Manusia'. Di mana ada kehidupan di situ ada bumi," ujarnya.

Konteks yang dijelaskan oleh Wijoyo sama sekali tidak ada hubungannya dengan kerajaan Mataram.

Dia sendiri hanyalah sebatas empu atau tukang, sehingga konsep itu sendiri berasal dari Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat.

Pada batu itu terdapat pula logo ukiran simbol siang atau malam, hitam atau putih, atau juga sperma, yang melambangkan kehidupan.

Ada pula gambar simbol dua macan sebagai simbol penjaga serta ukiran empat penjuru mata angin, dan logo kerajaan Majapahit.

Pada bagian bawah batu ada gambar baruna naga yang artinya lautan.

Dia sebelum ikut menjadi punggawa atau anggota KAS memang berprofesi sebagai tukang relief yang sering membuat pahatan.

"Saya kerja serabutan, tapi kanjeng Sinuhun yang meminta saya membuatkan ukiran ini sehingga saya membuat, soal design berasal dari Sinuhun itu sendiri," ungkapnya.

Batu prasasti dijadikan sebagai objek selfie dan keramaian pengunjung di Kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) Purworejo, Jawa Tengah, pada Selasa (14/1/2020). (TRIBUNJATENG/Permata Putra Sejati)

Dibungkus kain putih
Batu tersebut memiliki ukiran tulisan Jawa.

Namun demikian, keberadaan batu besar membuat sejumlah warga merasa takut dan heran sekaligus penasaran.

"Batu besar kala itu datang sekira pukul 03.00 WIB pagi.

Saya melihat ternyata sudah dibungkus kain kafan (kain putih) seperti kain mori," ujar Sumarni kepada Tribunjateng.com, Senin (13/1/2020).

Di sekitar batu itu tidak lupa ada berbagai macam sesaji dan dupa-dupa.

Selain itu, para pengikut pada waktu Subuh sudah hadir dan menghadap ke selatan seperti seakan memuja batu besar tersebut.

"Otomatis anak-anak kecil yang pada melihat merasa ngeri saat itu, bahkan membuat anak-anak malam harinya yang biasanya berangkat mengaji merasa takut dan tidak mengaji," imbuhnya.

Ketika ditanya kenapa anak-anak itu hanya bisa menjawab takut dan menganggap batu itu hidup.

Karena menyita perhatian, Sumarni (56) akhirnya sempat menegur dan meminta menurunkan kain kafan tersebut.

Puncaknya adalah pada saat kirab, dan dua hari sebelumnya melakukan gladi bersih.

"Mereka itu sempat menggunakan pengeras suara saat ada adzan maghrib," terangnya.

Sumarni sudah memeringatkan dan membuat surat yang pada intinya adalah meminta mereka menghentikan berbagai macam aktifitas saat adzan dan ibadah.

Kedua adalah tidak melakukan aktifitas yang mengganggu warga saat saat istirahat.

Ketiga, adalah membersihkan lingkungan warga dari sesaji-sesaji.

"Itulah tuntutan warga dan yang jelas kami tidak ingin terganggu dengan mereka yang datangnya berbondong-bondong.Terutama yang disesalkan adalah sesaji," pungkasnya.(Tribunjateng/gum/jti).

Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Polda Jateng Akan Periksa Sinuhun & Istri Keraton Agung Sejagat Purworejo, Ini Kata Kombes Iskandar

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved