VIRUS CORONA
FAKTA Baru Pandemi Corona, Ilmuwan Inggris Sebut Bukan di Wuhan Virus Pertama Kali Merebak
Penelitian Universitas Cambridge, menggunakan algoritma matematika yang dapat memetakan pergerakan organisme memperkirakan Sars-CoV-2 bukan dari Wuhan
TRIBUNBATAM.id - Penelitian Universitas Cambridge, menggunakan algoritma matematika yang dapat memetakan pergerakan organisme memperkirakan Sars-CoV-2 bukan dari Wuhan tapi lebih ke arah selatan sekitar September 2019.
Para peneliti menganalisis sejumlah besar strain dari seluruh dunia memperkirakan awal wabah Sars-CoV-2 terjadi di rentang waktu 13 September 2019 dan 7 Desember 2019.
"Virus ini telah bermutasi menjadi lebih efisien tinggal di tubuh manusia berbulan-bulan, tetapi tetap di dalam kelelawar atau hewan lain atau bahkan manusia selama beberapa bulan tanpa menulari orang lain," kata ahli genetika Universitas Cambridge, Peter Forster, Kamis (16/4/2020) seperti dilansir South China Morning Post.
"Kemudian, ia mulai menginfeksi dan menyebar di antara manusia antara 13 September dan 7 Desember, menghasilkan jaringan yang kami sajikan dalam [jurnal] Prosiding National Academy of Sciences [PNAS]."
Tim menganalisis strain menggunakan jaringan filogenetik - sebuah algoritma matematika yang dapat memetakan pergerakan global organisme melalui mutasi gen mereka.
Penelitian Universitas Cambridge, masih berusaha untuk menentukan lokasi pasien nol, dan berharap bantuan dari para ilmuwan di China, tetapi beberapa tanda awal mendorong mereka untuk melihat ke daerah di selatan Wuhan, di mana infeksi virus corona pertama kali dilaporkan pada bulan Desember.
"Apa yang kami merekonstruksi dalam jaringan adalah penyebaran signifikan pertama di antara manusia," kata Forster.
Tim Cambridge baru-baru ini menjadi berita utama internasional dengan sebuah makalah tentang sejarah evolusi virus.
Diterbitkan di PNAS bulan ini, ditemukan bahwa sebagian besar strain yang diambil sampelnya di Amerika Serikat dan Australia secara genetik lebih dekat dengan virus kelelawar daripada strain yang lazim pada pasien dari seluruh Asia Timur, dan jenis virus utama Eropa adalah keturunan dari varian Asia Timur.
• Dibuka 20-23 April 2020, Begini Cara Daftar Kartu Pra Kerja Gelombang 2, Akses PraKerja.go.id
• Sejumlah Tokoh Ramai-ramai Gugat Perppu 1/2020, Ini 6 Pasal yang Digugat hingga Respons Istana
Tapi studi ini hanya berdasarkan analisa 160 strain pertama yang dikumpulkan setelah akhir Desember 2019, sampel yang kecil hingga menghambat peneliti untuk menentukan kapan dan di mana sebenarnya wabah pertama.
Dalam penelitian terbaru mereka, Forster dan rekan-rekannya dari beberapa lembaga termasuk Institute of Forensic Genetics di Munster, Jerman, memperluas basis data dengan 1.001 sekuens genom penuh berkualitas tinggi yang dirilis oleh para ilmuwan di seluruh dunia.
Semakin banyak strain yang dianalisis, semakin tepat mereka dapat melacak asal mula penyebaran virus global.
Dengan menghitung mutasi, akan diketahui orang pertama terinfeksi oleh strain yang paling dekat dengan virus kelelawar.
Sars-CoV-2, virus yang menyebabkan Covid-19, berasal dari kelelawar.
96 persen gen Sars-CoV-2 identik dengan virus corona yang diisolasi oleh para ilmuwan Tiongkok dari kotoran kelelawar di Provinsi Yunnan pada 2013.
Tetapi ada ratusan mutasi antara Sars-CoV-2 dan yang ada di Yunnan, dan virus corona biasanya memperoleh satu mutasi per bulan.
Oleh karena itu beberapa ilmuwan menduga virus itu mungkin telah menyebar dengan tenang pada hewan inang dan manusia selama bertahun-tahun untuk secara bertahap berevolusi menjadi bentuk yang sangat adaptif yang dapat menginfeksi manusia.
Pencarian pasien nol sangat penting untuk mengetahui lompatan dari strain yang tidak berbahaya ke patogen yang mematikan, menurut tim Cambridge.
China Revisi Angka Kematian Pasien Covid-19
Di tengah dugaan ketidakakuratan data Covid-19 China, Xinhua melaporkan, China telah merevisi jumlah resmi korban meninggal akibat virus corona, dengan menambahkan 1.290 angka kematian di Wuhan.
Wuhan merupakan kota tempat virus pertama kali muncul Desember lalu.
Tambahan itu, yang dilaporkan oleh media pemerintah pada hari Jumat, menjadikan angka kematian nasional menjadi 4.636, mayoritas berasal dari provinsi Hubei, lokasi Wuhan berada.
Menurut laporan tersebut, semua kematian tambahan dihitung di Wuhan dan keterlambatan pelaporan kematian disebabkan beberapa alasan.
Pertama, beberapa pasien meninggal di rumah tanpa pergi ke dokter atau sedang diuji untuk virus di mana rumah sakit kewalahan selama puncak epidemi.
Kedua, ada pelaporan terlambat dan tidak lengkap karena pekerja medis dan lembaga sedang sibuk merawat pasien selama epidemi.
Ketiga adalah rumah sakit yang ditunjuk untuk merawat pasien diperluas ke institusi di tingkat kota dan kabupaten, termasuk rumah sakit swasta, dan tidak semua terhubung dan memberi informasi yang tepat waktu ke jaringan epidemi pusat.
Langkah China kemungkinan akan memicu spekulasi tentang keakuratan datanya, yang telah dipertanyakan oleh Presiden AS Donald Trump.
Para pejabat intelijen Amerika telah menyimpulkan bahwa China menyembunyikan tingkat penyebaran dan jumlah kasus dan kematian yang tidak dilaporkan.
Bulan lalu, foto-foto ribuan guci abu yang diangkut ke rumah duka di Wuhan beredar di platform media sosial China, meningkatkan kekhawatiran bahwa jumlah sebenarnya kematian di kota tempat virus pertama kali muncul lebih tinggi daripada yang diakui secara resmi.
Mengutip Bloomberg, China membantah tuduhan bahwa mereka sengaja mengecilkan jumlah korban.
Negara itu mengatakan bahwa mereka membagikan informasi apa yang mereka miliki secara transparan.
Tetapi revisi berulang data sepanjang krisis - termasuk satu hari penambahan hampir 15.000 kasus yang didiagnosis melalui metode klinis yang berbeda pada bulan Februari - telah memicu ketidakpercayaan global.
Sementara revisi tersebut menandai lonjakan yang substansial, angka kematian resmi baru China masih rendah dibandingkan dengan AS di mana kematian yang dilaporkan telah meningkat melewati 30.000.
Di Italia dan Spanyol, jumlah kematian sekitar 20.000 di setiap negara. (scmp/kontan)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Ilmuwan Inggris Beber Fakta Baru Pandemi Covid-19, Bukan di Wuhan Pertama Kali Virus Merebak