Tiap Orang Punya Cerita
Pak Sujud Pati dan Mie Ayam Baloi Persero
Kini, setelah 27 tahun, gerobak biru mie ayamnya jadi salah satu destinasi wisata kuliner favorit keluarga di Kota Batam.
TRIBUNBATAM.id - PAK Sujud (54) termasuk perintis kulakan mie ayam di Baloi.
Kini, setelah 27 tahun, gerobak biru mie ayamnya jadi salah satu destinasi wisata kuliner favorit keluarga di Kota Batam.
Mimpi perantau asal Pati, Jawa Tengah, ini tak muluk-muluk.
“Doakan ya Bang, semoga nomor porsi haji saya, segara dapat giliran,” ujarnya kepada Tribun, Minggu (8/3/2020) sore.
KEGIGIHAN Pak Sujud merintis kedai mie ayamnya adalah napak tilas perkembangan Batam; dari kota industri menjadi kota jasa, seperti saat ini.
Tahun 1992, kala Batam itu baru melepas status ‘kecamatan’ dari Kabupaten Kepulauan Riau.
Sujud bujang pun menuju Pekanbaru, ibukota provinsi Riau, induk administrasi pemerintahan Batam.
Sujud sempat jual mie ayam dengan gerobak di kampung kelahirannya Posono Jollong, Kecamatan Gebang, Kabupaten Pati, menjajal kerasnya ibu kota negara.
Merantau ke Batam adalah pilihan hidup.
“Saya ke Batam itu, spekulasi saja. Modalnya hanya satu kenalan, dari Jakarta.”
Gerobak mie ayam-nya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan dilego-nya. Dengan tabungan Rp500 ribu, dan tanpa ijazah, Sujud tak banyak pilihan.
Tak naik pesawat atau kapal Pelni, ke Batam, Sujud menumpang bus lintas Jawa-Sumatera ke Pekanbaru.
Dari pelabuhan Tanjung Buton, di Siak, Riau, dengan sebundel tas jinjing, dia berlayar.
“Mesin (kapal) Pompong yang saya naikki sempat mati sebelum sampai (pelabuhan) Batu Ampar (Batam),” kenang Sujud.
Di awal dekade 1990-an itu, Batam sepenuhnya dibawah kendali Badan Otoritas Batam (BOB). Infrastruktur, perizinan, dan administrasi usaha hanya untuk industri, bukan untuk usaha kecil, informil sekelas gerobak mie ayam.