VIRUS CORONA DI INGGRIS

Meski Pemerintah Berencana Buka Rumah Ibadah, Masjid di Inggris Ini Memilih Tak Beroperasi

Inggris berencana untuk membuka rumah ibadah di seluruh negaranya. Namun, seorang imam besar di Inggris menyarankan untuk tidak membuka masjid dahulu.

Tribun Pontianak
Ilustrasi sholat. 

TRIBUNBATAM.id, LONDON - Sama seperti warga negara lainnya, umat muslim di Inggris juga merasakan dampak besar dari wabah virus Corona atau Covid-19.

Terbaru, Inggris berencana untuk membuka rumah ibadah di seluruh negaranya.

Keputusan ini mendapatkan respon bertolak belakang dari imam besar di Inggris.

Seorang imam besar di Inggris menyarankan untuk tidak membuka masjid hingga kondisi memungkinkan untuk salat berjamaah.

Pemerintah diperkirakan akan mengumumkan gereja, masjid, dan sinagoge bisa beroperasi kembali mulai 15 Juni mendatang, dikutip dari BBC.

Tetapi karena masjid-masjid fungsi utamanya untuk salat berjamaah, para tokoh Muslim menilai bahwa rencana tersebut kurang jelas.

Ketakutan Dikejar Anjing, Turis Inggris Terjebak di Bak Penampungan Air Selama 6 Hari, Kaki Patah

Imam Qari Asim mengatakan pembukaan ini akan menyebabkan risiko yang lebih besar.

Sementara itu, pernikahan diperkirakan masih dilarang menyusul aturan yang akan ditetapkan perdana menteri beserta kabinet pada Selasa mendatang.

Namun di negara bagian Irlandia Utara, tempat ibadah sudah mulai beroperasi.

Sedangkan Skotlandia dan Wales masih belum melakukan hal tersebut.

Pemerintah pusat mengatakan setiap perubahan aturan bergantung dengan lima syarat untuk melonggarkan kuncian.

Ketua Dewan Penasihat Nasional Masjid & Imam (MINAB), Imam Asim meminta masjid agar tidak dibuka dulu hingga kondisi aman terlebih untuk salat berjamaah.

"Perbedaan mendasar antara masjid dan beberapa tempat ibadah lainnya adalah bahwa masjid pertama dan terutama digunakan untuk sholat berjamaah."

"Salat secara pribadi dapat dilakukan di mana saja, terutama di rumah-rumah. Dengan demikian, membuka masjid pada 15 Juni akan menyebabkan lebih banyak tantangan bagi masjid dan imam karena harapan dari masyarakat adalah untuk memulai kembali ibadah kolektif," jelas Imam Asim.

Sekretaris jenderal Dewan Muslim Inggris, Harun Khan juga menilai bahwa masyarakat perlu edukasi lebih jelas terkait inisiatif pemerintah tersebut.

Sehingga pesannya tidak ambigu dan masyarakat tetap berpegang pada pedoman kesehatan.

"Masjid disediakan terutama untuk ibadah jamaah, sehingga saat ini ada ketidakpastian dan keprihatinan yang signifikan dari para pemimpin masjid tentang bagaimana peraturan baru benar-benar dapat diterapkan," kata Harun Khan.

Khan menambahkan bahwa MCB, payung dari asosiasi Muslim, telah berkonsultasi dengan masyarakat di seluruh negeri dan jelas perencanaan proaktif tentang membuka kembali masjid telah terjadi.

MINAB juga telah meminta pemerintah untuk mengizinkan kelompok kecil untuk shalat lima waktu di masjid-masjid.

Di sisi lain Uskup Agung Wesminister dan Katolik Roma paling senior di Inggris dan Wales, Kardinal Vincent Nichols berterima kasih karena tempat ibadah jadi langkah pelonggaran kuncian yang pertama.

Dia memastikan jamaat akan menuruti aturan pembatasan sosial, setidaknya dengan dibukanya gereja masyarakat akan kembali berhubungan dengan tempat ibadah.

Namun dia menambahkan bahwa tidak setiap gereja Katolik akan dibuka pada 15 Juni nanti.

"Keputusan dan ketentuan lokal harus memimpin proses ini," katanya.

Juru bicara Perdana Menteri mengatakan, Johnson menilai masyarakat perlu memiliki ruang beribadah dan berdoa.

Inggris duduk di posisi kelima negara dengan kasus infeksi Covid-19 tertinggi di dunia.

Worldometers pada Senin (8/6/2020) mencatat 286.194 infeksi dengan 40.542 kematian.

Sementara itu angka kesembuhannya tidak tercatat.

Mulai 8 Juni 2020, Wisatawan yang Masuk ke Inggris Akan Dikarantina, Bagaimana Cara Kerjanya?

Ada aturan baru yang diberlakukan bagi para wisatawan yang ingin mengunjungi Inggris.

Pemerintah Inggris memperkenalkan isolasi diri atau karatina selama 14 hari sebagai aturan barunya.

Aturan ini wajib diikuti oleh semua wisatawan yang masuk ke Inggris.

Tentunya guna menghentikan penyebaran virus Corona (Covid-19).

Diwartakan dalam news.sky.com pada Rabu (3/6/2020), ada pengeculian untuk karantina ini yaitu hanya orang yang bekerja di lintas batas seperti pengemudi truk bisa bebas dari karantina.

Masa karantina ini akan diberlakukan mulai Senin (8/6/2020) yang langsung ditinjau oleh Pemerintah setiap tiga minggu.

Evaluasi pertama akan dilakukan pada 28 Juni 2020 untuk melihat perkembangannya.

Faktor-faktor yang akan dinilai termasuk tingkat infeksi dan penularan secara internasional, tindakan yang diterapkan oleh negara lain, serta tingkat kasus impor di negara lain dengan tindakan perbatasan yang lebih longgar.

Karantina tersebut diberlakukan oleh semua pelancong yang datang dengan naik pesawat, kereta api, maupun feri.

Lalu kenapa Inggris memberlakukan karantina?

Meskipun kasus Covid-19 di Inggris menurun, tapi Amerika Serikat dan Brasil masih melaporkan kasus baru setiap hari.

Oleh sebab itu Pemerintah ingin membatasi jumlah kontak fisik para pelancong luar negeri termasuk warga lokal selama dua pekan.

"Tingkat penularan di Inggris terus menurun dan perjalanan internasional kemungkinan akan berlanjut dari rekor terendahnya," kata Menteri Dalam Negeri, Priti Patel.

"Pemerintah bertindak sekarang dengan mengambil pendekatan yang proporsional dan terbatas waktu untuk melindungi kesehatan rakyat Inggris," sambungnya.

Bagaimana cara kerja karantina di Inggris?

Setelah tiba di Inggris, para pelancong akan diminta untuk langsung menuju ke tempat di mana mereka akan isolasi diri selama 14 hari.

Namun pelancong boleh pergi hanya untuk alasan perawatan medis, dukungan layanan sosial, dan pembelian makanan serta obat.

Wisatawan hanya boleh menggunakan transportasi umum dengan tetap menggunakan masker serta jaga jarak selama dua meter.

Bagaimana karantina ditegakkan?

Pelancong akan diminta mengisi formulir saat kedatangan, yang mencakup kontak dan alamat.

Jika pelancong tidak memiliki tempat tinggal di Inggris, Pemerintah akan mengatur akomodasinya.

Bersama Jepang dan Taiwan, Inggris Setuju Penggunaan Remdesivir Untuk Tangani Covid-19

 Berbagai cara dipilih untuk menangangi pasien virus Corona atau Covid-19.

Salah satu yang makin diminati adalah menggunakan Remdesivir.

Merupakan obat yang diproduksi Gilead Sciences, Amerika Serikat.

Pemerintah Taiwan pada Sabtu (30/5/2020) menyetujui penggunaan Remdesivir untuk mengobati penyakit yang disebabkan virus Corona.

Pemerintah berbagai negara sedang berlomba meningkatkan pasokan Remdesivir, yang mengantongi persetujuan regulator AS bulan ini untuk penggunaan darurat.

Gilead, yang berbasis di California, mengatakan akan menyumbangkan 1,5 juta dosis Remdesivir, cukup untuk mengobati sedikitnya 140 ribu pasien dalam memerangi pandemi global.

Pusat Komando Epidemi Taiwan (CECC) menyebutkan Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan Taiwan mempertimbangkan fakta kemanjuran dan keamanan Remdesivir telah didukung oleh bukti awal dan penggunaannya disetujui oleh sejumlah negara lain.

Atas dasar itu, CECC berpendapat persyaratan telah terpenuhi bagi persetujuan penggunaan Remdesivir pada pasien yang terkena infeksi Covid-19 kategori parah.

Taiwan sukses mencegah penyebaran virus Corona berkat deteksi dini, upaya pencegahan serta sistem kesehatan masyarakat tingkat pertama.

Hingga kini, Taiwan mencatat 442 kasus Covid-19 dan hanya tujuh kematian. Sebagian besar pasien telah sembuh dan hanya tersisa 14 kasus aktif.

Untuk saat ini, belum ada obat atau vaksin yang disetujui untuk Ccovid-19, namun negara-negara Uni Eropa telah memberikan Remdesivir pada pasien berdasarkan aturan penggunaan.

Jepang dan Inggris, mengizinkan penggunaan obat tersebut dan mulai memberikannya pada pasien Covid-19.

Amerika Serikat, pasar farmasi terbesar di dunia, telah memberikan kewenangan penggunaan darurat Remdesivir untuk Covid-19, namun belum menyetujui penggunaannya secara luas.

Gilead Sciences Inc telah mempublikasikan hasil studi yang menunjukkan tidak adanya perbedaan signifikan antara pengobatan Remdesivir selama 5 hari dan 10 hari untuk pasien Covid-19 yang parah.

Gilead mengumumkan temuan-temuan terpenting dari uji coba 29 April. Hasilnya diterbitkan di New England Journal of Medicine.

Uji coba Gilead melibatkan 397 pasien Covid-19 parah yang dirawat di rumah sakit, di mana sebagian besar tidak menggunakan ventilator.

Produsen tersebut mengatakan studi, yang tidak mencakup perbandingan plasebo, menunjukkan 14 hari setelah pengobatan dengan obat intravena, 64 persen pasien yang diobati selama 5 hari dan 54 persen yang diobati selama 10 menunjukkan beberapa pemulihan klinis.

Setelah 14 hari, 8 persen pasien dari kelompok 5 hari dan 11 persen dari kelompok 10 hari meninggal.

Gilead menyebutkan hasil tersebut jangan diinterpretasikan sebagai indikasi durasi yang lebih singkat bekerja lebih efektif sebab bukti hasil yang lebih baik terjadi sejak dini, mengarahkan para peneliti untuk menghubungkan perbedaan keseimbangan dalam status pasien saat pendaftaran.

Kejadian buruk selama pengobatan meliputi mual dan memburuknya gagal pernapasan.

Perusahaan menyebutkan 2,5 persen dari pasien di kelompok 5 hari dan 3,6 persen dari kelompok 10 hari menghentikan pengobatan akibat peningkatan enzim hati.

(*)

Singgung Asal Muasal virus Corona, Mantan Ketua MI6 Inggris Sebut Covid-19 Buatan Manusia

Tak Hasilkan Manfaat, Inggris Hentikan Uji Coba Obat Anti Malaria Kepada Pasien Covid-19

Sejarah Teknologi Layar Sentuh, Ternyata Telah Ditemukan Sejak 1965, Insinyur Asal Inggris Penemunya

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Masjid di Inggris Memilih Tidak Beroperasi Meski Pemerintah Berencana Buka Rumah Ibadah.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved