HUMAN INTEREST
Kehilangan Orangtua & Pekerjaan, Malindo Rela Mengecat Tubuh Mirip Silverman Demi Bertahan Hidup
Dengan kaki telanjang tanpa alas serta bermodal polesan cat di sekujur tubuh, Malindo terus berjalan dan menapakkan kakinya di atas aspal yang panas.
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Syarif Malindo merupakan salah satu korban pandemi Covid-19 yang terus menghantam seluruh aspek kehidupan manusia.
Pria cosplay Silverman di Lampu Merah Batam Center ini lahir di kota Medan pada 20 tahun silam, yang saat ini tengah mengadu nasib di Pulau Batam tanpa sanak-saudara.
Dengan kaki telanjang tanpa alas serta bermodal polesan cat di sekujur tubuh, Malindo terus berjalan dan menapakkan kakinya di atas aspal yang panas terbakar oleh matahari berjuang demi sesuap nasi.
Kejamnya Covid-19 telah dirasakan olehnya hingga luntang-lantung mengais rezeki untuk biaya hidup.
"Saya datang ke Batam Januari 2020 lalu untuk mencari pekerjaan. Sampai keliling-keliling juga nanya ke ibu-ibu mereka butuh pekerja atau tidak," ujar Malindo kepada TRIBUNBATAM.id.
• DUA Bulan Terbaring Akibat Penyakit Serius, Nenek Lusi Makin Tak Berdaya Setelah Anaknya Kena PHK
Banyak hal yang telah dilakukan Malindo agar tetap bisa mengisi perutnya.
Menjadi doorsmer, bekerja di warung makan, hingga mengamen di jalan.
"Awal datang ke Batam kerja di sekitar area Welcome To Batam tepatnya di warung Pak Diman. Di sana saya bantu-batu di warung makannya yang bernama Dua Puteri. Namun sejak adanya Covid-19 ini, terpaksa tutup dan dilarang untuk berjualan di daerah tersebut," ujarnya.
Tak putus asa, Malindo terus berupaya untuk bertahan dari carut-marutnya tanah rantauan.
Setelah berhenti bekerja di Rumah Makan Dua Puteri, Malindo melanjutkan hidup dengan mengamen menyisir luasnya jalanan kota Batam.
Pasrah tidaklah cukup baginya, setiap hari ia harus melewati terik, hujan, panas dan dinginnya kota dengan menjadi seorang pengamen.
Hingga suatu hari, Malindo mendongkrak kreatifitasnya.
Ia memutuskan untuk menjadi Cosplay Silverman untuk meraup lebih banyak pundi-pundi sebab desakan kebutuhan yang terus mengejarnya.
"Setiap bulannya saya perlu bayar uang kos Rp 350.000. Ketika itu saya harus mencari cara bagaimana agar saya bisa membayar kos-kosan, dan uang makan. Dengan mengamen tentu belum mencukupi hal tersebut. Sampai akhirnya memutuskan untuk menjadi Cosplay karena ngeliat teman yang ngecat badannya. Saya terinspirasi," ujarnya.
Untuk menjadi sosok Cosplay Silverman, Malindo mencampurkan cat sablon dengan minyak makan untuk dipoleskan ke seluruh tubuhnya.
"Modal Rp 120 ribu cat dan minyak bisa dipakai selama sebulan. Cat ini gampang dihilangkan. Biasanya saya membersihkan dengan sabun dan detergent," ujarnya.
"Saya tidak tahu cat ini aman atau tidak untuk di kulit saya. Saya berharap semoga tidak akan kenapa-kenapa. Namun sering sekali orang mengatakan kalau mata saya merah. Saya juga kaget, padahal tidak perih sedikipun," tambahnya.
Malindo mulai beraksi menjadi Silverman dari pukul 13:00 WIB hingga pukul 20:00 malam.
Dalam sehari, ia mengaku mendapatkan uang puluhan ribu rupiah.
"Tergantung, kalau weekend akan lebih banyak dibandingkan hari biasanya. Alhamdulillah cukup untuk makan dan dikumpulkan untuk biaya kosan," ujarnya
Dengan memilih pekerjaan yang tak lazim ini, tak jarang banyak yang menilai Malindo dengan sebelah mata.
"Saya datang berniat cari kerja untuk bisa hidup. Walaupun harus seperti ini setidaknya lebih baik daripada mencuri dan mengganggu orang lain? Saya tidak pernah berniat buruk seperti yang orang bayangkan. Saya butuh uang untuk makan sama seperti orang lain. Saya tidak ganggu, saya tidak kriminal. Saya hanya minta sedikit rejeki mereka, tapi saya tidak memaksa," ujarnya.
Cemooh terus datang menghampiri Malindo, namun ia tidak memiliki pilihan lain selain melapangkan dada.
"Kalau seperti itu saya hanya bisa menunduk tapi air mata saya yang netes," ucap Malindo dengan sepasang mata yang berkaca-kaca.
Di balik kedatangan Malindo di Batam, sebelumnya Malindo sempat memijakkan kakinya di kota-kota lain.
Hal itu dilakukannya untuk mencari orangtuanya yang telah lama meninggalkannya.
"Saya sekolah sampai kelas 6 SD tinggal dengan kakek yang keterbatasan ekonomi. Nggak punya biaya untuk melanjutkan pendidikan. Bayar buku juga tidak punya uang. Saat itu saya bilang ke kakek saya mau kerja cari uang. Saya pergi meninggalkan tanah kelahiran saya," ujarnya.
Dengan usia sangat belia pada saat itu, Malindo terpaksa mencari uang untuk melanjutkan hidupnya.
"Saat itu nggak punya uang. Perubahan mental pun saya alami. Saya dari Medan ke Pekanbaru sampai ke Jambi numpang mobil-mobil sawit yang melintas dari daerah ke daerah berniat untuk hidup mandiri sekaligus mencari orangtua saya," ujarnya.
Sejak kecil, Malindo telah ditinggalkan kedua orangtuanya.
"Cari Ibu saya Julia, namun sering dipanggil Sofia oleh orang-orang. Katanya kerja di Malaysia. Sejak 2016 lalu sudah tidak pernah menghubungi. Bapak kandung saya tidak tahu di mana belum pernah jumpa," ujarnya.
Malindo hanya berharap kelak keluarganya dapat kembali berkumpul bersama. Karena sebagai seorang anak tentu merindukan kasih sayang orangtua yang telah lama meninggalkannya.
"Harta bisa dicari, kasih sayang gabisa. Saya ingin seperti anak lainnya yang dekat dengan kedua orangtuanya, saya juga sama seperti anak lainnya yang membutuhkan perhatian kedua orangtuanya," ucap Malindo sambil menangis.
"Selalu Berdo'a, berusaha dan paling penting jujur. Itu yang saya lakukan selama ini," tutupnya. (TRIBUNBATAM.id/Rebekha Ashari Diana Putri)