HUMAN INTEREST

Meski Harga Rempah Naik, Dwi Meraup Berkah Selama Corona Merebak, Jualan Jamunya Laris Manis

Sejak merebaknya virus covid-19 ternyata membawa keberkahan tersendiri bagi Dwi, seorang penjual jamu di Tiban.

TRIBUNBATAM.ID/REBEKHA ASHARI
Dwi Sudiyarsih (45) yang akrab disapa Bude, penjual jamu di sekitar pintu masuk Pasar Tiban Centre Batam 

"Lagian jamu yang asli itu adalah jamu yang menggunakan rempah-rempah asli yang diblender halus kemudian dimasak. Kalau bubuk menurut saya malah jadi mengurangi kualitas jamu itu sendiri," ujarnya.

Terlepas dari tantangan kenaikan bahan baku jamu tersebut, Dwi mengaku bahwa kondisi pandemi saat ini justru mendatangkan berkah baginya.

Bukan tanpa alasan, di saat harga rempah sedang melambung, sebagian masyarakat memilih rutin untuk meminum jamu lebih dari biasanya.

Hal tersebut membuat jamu milik Dwi menjadi laris manis diserbu orang.

"Alhamdulillah semenjak Corona ini, orang-orang jadi banyak yang minum jamu. Bahkan selain disajikan dalam gelas, saya sediakan juga dalam kemasan botol. Jadi bisa di stok untuk dirumah masing-masing," ujarnya

Menurut Dwi, jamu yang banyak dicari masyarakat saat ini ialah kunyit asem, temulawak, dan beras kencur.

Dalam sehari ia dapat menjual sekitar 20 gelas jamu dan 7 botol jamu. Dwi menjual jamunya di Pasar dari pukul 05:00 pagi hingga pukul 11:00 siang.

Wanita paruh baya yang tinggal di Sungai Panas ini ternyata menjadi satu-satunya tulang punggung untuk keluarganya sejak suaminya berhenti bekerja karena sakit.

"Jamu ini merupakan mata pencaharian pokok keluarga kami. Dulu suami saya kerja di rumah makan bakso milik kerabat, namun semenjak kakinya sakit beliau tidak bekerja lagi. Harapan kami pada jamu ini saja, Mbak. Tidak mudah, makanya untuk menambah penghasilan saya berjualan kerupuk juga. Lumayan untung seribu atau dua ribu kan," ujarnya.

Wanita asal Jawa Tengah ini merantau ke Batam pada tahun 2001 dan tinggal di rumah kerabatnya.

Jamu yang ia jual selama ini merupakan resep terun-temurun keluarganya.

"Dulu bulek saya yang pertama kali mengajarkan saya cara bikin jamu. Beliau juga dulunya berjualan jamu. Namun sekarang saya yang meneruskan. Sebelum jualan jamu di Pasar, saya dulunya keliling daerah kompleks sini. Kadang panas-panasan kadang juga kuyup kena hujan. Cari tumpangan berteduh tidak gampang. Kadang saya numpang di masjid saja kalo kepanasan atau kehujanan. Karena usia semakin tua, saya putuskan untuk berjualan di Pasar saja," ujar Dwi.

Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, saat ini dirinya harus membayar sewa kepada pemilik lapak sebesar Rp 300.000/bulan.

Mengingat kondisi suami tidak lagi sehat, Dwi menggantikan posisi suami untuk mencari uang setiap harinya, dikarenakan hasil penjualannya tersebut harus ia sisihkan untuk membeli obat sang suami.

"Dulu saat sedang sehat, kita berdua sama-sama bekerja mencari uang. Saat sedang diuji seperti ini, saya harus gantikan beliau. Saling mengisi satu sama lain saja," ujar Dwi. (TRIBUNBATAM.id/Rebekha Ashari Diana Putri)

Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved