HEADLINE TRIBUN BATAM
Bos Bimbar Hampir Menangis, Sedih dengan Kecelakaan Bukit Daeng, Pengusaha dan Supir Saling Curhat
Kecelakaan maut bus Bimbar di Jalan Suprapto atau Bukit Daeng, Batam, yang merenggut nyawa Sri Wahyuni seakan menjadi titik-balik bagi angkutan umum.
Bos Bimbar Hampir Menangis, Sedih dengan Kecelakaan Bukit Daeng, Pengusaha dan Supir Saling Curhat
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Kecelakaan maut bus Bimbar di Jalan Suprapto atau Bukit Daeng, Batam, yang merenggut nyawa Sri Wahyuni seakan menjadi titik-balik bagi angkutan umum di Batam.
Direksi PT Bintang Anugrah Pelangi, pemilik trayek angkutan umum jurusan Tanjunguncang- Jodoh mengumulkan seluruh supir di bawah perusahaannya di Pasar Melayu, Batuaji, Jumat (21/2/2020).
Pertemuan itu menjadi semacam konsolidasi bagi seluruh pihak yang bertaqnggung jawab dalam angkutan umum.
Mulai dari supir, pengusaha, Dinas Perhubungan Kota Batam, DPRD hingga kepolisian.
Direktur PT Bintang Pelangi Anugrah, Ny Lamsihar Sitorus tak kuasa menahan emosinya dalam pertemuan itu ketika menyatakan rasa duka dan prihatin terhadap tragedi Senin pagi itu.
"Kita turut berduka cita dengan kejadian ini. Karena itu, pada esempatan hari ini, mari kita merenungkan kembali, ini harus menjadi pelajaran berharga bagi kita," kata Lamsihar berusaha menahan air mata.
• Supir Bimbar Batam Nangis, Penumpang Makin Sulit Anak Istri Butuh Makan: Kadang Cuma Dapat Rp 15.000
Lamsihar mengatakan bahwa, jika dicari kekurangan dari peristiwa ini, semua pihak, baik direksi, pemilik mobil, dan juga supir punya kekurangan. Hal itu, kata dia, harus diperbaiki dengan sungguh-sungguh.
Dia mengatakan, selama ini angkutan umum atau Bimbar jurusan Tanjunguncang -Jodoh adalah angkutan yang paling disiplin, bahkan sampai saat ini angkutan umum Tanjunguncang -Jodoh kondisi mobilnya lumayan bagus dibanding dengan angkutan lain.
Namun, setelah kejadian tersebut, semuanya menjadi sorotan.
Saat menyinggung kejadian di Bukit Daeng dan menyampaikan duka atas meninggalnya korban, Lamsihar mengaku sangat berduka.
Siapa pun orangnya, pasti tidak akan terima anggota keluarganya jadi korban.
“Tidak ada orang yang ingin celaka. Saya juga, kita semua juga, tidak ada orang yang mau jadi korban. Karena itu, mari kita belajar dari kejadian ini,” kata Lamsihar.
Dia mengatakan, selama ini pihaknya sudah berusaha membina seluruh supir dan juga pemilik kendaraan yang bernaung di bawah PT Bintang Anugrah Pelangi.
Namun, semuanya tentu ada kekurangan sehingga dirinya tidak mencari siapa yang salah dan juga tidak mencari-cari pembenaran.
Banyak Tekanan
Lamsihar mengatakan bahwa beberapa tahun belakangan ini, kondisi angkutan umum banyak di bawah tekanan. Persaingan, terutama dengan transportasi online, semakin ketat, dan penegakan aturan tidak konsisten.
“Banyak supir yang merasakan tekanan karena harus memikirkan setoran dan juga uang yang harus dibawa ke rumah, untuk anak istri," kata Lamsihar.
Terkait kondisi kendaraan, Lamsihar mengatakan bahwa angkutan Bimbar biru jurusan Jodoh-Tanjunguncang kondisinya cukup layak dan seluruh pajak kendaraan hidup. Seluruh sopir juga dipastikan memiliki SIM.
Lamsihar mengakui bahwa 60 persen dari 72 uni Bimbar biru belum uji kir. Hal itu karena pemerintah tidak konsisten dalam menerapkan aturan.
Pasalnya, sampai saat ini, mobil yang digunakan sebagai taksi online, tidak satupun yang uji kir. Padahal, mereka membawa penumpang.
“Mestinya, sesuai dengan Undang Undang, seluruh angkutan yang melayani penumpang wajib uji kir. Kenapa kami terus yang dikejar-kejar untuk uji kir, sementara mereka tidak? Biaya dan tanggung jawab kami kepada kami jauh lebih besar karena kami juga bayar asuransi dan pajaknya lebih besar,” keluhnya.
Hanya Rp 15 Ribu
Tak hanya Lamsihar, supir Bimbar juga menceritakan masalah yang mereka alami setelah kejadian di Bukit Daeng. Mereka merasa terus dipojokkan seolah-olah mereka penyebab dari masalah tersebut,
"Kami juga tidak mau celaka karena kami mencari uang untuk makan anak dan istri,” kata Makmur, seorang supir Bimbar menyampaikan uneg-unegnya dalam pertemuan itu.
"Kami ini setiap hari, harus mencari penumpang agar bisa menutupi setoran kepada pemilik mobil. Kami juga harus memikirkan uang yang bisa kami bawa ke rumah untuk makan anak dan istri," kata Makmur.
Saat ini, kondisi trayek Tanjunguncang -Jodoh, sangat sulit untuk mendapatkan penumpang.
Karyawan banyak yang naik bus karyawan, ada juga yang sudah sewa bulanan kepada angkutan umum tertentu.
Di tambah lagi, jalur itu kini semrawut karena banyak angkutan di jalur itu.
"Kita berhadapan dengan Carry (angkot), kita juga berhadapan dengan (angkutan) Dapur 12, TransBatam, taksi konvensional dan yang paling ramai, taksi online," kata Makmur.
J.Purba, sopir lainnya mengatakan, untuk mendapatkan upah Rp 50 ribu saja dari pagi hingga sore hari sangat sulit untuk saat ini. Kadang seharian bawa mobil, hanya bisa menutup setoran dan beli solar.
“Orang tak tahu, kadang kami meneteskan air mata karena dari Tanjunguncang hingga Jodoh kami hanya dapat satu atau dua orang penumpang saja.
“Itupun penumpung jarak pendek, ongkosnya hanya Rp 2 ribu. Kadang sampai ke Nagoya kita hanya dapat Rp 5 ribu," kata Purba.
Yang paling sakit, kata Purba, kadang perjalanan pulang balik Tanjunguncang-Nagoya yang ditempuh sekitar 2,5 jam, mereka cuyma mendapatkan Rp 15 ribu."Sementara kita harus bayar masuk terminal,” katanya. (ian/dna)