BATAM TERKINI

Dampak PMK 199, Perwakilan UMKM Temui Bea Cukai di Kantor Kadin Batam

Pelaku UMKM tergabung dalam BOC, mengadukan perihal pemberlakuan PMK 199/2019 kepada Kadin Batam. Kegiatan dihadiri perwakilan Bea Cukai

Editor: Dewi Haryati
TRIBUNBATAM.ID/ARGIANTO
Sejumlah pelaku UMKM bertemu dengan Bea Cukai di Kantor Kadin Batam, Jalan Raja Fisabilillah, Batam Kota, Selasa (21/1/2020). 

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Sejumlah pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) bertemu dengan Bea Cukai di Kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Batam di Jalan Raja Fisabilillah, Batam Kota, Selasa (21/1/2020).

Pelaku UMKM yang tergabung dalam Batam Online Commmunity (BOC), mengadukan perihal pemberlakuan PMK 199/2019 kepada Kadin Batam.

Kadin Batam merespon pengaduan ini dengan menginisiasi pertemuan antara Bea Cukai dan pelaku UMKM di Batam.






BOC sendiri merupakan gabungan pelaku UMKM Kota Batam yang memang dibentuk untuk menanggapi pemberlakuan aturan batas bea masuk barang impor menjadi 3 USD dari Kementerian Keuangan ini.

Hadir dari Bea Cukai Yosef Hendriyansah, selaku Kepala Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai I Bea Cukai Batam dan Humas Bea Cukai Kota Batam Sumarna.

BOC melalui ketuanya, Saugi Sahab mempertanyakan soal dampak yang akan terjadi apabila PMK 199 ini diberlakukan.

Pedagang Cemas Aturan Impor Barang, Kepala BP Batam Rudi Bakal Menghadap Menteri Keuangan

Menurutnya pemberlakuan PMK ini akan membuat pelaku UMKM tak akan mampu bersaing secara harga yang dapat berujung matinya usaha.

"Kalau usaha kami mati, selain pelakunya sendiri yang terdampak, orang-orang yang bergantung terhadap UMKM itu pun pasti akan kena imbas," ungkap Saugi.

Menurut Saugi, di UMKM Kota Batam yang berjumlah 400 orang, ada sekitar 30 ribu orang yang menggantungkan penghidupannya.

"Jadi pelaku UMKM ini biasa mempekerjakan orang untuk membantu membungkus barang, mengantarkan dan lain-lain. Angka 30 ribu ini belum termasuk karyawan ekspedisi yang juga akan gulung tikar apabila aturan ini diberlakukan," sambung Saugi.

Saugi mempertanyakan siapa yang bertanggungjawab atas nasib 30 ribu karyawan yang akan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 199 ini.

"Setelah berlaku nanti tanggal 30 Januari akan terjadi PHK besar-besaran, siapa yang bakal bertanggungjawab ?," tanya Saugi.

Saat pertemuan dengan UMKM, Yosef Hendriyansah selaku Kepala Bidang Pelayanan dan Fasilitas Pabean dan Cukai Kota Batam mengungkapkan sejatinya peraturan ini dibuat untuk mendukung industri lokal.

"Peraturan ini dibuat untuk memajukan industri lokal kita. Banyak contoh yang sudah tutup di Indonesia seperti Tanggulangin, Cibaduyut, atau Sukarenggang," ungkap Yosef.

Menurut Yosef, pelaku UMKM belum mendapatkan pemahaman menyeluruh terkait PMK 199 ini. Untuk itu dia mengatakan kalau pihaknya akan melakukan sosialisasi lebih lanjut kedepannya.

"Nantinya akan kita adakan sosialisasi yang lebih lengkap tentang PMK 199 ini," ujar Yosef.

Usai pertemuan itu, ditanya lebih lanjut mengenai adanya potensi PHK yang akan terjadi setelah pemberlakuan PMK 199 kepada pihak Bea Cukai, baik Yosef maupun Sumarna enggan berkomentar lebih banyak.

"Besok saja di pertemuan berikutnya, atau nanti ditunggu saja press release nya," ujar Sumarna singkat seraya meninggalkan wartawan.

Belum diketahui kapan pertemuan itu akan berlangsung dan terkait apa. Selain itu tak ada informasi pasti mengenai press release yang dijanjikan. 

Kepala BP Batam Rudi Bakal Menghadap Menteri Keuangan

Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam HM Rudi akan menyurati Menteri Keuangan RI.

Hal ini menyikapi keluhan dari pengusaha terkait dampak Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 Tahun 2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai dan Pajak atas Impor Barang Kiriman.

Tak menunggu lama, Rudi juga mengaku akan merapatkan jajarannya terkait persoalan itu.

"Ada keluhan yang masuk. Untuk itu akan kami surati dan ketemu, habis ini rapat di BP untuk merapatkan soal itu," kata Rudi, Selasa (21/1/2020).

Seperti diketahui, PMK yang mulai berlaku 30 Januari 2020 itu menurunkan ambang batas barang impor toko dalam jaringan dari 75 dolar AS menjadi tiga dolar AS.

Dengan aturan itu, maka masyarakat yang berbelanja barang dari Batam dengan nilai di atas 3 dolar AS (sekitar Rp45 ribu) dikenakan pajak.

 Pelaku Usaha Online Protes PMK 199/2019, Apindo Kepri akan Kirim Surat ke Bea Cukai

Karena barang yang dikirim dari Batam ke daerah lain di Indonesia diperlakukan sebagai impor.

Banyak pengusaha bidang importir khawatir dengan keluarnya aturan itu berpotensi mematikan pedagang online di Batam. 

Sebab harga jual final tidak bisa bersaing dengan harga jual produk luar Batam.

Menyiasati hal tersebut, Kepala BP Batam segera menyurati Menkeu agar mengkaji ulang kebijakan.

"Kami akan menghadap beliau, karena kami terima PMK, tugas kami melapor kembali, apa solusi dari Menteri, melalui Dirjen. Ya tentunya, karena ini menyangkut hajat hidup pengusaha online lain," tuturnya.

Andre Tan selaku pengusaha bidang online mengeluhkan program itu. Menurut Andre, dengan kebijakan tersebut menimbulkan keresahan. Karena selama ini, impor barang tidak sebesar itu. 

"Kita kerja dan berusaha untuk untung. Tentu, dengan kebijakan itu, jika kita naikan maka minat masyarakat konsumen bakal tak mau. Dan akhirnya, usaha kami pelan-pelan mati," kata dia.

Pemerintah Membunuh Kami! Pedagang Cemas Aturan Tarif Impor

Pemerintah melalui menteri keuangan akan menerapkan beleid Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 2019 tentang ketentuan kepabeanan, cukai dan pajak atas impor barang mulai 30 Januari 2020 nanti.

Aturan tersebut seperti tamparan bagi para pedagang di Kota Batam yang selama ini banyak menjual barang-barang impor.

Termasuk reseller online yang juga banyak menjual barang-barang tersebut ke luar daerah Batam.

Sebutlah sepatu, tas serta produk tekstil yang gerainya berjumlah ratusan di kota ini.

Dalam aturan tersebut, pemerintah akan menerapkan menurunkan ambang batas barang yang bebas tarif impor dari 75 dolar Amerika Serikat (AS) menjadi hanya 3 dolar AS saja.

Dengan kurs saat ini, Rp 14 ribu per dolar, artinya, barang di atas Rp 42.000 akan dikenai tarif impor sebesar 7,5 persen.

 Kirim Barang Impor Seharga Rp 43.000 dari Batam Kena Pajak, Begini Curhatan Pedagang Online

Sejumlah barang yang bakal dikenakan tarif itu adalah sepatu, tas dan koper serta sepatu serta produk tekstil atau garmen.

Produk itu merupakan barang-barang konsumer paling laris-manis saat ini, terutama perdagangan online.

Sebenarnya, beleid ini bertujuan mulia, yakni untuk melindungi industri lokal dari serbuan barang-barang impor semakin hari semakin membuat sesak pasar ritel Indonesia.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal bea dan Cukai Syarif Hidayat mengungkapkan bahwa produk dalam negeri kalah bersaing dengan produk impor, terutama China.

Selain itu, aturan ini adalah untuk memudahkan pengusaha dan jasa pengitriman karena bea masuk terhadap barang kiriman ini dikenakan tarif tunggal.

Pasalnya, di sisi lain, pemerintah juga memangkas pungutan pajak dalam rangka impor (PDRI).

Jika sebelumnya tarif berkisar ± 27,5%-37,5% yang terdiri dari bea masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 10% dengan NPWP, dan PPh 20% tanpa NPWP, kini semuanya menjad i± 17,5% saja, yang terdiri dari bea masuk 7,5%, PPN 10 %, dan PPh 0%.

“Penetapan tarif normal ini demi menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan atau level playing field antara produk dalam negeri yang mayoritas berasal dari IKM dan dikenakan pajak dengan produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum,” ujar Syarif.

Matikan pedagang

Masalahnya, aturan baru itu melindungi kawasan pabean, namun tidak bagi kawasan non-pabean Batam yang berstatus free trade zone.

Soalnya, selama ini mereka bisa sedikit leluasa menjual barang-barang impor dari Korea, China dan Singapura dengan fasilitas bebas bea masuk.

Seorang penjual tas di kawasan Nagoya mengatakan, dalam situasi ekonomi Batam yang sulit saat ini, pengenaan tarif masuk itu adalah pukulan yang berat.

“Ini sama saja pemerintah membunuh kami. Kita untungnya kecil. Biaya produksi terus naik karena sewa toko serta gaji pegawai yang tinggi di Batam. Kini, dengan pengenaan tarif impor ini, modal kita juga naik,” kata Merry, seorang pedagang tas di Nagoya, Batam.

Batam, kata dia, semestinya dijadikan surga belanja oleh pemerintah untuk meningkatkan kunjungan wisata, terutama wisata domestik.

“Harusnya pemerintah menahan orang Indonesia yang belanja ke Singapura ke Batam. Ketentuan ini akan membuat orang lari lagi ke Singapura dan meatikan kita,” katanya.

Selain itu, pemilik gerai di Batam belakangan ini banyak terbantu oleh para reseller online karena penjualan pasar lokal sangat kecil. Para reseller ini umumnya ibu rumah tangga, tukang ojek dan warga yang menganggur akibat PHK.

“Merekalah yang aktif menjual barang melalui media sosial. Kita menekan untung agar mereka juga dapat untung. Kini, otomatis mereka terpukul juga seperti kita,” katanya.

80 Persen Online

Tidak hanya pedagang, keluhan yang sama juga memukul perusahaan jasa pengiriman.

Seperti pengakuan Bagas, pegawai TIKI di Ruko Grand Niaga Mas, aturan ini dapat mematikan usaha jasa pengiriman barang.

"Kan sudah tidak masuk akal, sekarang barang apa yang nilainya 40 ribu dikenakan tarif. Bisa-bisa mati semua nanti perusahaan pengiriman," ungkapnya.

Bagas mengungkapkan, selama ini sebagian besar pengiriman adalah dari seller online yang mengirimkan barangnya ke luar Batam.

"Kira-kira 80 persen pengiriman memang dari seller online," sambung Bagas yang sudah mendapat arahan dari atasannya untuk langsung memberlakukan tarif ini mulai tanggal 30 Januari nanti.

Diki, pegawai JNE di Ruko Tunas juga mengeluhkan aturan ini. Menurut dia, para pedagang saat ini seakan mengejar waktu sebelum tanggal 30 Januari.

“Mereka (seller online) semua mengeluh dan ketakutan,” ungkap Diki.

Diki berpendapat, jika ambang batas itu diterapkan, bisa-bisa pajaknya lebih mahal dari harga barangnya. Ketika ditanya kemungkinan untuk mencurangi harga barang di invoice, Diki menyatakan hal itu tidak mungkin.

“Batasnya kan rendah sekali, cuma 3 dolar AS atau Rp 45 ribu. Bagaimana mencuranginya? Itu sulit sekali,” katanya. 

Apindo Minta Tinjau Ulang

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Cahya, meminta pemerintah meninjau ulang pemberlakuan PMK Nomor 199 Tahun 2019.

Hal itu disampaikan oleh Cahya usai berdiskusi dengan Komunitas pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kota Batam yang tergabung di dalam Komunitas Batam Online Community (BOC) ke kantornya pada Senin (20/1) siang.

Menurut Cahya pemberlakuan PMK Nomor 199 tahun 2019 itu nantinya ambang batas impor sehingga biaya pengiriman barang dari kawasan setempat ke daerah lain di Indonesia akan naik.

Hal ini akan berakibat langsung kepada ratusan UMKM di kota Batam yang mengandalkan penjualan online.

Dalam dialog dengan BOC yang dilanda kecemasan, Cahya meminta agar para pelaku UMKM menyuarakan permasalahan tersebut ke Bea dan Cukai Kota Batam dan menyurati Ditjen BC.

"Kita juga akan menyurati BC Batam secara resmi. Juga Wali Kota Batam dan DPRD Batam agar pemangku kepentingan itu bisa mengambil sikap dalam hal ini,” katanya.

Ketua BOC Saugi Sahab mengatakan, PMK tersebut dikhawatirkan mematikan pedagang online di Batam, karena harga jual final dipastikan tidak bisa bersaing dengan harga jual produk luar Batam.

“Sekarang ini andalan ekonomi masyatakat Batam adalah sektor perdagangan karena industri belum pulih. Dengan ketentuan seperti ini, pelanggan kami tak akan mau lagi belanja pada kami karena berat di pajak," ujarnya.

Ia dan pelaku UMKM Batam mengusulkan, agar pemerintah mengurangi ambang batas minimal untuk tarif impor itu secara drastis.

Menurut dia, penurunan ambang batas dari 75 dolar AS menjadi 3 dolar AS terlalu drastis.

"Paling tidak 50 dolarlah. Kalau cuma 3 dolar Rp 45 ribu, barang apa yang harganya di bawah itu," ungkapnya.

Menurut dia, berkembangnya reseler online saat ini merupakan jalan keluar bagi masyarakat untuk menyambung hidup karena sektor formal, seperti industri, perkapalan dan industri penunjang migas mengalami penurunan.

“Batam tak seperti dulu lagi. Pembeli lokal lemah sehingga kami bisa menyambung hidup dengan penjualan online ini,” katanya. (tribunbatam.id/ardananasution/Leo Halawa/kdk/bob/koe)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved