Keluarga Terdakwa Menjerit Saat Saksikan Sidang Perdana Polisi Dibakar di Cianjur Hingga Tewas
Keluarga terdakwa sempat menangis histeris hingga jatuh pingsan saat melihat kerabatnya digiring ke mobil tahanan usai sidang.
#Keluarga Terdakwa Menjerit Saat Saksikan Sidang Perdana Polisi Dibakar di Cianjur Hingga Tewas
TRIBUNBATAM.id - Pengadilan Negeri Cianjur, Jawa Barat, Rabu (22/01/2020), menggelar sidang perdana kasus polisi terbakar saat pengamanan aksi unjuk rasa di depan gerbang Pendopo Bupati Cianjur, pada Kamis, 15 Agustus 2019 lalu.
Dalam persidangan dengan agenda pembacaan dakwaan dan eksepsi terdakwa itu, majelis hakim yang dipimpin Glorious Anggundoro menghadirkan lima orang terdakwa, yakni R, OZ, AB, MF, dan RR.
Kelima terdakwa berstatus sebagai mahasiswa.
Tampak istri anumerta Ipda Erwin Yudha Wildani hadir di persidangan kendati hanya sebentar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Cianjur, Slamet, mengatakan, penerapan pasal terhadap para terdakwa berbeda-beda, tergantung peran masing-masing mereka dalam perkara tersebut.
Terberat pasal 214 KUHPidana dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.

"Namun, peran masing-masing mereka seperti apa, nanti akan dibuktikan di fakta persidangan,” kata Slamet kepada wartawan, usai sidang, Rabu.
Sidang berikutnya akan digelar pada 12 Februari mendatang dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi kuasa hukum terdakwa.
“Di persidangan nanti akan dihadirkan 27 saksi. Namun, nanti akan kita pilah-pilah saksi mana yang kualitasnya bisa kita dengarkan,” ucapnya.
Sementara, tim kuasa hukum terdakwa, yang diwakili Iwan Permana, berharap, eksepsi yang disampaikan di persidangan tadi bisa diterima majelis hakim.
Pihaknya menilai, eksepsi atau keberatan terhadap dakwaan jaksa dikarenakan ada beberapa penerapan pasal yang dilakukan secara kumulatif.
"Harusnya dibeda-bedakan, jangan disatukan. Misalkan ada beberapa pasal yang harusnya pihak jaksa menggunakan pasal yang terberat saja, jangan kumulatif," kata dia.
Selain penerapan pasal yang tidak relevan tersebut, dakwaan juga dinilai cacat hukum karena tidak menggunakan sistematisasi tata cara pembuatan surat dakwaan yang diamanatkan hukum acara pidana.
"Karena itu, kita akan ajukan ke majelis hakim agar para terdakwa dibebaskan. Mudah-mudahan bisa dikabulkan dalam putusan sela nanti," ujar Iwan.
Sidang yang mendapat penjagaan ketat polisi itu sendiri berlangsung tertib.
Keluarga terdakwa sempat menangis histeris hingga jatuh pingsan saat melihat kerabatnya digiring ke mobil tahanan usai sidang.
Sebagai informasi, empat orang anggota polisi mengalami luka bakar saat pengamanan aksi unjuk rasa gabungan elemen mahasiswa di depan gerbang Pendopo Bupati Cianjur, Kamis (15/08/2019).
Salah satu korban, yakni Ipda Erwin Yudha Wildani, meninggal setelah menjalani perawatan intensif di RS Pusat Pertamina, Jakarta, selama 11 hari.
Bhabinkamtibmas Polsek Kota itu mengalami luka bakar mencapai 70 persen.
Sedangkan tiga korban lainnya harus menjalani perawatan intensif di RS Hasan Sadikin Bandung, akibat luka bakar mencapai 40 persen.
Aksi unjuk rasa berujung anarkistis itu bermula saat polisi tengah berupaya memadamkan api dari ban yang dibakar pengunjukrasa.
Tiba-tiba seorang oknum demonstran melemparkan plastik berisi cairan bensin ke arah kerumunan yang mengakibatkan empat anggota polisi terbakar. (Kompas.com/ Kontributor Cianjur, Firman Taufiqurrahman/ Farid Assifa)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sidang Perdana Kasus Polisi Terbakar di Cianjur Digelar, Keluarga Terdakwa Histeris"

Ibu Terduga Pelempar Bensin yang Bakar Polisi Cianjur Kaget Anak Terlibat, Putranya Dikenal Pendiam
Ibu terduga pelaku pelempar cairan bensin dalam insiden polisi dibakar di Cianjur tak menyangka anaknya ditetapkan jadi tersangka, putranya dikenal pendiam.
Enung hanya bisa meratapi nasib putranya RS yang kini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembakaran polisi dalam unjuk rasa di depan Kantor Bupati Cianjur, Kamis (15/8/2019).
Selama ini, Enung mengenal putranya sebagai sosok pendiam dan baik.
Di mata Enung, anaknya itu juga tidak pernah melakukan hal yang tidak-tidak.
"Karena kesehariannya baik, semua orang di sini juga tahu baik, tidak pernah melakukan yang tidak-tidak,” tukas Enung, dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com, Senin (19/8/2019).
“Lihat kondisi seperti ini saya sedih," ujarnya.
Enung mengaku mengetahui keterlibatan ananaknya dalam sebuah organisasi mahasiswa.
Namun, ia tak mengetahui dengan pasti organisasi apa yang diikuti oleh anaknya itu.
“Saya tahu, tapi tidak pernah tanya-tanya dia ikut organisasi apa. Sejak masuk kuliah sudah ikut. Sekarang anak saya semester tiga,” ujarnya.
Enung telah menyerahkan seluruh proses hukum kepada pihak kepolisian.
Namun, ia tetap berharap hukuman yang dijatuhkan pada anaknya untuk diringankan.
"Mohon diringankan (hukuman), seringan-ringannya,” ucapnya.
Berniat Mengunjungi Keluarga Korban
Enung sendiri telah berniat untuk mengunjungi keluarga korban.
Namun, ia merasa kondisinya saat ini masih belum memungkinkan.
“Mau ke sana, tapi khawatir karena situasinya seperti ini. Saya juga masih syok," ucapnya.
Lebih lanjut, Enung meminta maaf yang sebesar-besarnya pada keluarga korban.
“Saya meminta maaf, mohon maaf untuk korban dan keluarga korban,” ucapnya lirih.
