TRIBUN WIKI
Tradisi Lampu Colok Asli Melayu, Jadi Festival Tahunan, Puncaknya di 27 Ramadhan
Lampu Colok merupakan tradisi asli masyarakat Melayu yang digelar pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan dan puncaknya pada 27 Ramadan.
TRIBUNBATAM.id - Bulan Ramadan selalu dimeriahkan dengan beragam tradisi unik.
Di Kepulauan Riau, salah satu tradisi yang digelar saat bulan Ramadan adalah tradisi lampu colok.
Tradisi asli masyarakat Melayu ini telah dilakukan sejak dahulu setiap bulan Ramadan.
Pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, masyarakat akan memasang lampu colok di depan rumahnya.
Dalam bahasa Melayu, colok artinya lampu penerang.
Lampu colok ialah sejenis lampu teplok yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakarnya.
Lampu tradisional ini digunakan dengan menyalakan sumbu kompor di dalamnya.
Biasanya, tradisi menyalakan lampu colok dimulai pada malam ke-21 Ramadan atau malam satu likur.
Selain sebagai penerang, memasang lampu colok di depan rumah juga merupakan antusiasme muslim Melayu dalam menyambut malam Lailatul Qadar.
Lailatul Qadar dipercaya turun pada 10 hari terakhir bulan Ramadan dan merupakan hari ganjil.
Tradisi memasang lampu colok di depan rumah telah ada sejak masyarakat belum bisa menikmati listrik.
Lampu ini menjadi penerang jalanan desa dan membantu warga yang ingin bepergian ke masjid maupun ke pusat desa.
Lama kelamaan, meski listrik telah muncul, tradisi ini tetap dilestarikan secara turun temurun dan selalu digelar saat bulan Ramadan.
Pada malam ke-27 atau tujuh likur, suasana akan semakin semarak.
Pasalnya, lampu colok tidak hanya dipasang di depan rumah, namun juga menerangi berbagai sudut desa.