HUMAN INTEREST
PERJUANGAN Mak Nurhayati, Bertaruh Rezeki di Lampu Merah Sejak 1991, Tulang Punggung untuk 7 Anaknya
Mak Nurhayati harus berjuang dengan pengamen dan penjual asongan lain yang menurutnya semakin bertambah sejak Covid-19.
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Panas terik begitu menyengat di perempatan lampu merah Jalan Bunga Raya, Kecamatan Lubuk Baja, Kota Batam, Provinsi Kepri. Satu per satu lampu merah berubah hijau secara bergiliran.
Kendaraan-kendaraan siap melaju, dan para pengamen, penyapu mobil, penjual tisu, dan badut jalanan sontak menyingkir dari antrean kendaraan di lampu merah tersebut.
Beberapa di antara pengamen dan penjaja tisu itu pun beranjak dari lampu merah untuk beristirahat di emperan bangunan Nusa Jaya Mobilindo yang tutup.
Soerang penjual tisu, Mak Nurhayati tak memperdulikan panas terik matahari saat Ramadhan itu. Dalam benaknya, ia harus berjuang mencari Rupiah.
Semenjak wabah Covid-19 menghantam perekonomian, jumlah pengemis pengamen dan asongan di lampu merah itu semakin bertambah.
Ia merasakan perbedaan itu. Boleh dibilang, dirinya orang yang paling berpengalaman mencari rejeki di lampu merah tersebut.
Mak Nurhayati sudah menggantungkan hidupnya dari berjualan koran di lampu merah sejak 1991.
Usaha berjualan di lampu merah ini terkadang tak memperoleh hasil. Pernah ia pulang dengan tangan kosong, meskipun telah menjajakan tisu di lampu merah hingga 5 jam lamanya sejak pukul satu siang.
"Nggak tentu penghasilannya, kadang paling banyak bisa dapat Rp 50 ribu," ujar Mak Nurhayati.
Wanita paruh baya yang tinggal di Tanjung Uma ini, mengaku harus menghidupi seorang suami dan 7 anaknya. Sang suami saat ini tengah menderita penyakit yang membuatnya tidak mampu berjalan.
"Suami cacat, tidak bisa kerja," tambah Mak Nurhayati.
• VIDEO - Pemkot Tegal Perpanjang PSBB Karena Dinilai Efektif Cegah Penyebaran Covid-19
• Yan Vellia Ceritakan Sikap Anak Saat Datang Orang untuk Takziah, Kembali Ingat Pesan Didi Kempot
Terkadang, ia turut mengajak sang anak, yang bernama Nurhayati, untuk mencari rejeki di lampu merah. Ia biasa menjajakan tisu, sedangkan sang anak menyapu kendaraan orang dengan kemoceng.
Nurhayati yang masih duduk di bangku kelas 5 SD tersebut mengaku sudah terbiasa berjaga di lampu merah. Apabila sekolah libur, seperti pada masa Covid-19 ini ia dengan sigap membantu sang ibu menjajakan tisu atau membersihkan kendaraan demi sepeser uang.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Annisa. Gadis yang berusia sekitar 12 tahun ini, sudah mengadu nasib di lampu merah sejak sebelum Covid-19 melanda. Ia terbiasa berkeliling jalanan dan mengamen demi sesuap nasi untuk sang ayah.
Saat ini, ayah Annisa mengidap penyakit kejiwaan dan tidak dapat bekerja. Sementara itu, sang ibu meninggalkan ia dan ayahnya dengan menikahi lelaki lain. Dengan demikian, Annisa adalah satu-satunya tulang punggung bagi keluarganya.
"Saya kerja jadi badut, sejak Covid. Paling banyak bisa dapat uang Rp 100 ribu sehari," ujar gadis dengan pembawaan ramah dan ceria itu.
Lampu hijau perlahan berganti merah, para pencari rejeki tersebut sontak berhamburan menyambut kendaraan-kendaraan yang berhenti di perempatan.(TRIBUNBATAM.id/Hening Sekar Utami)