Sinyal Tanda Bahaya di Laut Bangka Gegerkan Tim SAR Dunia, Baru Terungkap Setelah 7 Jam Dicari
Tim SAR Kelas B Pangkalpinang menerima sinyal distress pada 6 Mei 2020 pukul 12.00 WIB, dengan jumlah notifikasi berkelanjutan sebanyak 17 kali
TRIBUNBATAM.id, PANGKALPINANG - Sinyal tanda bahaya muncul di perairan Laut Bangka pada 6 Mei 2020 lalu.
Sinyal ini ternyata tidak hanya tertangkap oleh Tim Pencarian dan Pertolongan (SAR) kelas B Pangkalpinang.
Tetapi sinyal yang sama juga ditangkap tim SAR di berbagai negara di dunia.
• GEMPA HARI INI Gempa 4.0 SR Guncang Lombok Utara Minggu (10/5) Pagi Pukul 08.01 WIB, Simak Info BMKG
• Lion Air Terbang Lagi Mulai Hari Minggu (10/5) Ini, Harga Tiket Masih Murah
• UPDATE Data 10 Negara dengan Kasus Corona Tertinggi di Dunia, Minggu (10/5) Pagi, Total 4.100.728
Setidaknya ada 17 kali sinyal tanda bahaya itu terus-menerus diterima Tim SAR.
Tim SAR Pangkalpinang pun membuat tim untuk melakukan pencarian.
Apabila tak segera dikonfirmasi, tentu kondisi tersebut bakal menggegerkan SAR Internasional.
Pencarian tujuh jam
Menggunakan armada KN Karna 246, tim melakukan penyisiran di sekitar titik koordinat sumber sinyal darurat.
Setelah tujuh jam pencarian, akhirnya tim menemukan alat pelontar sinyal yang berbentuk kotak hitam tersebut.
Ternyata tidak ada hal yang membahayakan di sekitar koordinat 1°45.168'S 107°10.412'E itu.
"Sebelumnya Kantor Pencarian dan Pertolongan Kelas B Pangkalpinangmenerima sinyal distress pada 6 Mei 2020 pukul 12.00 WIB, dengan jumlah notifikasi berkelanjutan sebanyak 17 kali yang dimulai dari pukul 11.59 hingga 17.08 WIB," kata Kepala Kantor SAR Pangkalpinang Fazzli dalam keterangan tertulis, Sabtu (9/5/2020).
• Link Live Streaming UFC 249 Tony Ferguson vs Justin Gaethje, Minggu Pagi Ini
• Mantan Panglima TNI Djoko Santoso Dikabarkan Meninggal Dunia
Diduga alat pelontar sinyal sengaja dibuang
Setelah dilacak, alat berjenis Emergency Position-Indicating Radio Beacon (EPIRB) tersebut ternyata berasal dari kapal SC Eternity XLVII-LPG Tanker milik PT Sukses Inkor Maritim.
"Selanjutnya tim mematikan perangkat tersebut dan balik ke dermaga," ujar Fazzli. Dalam penyelidikan, diduga bahwa kotak hitam itu sengaja dibuang karena diganti dengan alat yang baru.
"Mereka membawa 2 unit EPIRB. Selajutnya EPIRB yang lama diganti dengan EPIRB yang baru dan yang lama dibuang ke laut. Seketika itu Basarnas mendapatkan notifikasi terus-menerus mengenai distress alert," kata dia.
Kejadian serupa ternyata juga terjadi beberapa waktu sebelumnya.
Saat itu alat berasal dari kapal kargo yang melintas menuju Australia.
Diduga mereka juga membuang alat pelontar sinyal ke laut hingga mengirimkan sinyal darurat ke Basarnas.
SAR akhirnya mengirim broadcast ke kapal-kapal yang melintas guna mengonfirmasi alat tersebut.
Terkait peristiwa-peristiwa itu, SAR meminta agar alat EPIRB digunakan secara benar.
Pelaku bisa dikenakan sanksi karena melanggar aturan.
Ada sanksi berupa denda dan penjara sesuai Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan.(*)
\\
\\
\\
