VIRUS CORONA DI INGGRIS

Diludahi Seorang Pria di Inggris, Penjaga Tiket Kereta Api Meninggal Dunia Akibat Covid-19

Penjaga tiket kereta api dinyatakan meninggal dunia akibat Covid-19 setelah diludahi pria yang mengaku memiliki virus Corona di Inggris. Ini kisahnya.

ISTIMEWA
Gambar mikroskop elektron transmisi menunjukkan virus corona SARS-CoV-2, juga dikenal sebagai 2019-nCoV, virus Corona yang menyebabkan COVID-19. 

TRIBUNBATAM.id, LONDON - Kabar duka terkait virus Corona atau Covid-19 datang dari Inggris.

Seorang penjaga tiket kereta api dinyatakan meninggal dunia akibat Covid-19.

Bekerja di Stasiun Victoria, London Belly Mujinga (47) terinfeksi Covid-19 setelah diludahi pria yang mengaku memiliki virus Corona tersebut.

Setelah Mujinga diserang pada bulan Maret lalu, bersama dengan seorang rekan wanita, ia dikabarkan memiliki masalah pernapasan.

Beberapa hari setelah mereka diludahi, kedua wanita itu jatuh sakit dengan virus Corona.

Dikutip Tribunnews dari BBC, Polisi Transportasi Inggris mengatakan, penyelidikan telah dilakukan untuk melacak pria yang meludahi pasangan itu.

Penjaga tiket kereta api di Stasiun Victoria, London Belly Mujinga (47) meninggal dengan virus corona, setelah diludahi pria yang mengaku memiliki Covid-19
Penjaga tiket kereta api di Stasiun Victoria, London Belly Mujinga (47) meninggal dengan virus corona, setelah diludahi pria yang mengaku memiliki Covid-19 ( )

Jadwal Liga Inggris, Tottenham vs Man United Disebut Jadi Pembuka Laga Comeback Liga Inggris 12 Juni

Suami: Pria Itu Bertanya Kepadanya

Lebih lanjut, Mujinga berada di concourse stasiun Victoria pada 22 Maret 2020 saat didekati tersangka.

Secara terpisah, suaminya, Lusamba Gode Katalay mengatakan, pria itu bertanya kepada istrinya.

Katanya, apa yang Mujinga lakukan dan mengapa dia ada di sana.

"Dia mengatakan kepadanya bahwa dia sedang bekerja dan lelaki itu mengatakan dia terkena virus, lalu meludahinya," terang Katalay.

Dirawat dengan Ventilator

Lebih lanjut, Mujinga kemudian dirawat di Rumah Sakit Barnet pada 2 April 2020 dan memakai vetilator.

Tetapi, ransport Salaried Staffs Association (TSSA) mengatakan, Mujinga meninggal tiga hari kemudian.

Perbuatan Tercela

Secara terpisah, Juru bicara Perdana Menteri Inggris menggambarkan serangan tersebut sebagai aksi tercela.

Lebih lanjut, Katalay mengatakan, dia memanggil istrinya menggunakan aplikasi video saat di rumah sakit.

Tetapi, Kataly menambahkan, dia tidak mendengar kabar darinya lagi.

"Saya pikir dia mungkin tertidur, tetapi dokter menelpon saya untuk memberi tahu, dia telah meninggal," kata Katalay.

"Dia orang baik, ibu yang baik, istri yang baik. Dia orang yang peduli dan mengurus semua orang," ungkapnya.

Pemakaman Dihadiri 10 Orang

Lebih jauh, pemakaman Mujinga dihadiri 10 orang.

Termasuk putrinya yang berusia 11 tahun.

Inggris Lanjutkan Lockdown Sampai 1 Juni, Direncanakan Anak-anak Bisa Sekolah Lagi

Pemerintah Inggris telah mengumumkan akan memperpanjang lockdown akibat virus Corona atau Covid-19.

Inggris akan melanjutkan lockdown hingga 1 Juni 2020 mendatang.

Kebijakan ini diumumkan langsung oleh Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson pada Minggu (10/5/2020) kemarin.

Di saat yang bersamaan, ia juga mengumumkan rencana kehati-hatian dalam mencabut pembatasan yang diberlakukan sejak 7 minggu lalu.

"Belum waktunya mengakhiri lockdown minggu ini," katanya dalam pidato yang disiarkan televisi.

Lalu eks Wali Kota London itu menambahkan, beberapa anak SD bisa kembali bersekolah dan toko-toko dibuka lagi mulai 1 Juni.

Johnson juga mengatakan beberapa tempat umum dapat dibuka lagi mulai 1 Juli, seraya memperingatkan pendatang yang baru mendarat di Inggris akan dikarantina.

AFP pada Minggu (10/5/2020) mengabarkan, pemerintah Inggris terus didesak untuk menjabarkan strateginya agar bisa mengakhiri lockdown.

Hingga Senin (11/5/2020) siang WIB, jumlah kasus Covid-19 di Inggris sebanyak 219.183 dengan 31.885 kematian menurut data dari Worldometers.

Jumlah korbannya adalah yang terbanyak kedua di dunia di bawah Amerika Serikat.

Akan tetapi kalaupun puncak wabah sudah dilewati, Johnson mengatakan akan "gila" menyia-nyiakan pengorbanan yang dilakukan masyarakat sejak lockdown.

PM yang belum lama ini sembuh dari Covid-19 tersebut mengungkapkan, pada Senin (11/5/2020) akan menguraikan "rencana bersyarat" di parlemen.

Skema ini akan berpusat di lima fase Level Peringatan Covid, serupa dengan sistem yang ada saat ini untuk ancaman keamanan. Fase terendah adalah 1, dan yang tertinggi 5.

Johnson mengatakan Inggris berada di level 4 sepanjang wabah, dan "langkah hati-hati" diperlukan untuk turun ke level 3.

Sebagai langkah pertama, pedoman baru ini sekali lagi mendesak orang bekerja dari rumah, menjaga jarak sosial, dan menghindari transportasi umum.

Boris Johnson juga mengemukakan akan ada beberapa pelonggaran pembatasan mulai Rabu (13/5/2020), seperti olahraga dan berjemur tanpa dibatasi, tetapi hanya di lingkungan perumahan.

"Pada langkah kedua, paling cepat 1 Juni setelah pertengahan tahun, kami percaya mungkin berada dalam posisi untuk membuka kembali toko secara bertahap dan menyekolahkan lagi murid SD secara bertahap, dimulai dengan kelas dasar (umur 4-5 tahun), tahun pertama (umur 5-6), dan tahun keenam (umur 10-11)," tambahnya.

Pada langkah ketiga, "Paling cepat Juli... kami berharap membuka kembali setidaknya beberapa industri perhotelan dan tempat-tempat umum lainnya, asalkan mereka aman dan menegakkan social distancing."

Johnson juga mengisyaratkan pembatasan dapat diterapkan kembali, termasuk secara lokal, jika ada lonjakan kasus.

"(Jika) kami telah melalui puncak, menuruni gunung sering kali lebih berbahaya."

Lewati Italia, Kasus Kematian Akibat Covid-19 di Inggris Tertinggi Kedua di Dunia

Wabah virus Corona atau Covid-19 terus menelan korban jiwa setiap harinya.

Terbaru, Inggris melampaui Italia untuk jumlah korban kematian akibat Covid-19 tertinggi kedua di dunia.

Ya, Inggris tepat berada di bawah Amerika Serikat yang masih memuncaki jumlah kasus kematian Covid-19.

Sedangkan sejumlah negara Eropa lainnya mulai melongarkan lockdown atau penguncian .

Pertanda suram datang dari Inggris ketika kematian global mencapai 252.000 orang, mayoritas di Eropa.

Sedangkan di seluruh dunia, sudah lebih dari 3,6 juta orang positif virus Corona, menurut data dari Johns Hopkins University .

Dari jumlah itu, lebih dari 252.000 telah meninggal dunia.

Di Amerika Serikat sendiri, lebih dari 1,1 juta kasus Covid-19 yang dikonfirmasidan lebih dari 69.000 orang Amerika meninggal.

Sedangkan beberapa negara yang paling parah terkena dampak akhirnya melihat angkat kematian dan infeksi baru terus turun.

Tetapi Amerika Serikat, tempat pandemi itu telah merenggut 68.700 orang, memperingatkan lonjakan lebih lanjut dalam kematian dan Rusia menjadi hotspot baru infeksi di Eropa.

Kematian di Inggris sudah lebih dari 32.000 orang, menurut angka terbaru dari Kantor Statistik Nasional, angka tertinggi di Eropa.

"Tidak ada negara yang melaporkan data pendaftaran kematian secepat, sesering, atau seluas dan sedalam Inggris," kata Nick Stripe, Kepala Analisis Kesehatan di ONS di Twitter.

Di tempat lain di Eropa, Italia, Spanyol, dan Prancis yang dilanda kekerasan telah melaporkan kenaikan, tetapi memberi harapan kehidupan hidup akan normal kembali.

Banyak pemerintah di barat mulai mengurangi langkah-langkah tinggal di rumah dalam upaya untuk menghidupkan kembali ekonominya yang hancur.

Tetapi, para ahli memperingatkan resesi global saat ini tidak terlihat dalam beberapa dekade sebeumnya.

Pasar keuangan melihat cahaya di ujung terowongan, karena bisnis di Eropa dan Amerika Serikat secara tentatif dibuka kembali, dan harga saham dan minyak mulai menguat pada Selasa (5/5/2020).

Sempat Dikritik Soal APD Tenaga Medis

Wabah virus Corona atau Covid-19 yang melanda Inggris, turut menelan korban jiwa.

Bahkan Inggris mencatat jumlah kematian akibat Covid-19 tertinggi kedua di Eropa.

Berselisih sekitar 1.000 korban jiwa dengan Italia yang sudah capai angka 27 ribu kematian akibat Covid-19.

Lalu bagaimana tindakan Pemerintah Inggris dalam menangani Covid-19?

Aljazeera mengabarkan, sekitar 26.097 orang di Inggris telah meninggal per 28 April pukul 16.00 setempat akibat Covid-19.

Public Health England (PHE) mengatakan pada hari Rabu, 29 April untuk pertama kalinya Inggris menorehkan jumlah angka harian tinggi mencakup kematian di luar penanganan rumah sakit.

Angka itu termasuk 3.811 kematian tambahan.

Menteri Luar Negeri Dominic Raab, yang dalam beberapa pekan terakhir meggantikan Perdana Menteri Boris Johnson, mengatakan ada 756 lebih banyak kematian di semua penanganan yang dilaporkan pada Selasa dibandingkan dengan sehari sebelumnya.

Hal itu menyebabkan Inggris memiliki lebih banyak kematian Covid-19 dibanding jumlah kematian Perancis atau Spanyol.

"Kita tidak boleh melupakan fakta bahwa di balik setiap statistik ada banyak nyawa manusia yang secara tragis telah hilang sebelum waktunya," kata Raab kepada wartawan.

"Kami masih memerangi puncak pandemi, ini adalah saat yang sulit dan berbahaya dalam krisis."

Diberitakan, Pemerintah Inggris telah dikritik keras atas penanganannya terhadap krisis pamdemi, tidak terkecuali atas penyediaan peralatan perlindungan pribadi untuk tenaga medis.

"Kami juga memberikan penghormatan, tentu saja, kepada mereka yang merawat orang sakit, dan kemarin pukul 11:00 pagi seluruh negeri mengamati keheningan satu menit, momen untuk merefleksikan pengorbanan semua pekerja garis depan kami yang telah meninggal sambil membaktikan diri untuk merawat orang lain dan melayani orang lain, "kata Raab.

Sementara itu, Pemimpin Partai Buruh oposisi Keir Starmer mengkritik respons Johnson terhadap krisis kesehatan publik terburuk di dunia sejak wabah influenza 1918.

Ia juga menyinggung pidato PM Inggris saat berbicara tentang keberhasilan Inggris dalam menangani virus Corona Senin lalu setelah sembuh dari Covid-19.

"Kami mungkin berada di jalur yang tepat untuk memiliki salah satu angka kematian terburuk di Eropa," kata Starmer kepada Parlemen.

"Jauh dari kesuksesan, angka-angka terbaru ini benar-benar mengerikan," tambahnya.

Pada pertengahan Maret, kepala penasihat ilmiah pemerintah mengatakan mempertahankan angka kematian Inggris di bawah 20.000 akan menjadi hasil yang baik.

Setelah melampaui itu, dan jumlah kematian harian dalam ratusan yang tinggi, Yvonne Doyle, direktur perlindungan kesehatan Masyarakat Inggris Kesehatan, mengatakan hal berbeda.

"Ini mungkin mulai menurun, tetapi kami belum yakin akan hal itu," katanya.

(*)

Deteksi Covid-19, Inggris Siap Gunakan Tes Antibodi virus Corona ini, Akurasi 100 Persen

Premier League Liga Inggris Dapat Izin Bergulir Juni 2020, Klopp & Mourinho Setuju, Guardiola?

Para Pelatih Ragu Liga Inggris Bisa Bergulir 12 Juni: Pemain Butuh Lebih Banyak Waktu Buat Latihan

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Penjaga Tiket Kereta Api Inggris Meninggal karena Covid-19 setelah Diludahi Pria dengan virus Corona.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved