HUMAN INTEREST

Kehilangan Orangtua & Pekerjaan, Malindo Rela Mengecat Tubuh Mirip Silverman Demi Bertahan Hidup

Dengan kaki telanjang tanpa alas serta bermodal polesan cat di sekujur tubuh, Malindo terus berjalan dan menapakkan kakinya di atas aspal yang panas.

TRIBUNBATAM.id/REBEKHA ASHARI DIANA PUTRI
Sosok Silverman yang beraksi di Lampu Merah Gelael Batam Center, Syarif Malindo 20 Tahun 

"Modal Rp 120 ribu cat dan minyak bisa dipakai selama sebulan. Cat ini gampang dihilangkan. Biasanya saya membersihkan dengan sabun dan detergent," ujarnya.

"Saya tidak tahu cat ini aman atau tidak untuk di kulit saya. Saya berharap semoga tidak akan kenapa-kenapa. Namun sering sekali orang mengatakan kalau mata saya merah. Saya juga kaget, padahal tidak perih sedikipun," tambahnya.

Malindo mulai beraksi menjadi Silverman dari pukul 13:00 WIB hingga pukul 20:00 malam.

Dalam sehari, ia mengaku mendapatkan uang puluhan ribu rupiah.

"Tergantung, kalau weekend akan lebih banyak dibandingkan hari biasanya. Alhamdulillah cukup untuk makan dan dikumpulkan untuk biaya kosan," ujarnya

Dengan memilih pekerjaan yang tak lazim ini, tak jarang banyak yang menilai Malindo dengan sebelah mata.

"Saya datang berniat cari kerja untuk bisa hidup. Walaupun harus seperti ini setidaknya lebih baik daripada mencuri dan mengganggu orang lain? Saya tidak pernah berniat buruk seperti yang orang bayangkan. Saya butuh uang untuk makan sama seperti orang lain. Saya tidak ganggu, saya tidak kriminal. Saya hanya minta sedikit rejeki mereka, tapi saya tidak memaksa," ujarnya.

Cemooh terus datang menghampiri Malindo, namun ia tidak memiliki pilihan lain selain melapangkan dada.

"Kalau seperti itu saya hanya bisa menunduk tapi air mata saya yang netes," ucap Malindo dengan sepasang mata yang berkaca-kaca.

Di balik kedatangan Malindo di Batam, sebelumnya Malindo sempat memijakkan kakinya di kota-kota lain.

Hal itu dilakukannya untuk mencari orangtuanya yang telah lama meninggalkannya.

"Saya sekolah sampai kelas 6 SD tinggal dengan kakek yang keterbatasan ekonomi. Nggak punya biaya untuk melanjutkan pendidikan. Bayar buku juga tidak punya uang. Saat itu saya bilang ke kakek saya mau kerja cari uang. Saya pergi meninggalkan tanah kelahiran saya," ujarnya.

Dengan usia sangat belia pada saat itu, Malindo terpaksa mencari uang untuk melanjutkan hidupnya.

"Saat itu nggak punya uang. Perubahan mental pun saya alami. Saya dari Medan ke Pekanbaru sampai ke Jambi numpang mobil-mobil sawit yang melintas dari daerah ke daerah berniat untuk hidup mandiri sekaligus mencari orangtua saya," ujarnya.

Sejak kecil, Malindo telah ditinggalkan kedua orangtuanya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Batam
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved