Kasus Covid-19 Melonjak, 100 Gerai Apple Store di Amerika Serikat Batal Dibuka Kembali

Apple mengurungkan niat untuk kembali membuka 100 gerai Apple Store di Amerika Serikat. Akibat kasus Covid-19 yang terus melonjak di Amerika Serikat.

apple
Ilustrasi Apple Store di Amerika Serikat. Kasus Covid-19 di Amerika Serikat melonjak, Apple batal untuk membuka kembali 100 gerainya. 

TRIBUNBATAM.id, WASHINGTON - Tingginya kasus virus Corona atau Covid-19 di Amerika Serikat berimbas pada sektor usaha yang ada.

Seperti yang terjadi pada Apple, yang mengurungkan niat untuk kembali membuka gerai Apple Store di Amerika Serikat.

Diketahui ada sekitar 100 gerai Apple Store yang batal dibuka kembali di Amerika Serikat.

Mengutip dari laman situs The Straits Time pada Senin (22/6/2020), batalnya pembukaan 100 gerai Apple Store  ini karena kasus virus Corona atau Covid-19 yang terus melonjak di AS.

Kasus melonjaknya kasus Covid-19 di AS, malah memaksa Apple kembali menutup sementara sebagian tokonya.

Toko yang akan tutup untuk sementara yaitu toko di Florida, Arizona, Carolina Selatan dann Carolina Utara.

Amerika Serikat Pilih Hentikan Uji Klinis Obat Malaria untuk Covid-19

Penutupan toko ini, dilaporkan membuat produsen teknologi asal AS itu mengalami penurunan saham sebesar 0,5 persen.

Menurut kepala penjual retail Apple, Deirdre O'Brien, mengatkan perusahaan akan mengevaluasi data Covid-19 secara lokal terkait keputusan menutup gerainya atau tidak.

Ia menambahkan, meskipun saat ini beberapa toko masih tetap buka tetapi bukan berarti tidak ada kemungkinan akan dilakukan penutupan sementara.

Terkait lonjakan kasus Covid-19, situs Worldometers.info menampilkan data bahwa AS mengalami lonjakan kasus Covid-19 yang tinggi.

Hingga hari Minggu (21/6/2020), tercatat lebih dari 2,3 juta kasus infeksi Covid-19 di AS dan jumlah kematian mencapai 121 ribu.

Disebut Hanya Puncak Gunung Es, Bagaimana Rasio Kasus dan Kematian Covid-19 di Amerika Serikat?

Amerika Serikat masih berada pada peringkat teratas di dunia untuk jumlah kasus virus Corona atau Covid-19 tertinggi.

Berdasarkan data dari Worldometer, Amerika Serikat telah mencatat lebih dari 2,2 juta kasus Covid-19.

Di peringkat kedua ada Brazil, memiliki jumlah kasus Covid-19 yang bahkan tak sampai setengah kasus di Amerika Serikat.

Meskipun mencatat jumlah kasus infeksi tertinggi dengan 2,2 juta kasus, Hakim Wilayah Dallas Clay Jenkins mengatakan, kasus yang tampak seperti rawat inap hanya sebagian dari puncak gunung es.

“Gunung es di bawah air jelas jauh lebih besar dari gunung es di atasnya dan sedikit peningkatan rawat inap menunjukkan peningkatan penyakit yang lebih besar,” ujar dia dilansir dari dallasnews, Selasa (16/6/2020).

Lantas apa yang dimaksud dengan puncak gunung es disini?

Tangakapan layar ilustrasi kasus gunung es infeksi covid di AS.
Tangakapan layar ilustrasi kasus gunung es infeksi covid di AS. (https://preventepidemics.org/)

Puncak gunung es

Melansir Prevent Epidemics, 11 Juni 2020, mereka menggunakan istilah "puncak gunung es" artinya, 2,2 juta kasus itu hanyalah puncak gunung yang terlihat, sementara di bawahnya masih terdapat begitu banyak es sebagai dasarnya.

Sebab sebagian besar kasus Covid-19 di AS belum didiagnosis sebagai Covid-19.

Jumlah kasus yang belum terdiagnosis itu, jauh lebih besar daripada jumlah kasus yang saat ini sudah diketahui.

Kesimpulan ini didapat dengan melihat data-data yang ada sebelumnya.

Pada 10 Juni 2020, AS melaporkan 2 juta kasus infeksi di wilayah negaranya dengan 112.000 kematian.

Itu berarti, dari semua kasus yang dilaporkan tingkat kematian ada di rasio 5,5 persen, atau 1 dari 17 kasus.

Akan tetapi, hasil konsensus memperkirakan persentasi jumlah kasus meninggal tidak ada di angka 5,5 persen, melainkan 0,05-1 persen.

Melihat hal tersebut, berarti kematian terjadi pada 1 dari 100-200 kasus infeksi.

Perkiraan kasus kematian dari konsensus itu yang paling dianggap valid ada di angka 0,8 persen. Jika kematian yang terjadi ada di angka 112.000, maka total kasus infeksi yang sesungguhnya terjadi ada di kisaran angka 14.000.000 kasus.

Angka 112.000 kematian merupakan 0,8 persen dari 14.000.000 kasus infeksi yang mungkin terjadi.

Sehingga apabila hari ini kasus yang terdeteksi baru ada di angka 2 juta kasus, itu berarti hanya 14 persen dari total kasus yang sesungguhnya ada.

Jumlah tes dan orang tanpa gejala

Banyak faktor yang melatarbelakangi mengapa lebih banyak kasus Covid-19 di AS yang belum ditemukan, daripada yang sudah terdeteksi.

Pertama karena kurangnya tes yang dilakukan, meskipun negara ini termasuk dalam negara yang memiliki tes uji Covid-19 terbanyak untuk masyarakatnya.

Faktor yang kedua adalah banyaknya penderita yang tidak menunjukkan gejala. Faktor ini diperkirakan menyumbang 35 persen dari total kasus yang belum ditemukan.

Pandemi Covid-19 Pukul Perekonomian, Utang Amerika Serikat Tembus Rp 782.600 Triliun

 Kabar terkait utang negara Amerika Serikat kembali menjadi sorotan publik.

Kali ini, Federal Reserve menyatakan nilai utang Amerika Serikat kembali mengalami lonjakan.

Bank sentral Amerika Serikat itu juga menyinggung soal perbedaan jumlah utang yang terus naik.

Adapun pada saat bersamaan, kekayaan rumah tangga merosot pada kuartal I 2020, sebagai dampak dari pukulan pandemi virus Corona (Covid-19) terhadap perekonomian.

Total utang domestik melonjak 11,7 persen menjadi 55,9 triliun atau sekitar 782.600 triliun (kurs Rp 14.000).

Jika dibandingkan dengan kuartal IV-2019, nilai utang tersebut meningkat 3,2 persen.

Dikutip dari CNBC, Jumat (12/6/2020) lebih rinci The Fed menjelaskan, lonjakan utang terbesar terjadi pada utang swasta yang tumbuh 18,8 persen, sementara utang pemerintah federal tumbuh 14,3 persen.

Secara keseluruhan, utang pemerintah AS saat ini sebesar 26 triliun dollar AS.

Utang rumah tangga tercatat tumbuh 3,9 persen, sebagian besar dikontribusikan oleh Kredit Pemilikan Rumah (mortgage) yang tumbuh 3,2 persen, sedangkan utang konsumen tumbuh 1,6 persen.

Di saat bersamaan, jatuhnya nilai pasar saham mengikis total nilai kekayaan bersih Negeri paman Sam, yang merosot 7,4 triliun dollar AS menjadi 110,8 triliun.

Meski demikian, Wall Street telah memulih setelah sempat berada pada titik terendah pada bulan Maret. Adapun nilai ekuitas tercatat merosot 7,8 triliun pada kuartal I-2020, dengan nilai real estate meningkat 400 miliar dollar AS.

The Fed menjelaskan, lonjakan nilai utang dan penurunan nilai kekayaan rumah tangga terjadi seiring dengan berakhirnya masa ekspansi perekonomian terpanjang sejarah Amerika Serikat.

Sebelumnya, awal pekan ini Biro Riset Ekonomi Nasional setempat menyatakan Amerika Serikat mengalami resesi pada Februari tahun ini, setelah selama 11 tahun mengalami ekspansi.

Dihantam Covid-19, Amerika Serikat Umumkan Alami Resesi Ekonomi Pada Februari 2020 Lalu

Bukan rahasia lagi, sejumlah negara mengalami penurunan sektor perekonomian akibat wabah virus Corona atau Covid-19.

Termasuk Amerika Serikat (AS) yang mengalami lesunya perekonomian usai dihantam wabah ini.

Ya, Amerika Serikat bahkan mengumumkan telah masuk ke jurang resesi ekonomi.

Dilansir dari BBC, Selasa (9/6/2020), Biro Riset Ekonomi Nasional AS (NBER) mengumumkan hal tersebut. Pertimbangannya adalah skala dan tingkat keparahan kontraksi ekonomi AS saat ini.

NBER menyatakan, kegiatan ekonomi dan angka pengangguran dengan jelas mencapai puncak pada Februari 2020, sebelum anjlok.

Pernyataan NBER mengenai resesi secara resmi mengakhiri periode ekspansi ekonomi selaama lebih dari satu dekade, terlama dalam sejarah AS.

Resesi telah diprediksi setelah pertumbuhan ekonomi AS mengalami kontraksi atau minus 5 persen pada kuartal I 2020.

Perusahaan-perusahaan juga dilaporkan memangkas setidaknya 22 juta pegawai pada Maret dan April 2020.

Ini sejalan dengan adanya pembatasan kegiatan untuk mengendalikan penyebaran virus Corona memaksa banyak perusahaan menutup aktivitasnya.

Sejumlah ekonom berharap pemangkasan jumlah pegawai telah berhenti saat ini dan diikuti oleh rebound alias penguatan kembali.

Pada Mei 2020, perusahaan-perusahaan AS menambah 2,5 juta pegawai, sejalan dengan sejumlah negara bagian telah membuka kembali perekonomian.

NBER menyatakan, pihaknya memandang skala penurunan ekonomi yang dimulai pada Februari 2020 lebih signifikan daripada durasinya.

"Besarnya penurunan jumlah tenaga kerja dan produksi yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan jangkauan luasnya di seluruh ekonomi, menjamin penetapan periode ini sebagai resesi, bahkan jika ternyata lebih singkat dari kontraksi sebelumnya," kata NBER.

NBER sendiri mendefinisikan resesi sebagai kondisi kontraksi ekonomi yang berlangsung selama beberapa bulan.

NBER telah mengumumkan 12 resesi yang dialami AS sejak tahun 1948. Adapun periode resesi terpanjang pasca Depresi Besar adalah periode Desember 2007 sampai Juni 2009 atau 18 bulan.

Banyak ekonom telah memperingatkan, pukulan ekonomi kemungkinan besar akan terus terjadi, bahkan jika kondisi terburuk telah berlalu.

Bank Dunia pada Senin (8/6/2020) memperkirakan ekonomi global akan terkontraksi alias minus 5,2 persen tahun ini, atau mengalami resesi terdalam sejak Perang Dunia II.

Bank Dunia pun memperkirakan ekonomi AS minus 6,1 persen, sementara perekonomian kawasan Eropa menyusut 9,1 persen.

Adapun pertumbuhan ekonomi global diperkirakan mencapai 4,2 persen pada tahun 2021 mendatang.

Namun demikian, Bank Dunia memperingatkan bahwa perkiraaan tersebut bersifat tidak pasti dan besar kemungkinan terjadi risiko penurunan.

Ini terjadi bila ada kemungkinan pandemi yang terjadi berlarut-larut, gejolak di pasar keuangan, serta kemunduran pada perdagangan dan rantai pasok global.

(*)

Harga Tes Covid-19 di Indonesia Dinilai Mahal, Bagaimana Tarifnya di Amerika Serikat?

Kalangan Dewasa Muda Dominasi Kasus Covid-19 di Negara Bagian Amerika Serikat, Ini Alasannya

Akibat Perang Dagang, Peringkat Daya Saing Amerika Serikat dan China Merosot, Singapura Naik

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kasus Covid-19 di AS Melonjak, Apple Batal Membuka Kembali 100 Gerainya.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved