TRAGEDI BUKIT DAENG

Ucok, Sopir Bimbar : Jangan Semuanya Ditimpakan pada Kami

Berikut ini TRIBUNBATAM.id mewawancarai Ucok, seorang sopir Bimbar di Batam. Sebagaimana diketahui, belakangan ini Bimbar sedang jadi sorotan di Batam

TRIBUNBATAM.ID/IAN SITANGGANG
Armada bimbar di Batam 

Ucok, Sopir Bimbar : Jangan Semuanya Ditimpakan pada Kami

BATAM, TRIBUNBATAM.id - Insiden kecelakaan maut bus Bimbar BP 7601 DU di Jalan Suprapto, tepatnya di Bukit Daeng, Dam Duriangkang atau Tembesi Batam, Senin (17/2) lalu mengundang kemarahan masyarakat Batam.

Dalam insiden ini, empat sepeda motor ditabrak oleh Bimbar.

Satu orang bernama Sri Wahyuni meninggal dunia, dan senam orang lainnya luka-luka, termasuk adik Sri Wahyuni bernama Erisza Audriana Yuliana kritis .

Berbagai desakan agar Bimbar dikandangkan bergulir, meskipun banyak juga yang tidak setuju, karena tidak ada angkutan alternatif. Apalagi, lebih separuh Bimbar ternyata tak laik jalan, termasuk Bimbar maut yang dikemudikan Rahmat tersebut.

Masalahnya, meghentikan operasional Bimbar juga tidak mudah karena anglkutan ini juga tempat bergantung hidup ratusan sopir dan keluarganya.

Wartawan TRIBUNBATAM.id, Leo Halawa, mencoba mendapatkan cerita dari seorang sopir Bimbar yang hanya mau dipanggil Ucok.

Berikut petikannya:

Anda kan sudah dengar tentang pro dan kontra Bimbar di Batam, terutama setelah kecelakaan ini. Sebagai sopir, apa yang Anda rasakan?

Saya sudah dengar. Karena Bimbar itu kadang kami satu pangkalan. Iya ramai sekali ya. Ya...tentu pertama ikut sedih dan berdukacita atas kejadian itu, terutama bagi keluarga korban. Juga kejadian yang menimpa Rahmat (sopir). Jujur, tidak ada yang ingin celaka dalam bekerja, begitu juga kami. Jadi, apa yang dialami Rahmat juga kami rasakan.
Tentu, sebagai manusia hanya beristighfar dalam kejadian. Tentu, manusia mana yang ingin celaka. Ini semua musibah. Musibah pasti berlaku dan menemui siapa saja. Tapi untuk saat ini, Alhamdulillah terlewatkan semua itu.

Anda sudah berapa lama jadi sopir Bimbar?

Sejak 2002, saat saya masih bujangan. Saya menikah tahun 2009. Saya pernah bawa angkutan umum juga dulu di kampung. Hingga hari ini, hitung-hitungan sudah sekitar 18 tahun. Inilah hidup saya. Saya bisa memberi makan istri dan menyekolahkan kedua anak saya, serta bantu keluarga di kampung. Semua dari hasil nyopir. Kalau per hari dapatlah sekitar Rp150-300 ribu. Sebelum tahun 2016 lalu, pendapatan bisa di atas Rp 300 ribu. Sekarang susah. Karena kalah saing dengan transportasi online. Susah sekarang.

Anda suka ugal-ugalan juga di jalan?

Jadi begini. Ugal-ugalan itu adalah persepsi orang. Orang berpendapat bisa saja. Tapi perlu saya jelaskan bahwa sampai saat ini, kami sebagai sopir tidak mengenal kata ugal-ugalan. Itu kan hanya cap dari orang yang tak tahu seluk-beluk kerja kami ini. Kalau misalkan ada sewa di depan, tidak mungkin kami tidak kejar. Perkara bahwa ada kendaraan lain dari belakang itu kan relatif. Selama ini saya baik-baik saja.
Pada intinya, kesalahan juga tidak semua dari kami. Jangan karena kami orang kecil, lalu kami dicap sebagai biang kerok semua masalah di jalan. Seandainya masyarakat yang mencap kami tahu rasanya bagaimana mengejar setoran, mereka tidak akan memandang kami begitu.
Sama juga seperti Abang, berjibaku mencari berita, termasuk mencari saya untuk wawancara. Abang kan juga harus kejar sampai dapat. Begitu juga kami.

Cap ugal-ugalan itu apakah mengganggu pikiran Anda?

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved