Kisah Parlaungan Siregar Berjuluk Presiden Nato, Disematkan Wali Kota Batam 2005 Ahmad Dahlan
Sebenarnya nama aslinya adalah Parlaungan Siregar, namun warga Batam lebih mengenalnya dengan panggilan Presiden Nato.
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Presiden Nato, begitulah sebagian warga Batam memanggil pria paruh baya itu.
Sebenarnya nama aslinya adalah Parlaungan Siregar, namun warga Batam lebih mengenalnya dengan panggilan Presiden Nato.
Di usianya yang sudah lebih dari 50 tahun, rambut Presiden Nato mulai memutih.
Dia lahir di Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara tahun 1952.
Pendidikannya hanya sampai dengan kelas II (dua) Sekolah Rakyat (SR).
Satu tahun lima bulan SR dijalaninya di kampung halamannya di Sipirok, sementara lima bulan lainnya dijalaninya di SR Meral Karimun.
Sejarah perjalanan sampai gelar Presiden Nato, pada dirinya dimulai pada tahun 1979.
Saat dirinya kembali menginjakkan kaki di Batam, saat itu Batam masih bergabung dengan Riau daratan.
Parlaungan Siregar datang ke Batam, tahun 1979 dan melamar kerja di PT Kurnia Djaya Alam, perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi pembangunan jalan utama yang ada di Kota Batam.
Saat dirinya bekerja di PT KDA, Parlaungan Siregar membangun perkampungan di Kampung Nato Melcem Batuampar.
Saat ini sudah berubah fungsi menjadi komplek pergudangan yang dikenal saat ini komplek MCP jalan Kerapu Batuampar.
Lahan yang akan dijadikan kampung Nato di Batuampar diketahui milik PT Nato Prabu, Perusahaan yang bergerak dibidang penghijauan di Kota Batam.
"Jadi semua pohon akasia yang umurnya sudah tua di Kota Batam, itu ditanam oleh PT Nato Prabu, dibawah pimpinan Basyur, sebagai direktur," kata Parlaungan.
Sambil bekerja di PT. KDA, Parlaungan meminta izin kepada pemilik lahan yakni PT Nato Prabu, untuk dijadikan perkampungan, agar pekerja bisa tinggal di daerah tersebut.
"Saat itu perusahaan galangan di Batam, baru ada dua yaitu PT.Mcdermot dan PT. Aplong," kata Parlaungan.
Kampung Nato terus berkembang dan pada tahun 1982, jumlah penduduk kampung tersebut sudah berjumlah 200 kepala keluarga.
Setelah memiliki penduduk kampung tersebut dimekarkan menjadi RT/RW.
"Jadi tahun 1982 saya sebagai RT, dan Daeng sebagai RW, saat itu Kota Batam hanya satu kecamatan yakni kecamatan Belakang Padang,"kata Parlaungan
Kampung Nato sendiri masuk dalam administratif Desa Nongsa.
Seiring berjalannya waktu pada tahun 1983 kota Batam direncanakan sebagai kota admistratif.
"Sebelum Batam dijadikan kota Admistratif, Kampung Nato melakukan pemekaran dari RT menjadi RW. Jadi saya menjadi Rw tahun 1983. Dan pada bulan Desember 1983 batam ditetapkan sebagai kota Admistratif,"kata Parlaungan.
Setelah menjadi Kota Administratif, Batam dimekarkan menjadi tiga kecamatan yakni kecamatan Belakang Padang, Kecamatan Batam Barat dan Kecamatan Batam Timur.
Pada tahun 1985 Kampung Nato dinobatkan sebagai perkampungan oleh Otorita Batam.
''Saat itu Ahmad Dahlan sebagai Humas di Otorita Batam, beliaulah yang pertama memberikan gelar kepada saya sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Nato. Setelah Kampung Nato dinobatkan perkampungan," kata Parlaungan.
Batam terus berkembang dan penduduk semakin padat dan pada akhirnya tahun 2005 Ahmad Dahlan terpilih sebagai Wali Kota Batam. Saat itulah Parlaungan Siregar disebut sebagai Presiden Nato.
Tahun 1993 kampung Nato Melcen digusur untuk kepentingan industri, warga yang tinggal di daerah tersebut dipindahkan ke Sagulung.
"Jadi saat kami dipindahkan, nama itu tetap saya bawa. Kami diberikan lahan yang disebut kaveling. Jadi nama itu tetap saya bawa. Itulah awalnya di Sagulung saya buat nama kaveling yang diberikan sebagai daerah Kaveling Nato. Nama itu sampai saat ini tetap ada dan berada di Kelurahan Sei Langkai Kecamatan Sagulung," kata Presiden Nato.
Sebagai penghormatan kepada Parlaungan Siregar, Wali Kota batam Ahmad Dahlan juga mengirimkan surat pada saat itu untuk memberi nama Jembatan yang ada di Sungai Langkai.
"Jadi saya dikirim surat untuk memberikan nama jembatan yang dibangun tahun 2006 di Sungai langkai, Jembatan itu saya beri nama Jembatan Nato, dan sampai saat ini nama itu dituliskan dibatu nama jembatan di Sungai Langkai.(Tribunbatam.id, Ian Sitanggang)