ANAMBAS TERKINI
Komunitas Pecinta Alam Anambas Buat Aksi Bersih Pantai, 'Stop Buang Sampah ke Laut'
Komunitas Pecinta Alam Anambas (KOMPAS) bersama anak-anak Pondok Pesantren Modern Khaira Ummah membersihkan Pantai Pasir Manang, Siantan dari sampah.
ANAMBAS, TRIBUNBATAM.id - Komunitas Pecinta Alam Anambas (KOMPAS) bersama anak-anak Pondok Pesantren Modern Khaira Ummah melakukan aksi bersih pantai, di Pantai Pasir Manang, Kecamatan Siantan.
Mereka prihatin dengan masih adanya sampah rumah tangga yang dibuang di laut.
Tema ini kemudian dipilih sekaligus menyerukan kepada warga Anambas untuk menghentikan kebiasaan membuang sampah ke laut.
"Kegiatan ini tujuaanya untuk menjaga pantai dan laut agar tetap bersih dan memupuk rasa cinta terhadap alam dan lingkungan terhadap generasi muda," ujar pembina Kompas, Hakim, Senin (9/3/2020).
Hakim mengatakan, bersih-bersih pantai ini akan menjadi kegiatan rutin sebagai bentuk kesadaran agar masyarakat sekitar dan pengunjung pantai tahu pentingnya menjaga kebersihan dan keberlangsungan ekosistem laut.
"Ini merupakan aksi nyata yang dilakukan oleh Kompas dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan dan bahaya dari sampah plastik," ucapnya.
Kegiatan bersih pantai ini dibuka langsung oleh Ketua Kompas Kepulauan Anambas, Rizal.
Sebagai pembina Kompas, Hakim memberi penjelasan kepada anak-anak Pondok Pesantren Khaira Ummah terkait sampah plastik yang lama terurai.
Sampah plastik akan terurai antara 10 sampai 20 tahun. Sedangkan botol plastik selama 450 tahun baru bisa terurai.
Jika hal tersebut dibiarkan tanpa ada kesadaran masyarakat akan bahaya sampah plastik ini, maka ekosistem laut akan terkena dampaknya baik itu terumbu karang maupun hewan laut lainnya.
"Sangat disayangkan sekali masih kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan pantai dan laut, hal ini kita lihat pada aksi bersih pantai ini sampah yang kita kumpul hampir 3 kantong plastik besar," katanya.
Temukan Raflesia Padma di Hutan Anambas
Tak hanya di Kebun Raya Bogor, bunga bunga refflesia arnoldii atau raflflesia padma juga ada pernah ditemukan di Anambas, Kepulauan Riau.
Bunga itu pertama kali ditemukan 2014 lalu di hutan rimbun Pulau Anambas.
Awal ditemukan dianggap aneh karena bentuknya lain dari pada yang lain.
Adalah Komunitas Pencinta Alam Anambas (Kompas) Anambas yang menemukan bunga langka tersebut pertama kali.
Kompas merupakan sebuah komunitas pencinta alam, yang berdedikasi penuh untuk menjaga dan melestarikan sumber daya alam di Kabupaten Kepulauan Anambas.
Saat itu pada tahun 2014, Mukhtar, ketua Kompas saat ini bersama tim Kompas sebanyak 10 orang masuk hutan.
• Dari Anambas ke Batam, Mie Tarempa Disajikan dalam 3 Pilihan, Ini Resep dan Cara Memasaknya
• Todays Anambas Weather, BMKG Tarempa Calls Anambas Waters Wave Are Not High
Mereka didampingi 20 lebih murid pesantren, niatnya mencari sumber mata air dialiri ke tempat di mana pesantren tersebut berada.
Kala itu pimpinan pondok pesantren juga turut menemani rombongan mendaki Gunung Samak, Desa Rintis, Siantan, Kepulauan Anambas.
"Tentunya ada beberapa larangan yang sebelum rombongan mendaki untuk dipatuhi, karena ini kawasan hutan, rombongan diberi wejangan terlebih dahulu.
Tidak boleh berkata kotor selama perjalanan, karena ini alam bebas, kita tidak diperbolehkan membuang sampah sembarangan, takutnya nanti ada hal yang tidak diinginkan," ucap Mukhtar.
Sepanjang perjalanan murid pesantren berada di depan, tim Kompas mengikuti dibelakang.
Perjalanan ini ia tempuh sekitar 20 menit dari rumah penduduk. Melewati kebun warga, karena ada beberapa warga yang bercocok tanam disekitaran Gunung Samak tersebut.
Saat menyusuri jalanan yang memang sudah ada jalurnya, jadi tidak seperti hutan lebat, sebab sudah ada jalan setapak yang memang sering dilalui warga.
Tak lama Mukhtar dan rombongan melihat bunga raflesia didekat bawah pohon.
Hal ini pun sontak membuat Mukhtar dan rombongan laiinya kaget. Kenapa ada bungka langka di kawasan hutan seperti ini.
"Itu kita ketemunya pun secara tidak sengaja, lalu kami abadikan dengan momen foto-foto," kata Mukhtar.
Saat ditemuinya bunga raflesia ini, Mukhtar mengatakan ada sekitar 5 bunga raflesia yang jaraknya berdekatan. Letaknya di bawah pohon yang ada akarnya.
Namun sayang sekali, dari 5 bunga raflesia yang ditemukan, 3 diantaranya sudah layu (mati). Bentuknya pun sudah menghitam dan menguncup seperti batok kelapa. Seperti itulah Mukhtar mendeskripsikan bentuk bunga raflesia yang sudah layu (mati).
Setelah mengabadikan bunga raflesia tersebut, kita lanjutkan perjalanan mencari mata air. Akhirnya sumber mata air pun didapatkan Mukhtar dan rombongan.
"Saat itu kita berangkat pagi sampai dzuhur, kalau tidak salah itu tanggal 11 Oktober 2014," terang Mukhtar.
Lalu tahun depannya, 2015, tim Kompas melakukan ekspedisi keduanya, untuk memastikan apakah bunga raflesia ini masih hidup di Gunung Samak tersebut.
Mukhtar bersama rombongan kembali mencari bunga raflesia di tempat yang sama.
"Waktu itu kami memang temukan lagi bungan langka ini, cuman kami terlambat, bunganya sudah mati, kadang kalau kita beruntung kita bisa jumpa bunga ini, kadang kalau kita cari bunganya tak muncul, untung-untungan sebenarnya," ujar Mukhtar.
Selain tim Kompas, Polisi Hutan (Polhut) pada 2019 melakukan pencarian bunga raflesia ini. Kemudian disusul oleh anak pramukan di bulan berikutnya.
Mereka juga mencari di kawasan yang pernah Mukhtar datangi. "Sepertinya mereka juga menemukan bunga itu kalau tidak salah di tempat yang sama," ucap Mukhtar.
Setelah beberapa tahun kemudian, Mukhtar mendapatkan kesempatan untuk tes Beasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Setelah mengikuti tes, Mukhtar mengunjungi LIPI, di sanalah ia bertemu peneliti bunga raflesia yang bernama Sofi.
Kemudian Mukhtar menceritakan bahwa di Anambas telah hidup bunga raflesia. Sontak hal ini membuat Sofi kaget.
Bagaiman mungkin sebuah Kepulauan bunga raflesia bisa hidup. Ternyata sofi baru pertama kali mendengar nama Kepulauan Anambas.
Sofi pun berniat untuk mengunjungi Anambas dilain waktu, ingin melihat langsung bunga raflesia yang tumbuh di Gunung Samak tersebut.
Sebenarnya beberapa warga mungkin pernah melihat bunga ini, namun mereka tidak tahu kalau bungan yang sering mereka lihat merupakan bunga langka.
Sebab karena itu masih ada kebun warga, tentuny beberapa warga ada yang pernah melihat bunga tersebut.
"Walaupun bunganya sudah mati, nanti dia akan nyebar lagi di tempat yang sama, tumbuhnya tidak jauh dari bunga yang sebelumnya, diameternya cukup besar (sambil memperlihatkan foto)," ungkap Mukhtar.
Mukhtar berharap agar lokasi ini bisa menjadi tempat berkembangnya bunga raflesia, dan juga nantinya kawasan ini bisa dipagari, sehingga bunga raflesia bisa dilestarikan dan bisa menjadi icon wisata.(TribunBatam.id/Rahma Tika)