VIRUS CORONA DI INGGRIS

Sembuh dari Virus Corona di Inggris, Pangeran Charles: Bagi Saya, Ini Mengerikan

Covid-19 bisa menyerang siapa saja. Tak terkecuali juga melanda para tokoh publik di Inggris, seperti Pangeran Charles. Ini katanya soal virus Corona.

Kompas.com
Pangeran Charles dan Camilla Parker Bowles. 

TRIBUNBATAM.id, LONDON - Inggris merupakan satu dari sekian negara di dunia yang memiliki kasus tertinggi virus Corona atau Covid-19.

Tak terkecuali juga menyerang para tokoh publik di Inggris, seperti Pangeran Charles.

Ya, Pangeran Charles sempat terinfeksi oleh wabah yang berasal dari China ini.

Pangeran Charles menceritakan, dia "lolos begitu saja" ketika menderita virus Corona, yang mulai mewabah di Inggris pada Maret.

Putra Mahkota dengan julukan Prince of Wales itu melakukan isolasi mandiri begitu dinyatakan terpapar, dengan gejalanya terbilang ringan.

"Saya terbilang beruntung. Saya pernah merasakannya.

Jadi, saya bisa memahami apa yang sudah dirasakan orang lain," ujar Pangeran Charles.

UPDATE Jadwal F1 Musim 2020, Mulai 5 Juli untuk 8 Seri Balapan di Eropa, 2 Kali di Inggris & Austria

Diwartakan Sky News via BBC Rabu (3/6/2020), dia menyampaikan simpati kepada mereka yang kehilangan keluarga dan rekan karena virus Corona.

"Saya merasakan mereka yang tidak bisa mendampingi keluarganya (meninggal) di masa seperti ini.

Bagi saya, ini mengerikan," kata dia.

Pangeran berusia 71 tahun itu mengatakan, dia begitu keras mencari solusi agar tidak ada lagi korban yang jatuh karena pandemi ini.

Putra sulung Ratu Elizabeth II dan Pangeran Philip itu sembuh setelah menjalani karantina selama tujuh hari di Birkhall, Skotlandia.

Istrinya, Duchess of Cornwall, juga menjalani pemeriksaan di mana dia diketahui negatif untuk virus yang pertama terdeteksi di Wuhan, China itu.

Dia menjelaskan sangat memahami orang yang berjibaku, baik itu karena menjalani tes Covid-19, maupun juga karena masa sulit.

Sang pangeran berujar, pengalaman terkena Covid-19, membuatnya bertekad untuk "menyerukan dan mendorong" agar ekonomi mereka kembali secara natural.

Dia menerangkan selama wabah, alam sudah ditekan dan dieksploitasi, di mana manusia menggali dan menghancurkan semuanya seolah tak ada hari esok.

Ayah Pangeran Harry dan Pangeran William itu berkata, tanpa belajar dari wabah, mereka bisa menghadapi ancaman serupa di masa depan.

"Semakin kita menggerus alam ini, semakin kita mengikis biodiversitas, semakin besar ancaman kita terpapar bahaya serupa," jelasnya.

Dia memaparkan, seharusnya mereka sudah mendapatkan banyak pelajaran ketika Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS) dan ebola menyerang.

"Jadi, kita harus mendapatkan jalan agar alam bisa kembali menjadi pusat ekononomi kita," kata ahli waris Kerajaan Inggris itu.

Bersama Jepang dan Taiwan, Inggris Setuju Penggunaan Remdesivir Untuk Tangani Covid-19

 Berbagai cara dipilih untuk menangangi pasien virus Corona atau Covid-19.

Salah satu yang makin diminati adalah menggunakan Remdesivir.

Merupakan obat yang diproduksi Gilead Sciences, Amerika Serikat.

Pemerintah Taiwan pada Sabtu (30/5/2020) menyetujui penggunaan Remdesivir untuk mengobati penyakit yang disebabkan virus Corona.

Pemerintah berbagai negara sedang berlomba meningkatkan pasokan Remdesivir, yang mengantongi persetujuan regulator AS bulan ini untuk penggunaan darurat.

Gilead, yang berbasis di California, mengatakan akan menyumbangkan 1,5 juta dosis Remdesivir, cukup untuk mengobati sedikitnya 140 ribu pasien dalam memerangi pandemi global.

Pusat Komando Epidemi Taiwan (CECC) menyebutkan Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan Taiwan mempertimbangkan fakta kemanjuran dan keamanan Remdesivir telah didukung oleh bukti awal dan penggunaannya disetujui oleh sejumlah negara lain.

Atas dasar itu, CECC berpendapat persyaratan telah terpenuhi bagi persetujuan penggunaan Remdesivir pada pasien yang terkena infeksi Covid-19 kategori parah.

Taiwan sukses mencegah penyebaran virus Corona berkat deteksi dini, upaya pencegahan serta sistem kesehatan masyarakat tingkat pertama.

Hingga kini, Taiwan mencatat 442 kasus Covid-19 dan hanya tujuh kematian. Sebagian besar pasien telah sembuh dan hanya tersisa 14 kasus aktif.

Untuk saat ini, belum ada obat atau vaksin yang disetujui untuk Ccovid-19, namun negara-negara Uni Eropa telah memberikan Remdesivir pada pasien berdasarkan aturan penggunaan.

Jepang dan Inggris, mengizinkan penggunaan obat tersebut dan mulai memberikannya pada pasien Covid-19.

Amerika Serikat, pasar farmasi terbesar di dunia, telah memberikan kewenangan penggunaan darurat Remdesivir untuk Covid-19, namun belum menyetujui penggunaannya secara luas.

Gilead Sciences Inc telah mempublikasikan hasil studi yang menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan antara pengobatan Remdesivir selama 5 hari dan 10 hari untuk pasien Covid-19 yang parah.

Gilead mengumumkan temuan-temuan terpenting dari uji coba 29 April. Hasilnya diterbitkan di New England Journal of Medicine.

Uji coba Gilead melibatkan 397 pasien Covid-19 parah yang dirawat di rumah sakit, di mana sebagian besar tidak menggunakan ventilator.

Produsen tersebut mengatakan studi, yang tidak mencakup perbandingan plasebo, menunjukkan 14 hari setelah pengobatan dengan obat intravena, 64 persen pasien yang diobati selama 5 hari dan 54 persen yang diobati selama 10 menunjukkan beberapa pemulihan klinis.

Setelah 14 hari, 8 persen pasien dari kelompok 5 hari dan 11 persen dari kelompok 10 hari meninggal.

Gilead menyebutkan hasil tersebut jangan diinterpretasikan sebagai indikasi durasi yang lebih singkat bekerja lebih efektif sebab bukti hasil yang lebih baik terjadi sejak dini, mengarahkan para peneliti untuk menghubungkan perbedaan keseimbangan dalam status pasien saat pendaftaran.

Kejadian buruk selama pengobatan meliputi mual dan memburuknya gagal pernapasan.

Perusahaan menyebutkan 2,5 persen dari pasien di kelompok 5 hari dan 3,6 persen dari kelompok 10 hari menghentikan pengobatan akibat peningkatan enzim hati.

Revisi Data Covid-19, Jumlah Kematian di Inggris Naik Hampir 10.000 Kasus

Jumlah kasus virus Corona atau Covid-19 di Inggris, termasuk ke dalam jajaran yang tertinggi di dunia.

Pada Selasa (26/5/2020) kemarin, Inggris Raya melakukan perubahan data Covid-19.

Dengan turut mencantumkan kematian "yang terkait" virus Corona di Inggris.

Dengan revisi ini, jumlah korban meninggal meningkat jadi 46.000, naik drastis dari angka sebelumnya yakni 36.914.

Sebelumnya, korban meninggal yang dirilis di Inggris Raya hanya mencakup kematian yang telah dikonfirmasi positif virus Corona.

Lalu Kantor Statistik Nasional (ONS) melakukan studi terpisah, dengan menghitung semua kematian baik dengan dugaan Covid-19 atau yang sudah tercantum positif Covid-19 di sertifikat kematian.

Kantor berita AFP mengabarkan, angka sekitar 46.000 itu adalah gabungan di Inggris, Wales, Irlandia Utara, dan Skotlandia.

Ini berarti jumlah kematian yang terkait dengan virus Corona di Inggris Raya semakin banyak, walaupun tren mingguan menunjukkan perlambatan dalam penyebaran virus.

Negara-negara lainnya juga terus memperbarui jumlah kematian warga mereka dari penyakit baru ini.

Spanyol pada Senin (25/5/2020) merevisi jumlah korbannya menjadi 26.834, dengan penurunan 2.000 kematian.

Perubahan ini terjadi karena petugas di Negeri "Matador" beralih ke sistem pengumpulan data baru, yang menemukan bahwa beberapa kematian dihitung dua kali.

Akan tetapi sebagian besar negara yakin bahwa jumlah resmi yang mereka rilis adalah angka yang sebenarnya.

Italia pada awal Mei menemukan ada hampir 11.700 kematian yang tidak terhitung di rumah sakit, panti jompo, dan masyarakat antara tanggal 20 Februari hingga 31 Maret.

Jika jumlah kematian ini ditambahkan ke angka kematian resmi, jumlah korban meninggal Covid-19 di Italia akan sama dengan yang dilaporkan ONS Inggris pada Selasa.

Inggris Raya adalah salah satu negara Eropa yang belum lama menerapkan lockdown virus Corona.

Sebagian besar toko ditutup dan beberapa restoran serta kafe yang terbuka hanya menyediakan layanan pesan antar.

Akan tetapi Perdana Menteri Boris Johnson berniat membuka kembali sekolah untuk anak-anak mulai 1 Juni, setelah melonggarkan aturan tetap di rumah pada Mei.

Bisnis-bisnis non-esensial dipersilakan buka lagi pada 15 Juni, jika penyebaran virus tetap bisa ditahan, kata Johnson.

(*)

Pemerintah Inggris Izinkan Balapan Formula 1 ( F1 ) Digelar di Sirkuit Silverstone

Bantu Finansial Klub Inggris Saat Pandemi Covid-19, Pengusaha Indonesia Tuai Pujian

Tak Mau Suasana Stadion Sepi, Premier League Liga Inggris Gunakan Suara Fans di Game FIFA 20

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "virus Corona, Pangeran Charles Ungkap Bisa "Lolos Begitu Saja"".

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved