Curigai Kondisi Kesehatan Kim Jong Un, Jepang Temukan 'Pergerakan Aneh' di Korea Utara
Jepang akui mendeteksi 'pergerakan aneh' di Korea Utara. Jepang juga mencurigai terkait kondisi kesehatan Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un.
TRIBUNBATAM.id, PYONGYANG - Ketegangan yang terjadi di perbatasan Korea Utara dengan Korea Selatan menjadi perhatian sejumlah negara di dunia.
Termasuk Jepang, yang akui mendeteksi 'pergerakan aneh' di Korea Utara.
Jepang juga mencurigai terkait kondisi kesehatan Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un.
Hal ini lantaran Kim Jong Un kembali tidak muncul ke hadapan publik.
Dalam rapat pers di Jepang, Menteri Pertahanan Jepang, Taro Kono menyatakan kecurigaannya akan kondisi kesehatan Kim Jong Un, namun dia tidak memberi penjelasan lebih lanjut.
Kepada media, Taro Kono juga mengatakan kalau 'pergerakan' di negara tertutup Korea Utara itu, "semua tampak aneh."
• Korea Utara Tuding Korea Selatan Hanya Jadi Boneka Amerika Serikat dalam Perjanjian Duo Korea
Pyongyang bersikeras bahwa negara itu tidak memiliki kasus infeksi virus Corona meski wabah itu sudah mengglobal dan menjangkiti belasan ribu warga Korea Selatan, negara tetangganya.
Sementara itu, melansir Daily Mirror, Menteri Pertahanan Jepang Taro Kono mengatakan kepada wartawan bahwa, "Kami curiga tentang kesehatan dia (Kim Jong Un)."
Dia mengklaim adanya 'pergerakan yang sangat aneh di Korea Utara karena Kim mencoba untuk tidak terinfeksi (virus Corona)'.
Namun sayangnya, Kono tidak mengelaborasikan apa yang terjadi pada Kim atau berspekulasi tentang kematiannya. Dia hanya berkata, "Saya tidak diizinkan untuk mendiskusikan isu intelijen."
Seorang pejabat terkemuka di Jepang dan Amerika Serikat serta negara lain menurut Mirror telah saling bertukar informasi terkait kondisi pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un.
Pemimpin tiran itu terkadang lama tidak muncul di muka publik dan memicu rumor kematian terhadap sosoknya.
Sebelumnya, pada awal tahun ini Kim diisukan meninggal akibat operasi kardiovaskular.
Setelah ramai diisukan meninggal, Kim tiba-tiba muncul dalam peresmian sebuah pabrik pupuk baru di Korea Utara pada 1 Mei lalu.
Namun, beberapa tokoh menganggap sosok itu bukan Kim melainkan 'orang pengganti yang mirip dengannya'.
Setelah kemunculannya itu, dia kembali menghilang selama 3 minggu dan menimbulkan banyak pertanyaan tentang kondisi kesehatannya.
Ketika teori kematiannya mulai mencuat, Kim muncul kembali dengan membuat deklarasi tentang persiapan negaranya dalam siaga nuklir.
Sementara itu, dalam beberapa pekan terakhir ketegangan meningkat lagi di semenanjung Korea, setelah rezim Kim meledakkan kantor penghubung diplomatik dalam bentrokan terbaru dengan Seoul.
Foto-foto Kim yang tersenyum bahkan dirilis oleh media resmi pemerintah, Kantor Berita Pusat Korea pada 7 Juni lalu.
Selain itu, untuk mengetahui perkembangan kondisi Kim Jong Un, 2 bulan lalu, Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi telah mengungkapkan bahwa pemerintahnya telah bekerja sama dengan AS untuk mengumpulkan informasi.
Korea Utara Berencana Kirim 12 Juta Selebaran Propaganda, Korea Selatan Minta Untuk Berhenti
Korea Utara tampak semakin intens melayangkan propaganda kepada Korea Selatan.
Diketahui Korea Utara telah kembali memasang pengeras suara di perbatasannya dengan Korea Selatan untuk siarkan propaganda.
Kini, Korea Utara dikabarkan akan menyebarkan 12 juta selebaran berisi propaganda ke wilayahnya.
Menanggapi hal tersebut, Korea Selatan meminta kepada tetangganya, Korea Utara, untuk menghentikan upaya tersebut.
Tensi di Semenanjung Korea meningkat dalam beberapa pekan terakhir, dimulai dari penghancuran kantor perwakilan dua negara di Kaesong.
Kemudian Korea Utara mengancam bakal mengerahkan militer, dengan yang terakhir mereka menyatakan sudah mencetak 12 juta selebaran propaganda.
Berbagai ancaman itu terjadi buntut pembelot Korut yang sering mengirim propaganda melawan Kim Jong Un di perbatasan Korea Selatan.
Jika Pyongyang benar-benar menjatuhkan jutaan pamflet, itu akan menjadi aksi propaganda terbesar yang mereka lakukan kepada rivalnya tersebut.
Seoul pun bereaksi, di mana mereka meminta Korut untuk membatalkan rencana itu, di mana aksi tersebut "tidak akan memperbaiki relasi".
Namun Pyongyang tak peduli. Mereka bahkan sudah mengklaim bakal mengirim selebaran ke "wilayah musuh" menggunakan 3.000 balon.
Beberapa pakar memprediksi, Korut kemungkinan akan menggunakan drone, yang biasanya dibanggakan oleh Pyongyang, jika cuacanya tak mendukung.
Dalam editorial KCNA, keputusan mereka untuk menyebarkan selebaran merupakan bentuk "kemarahan yang tak terpadamkan dari rakyat".
"Waktu pembalasan sudah semakin dekat," koar media pemerintah tersebut sebagaimana diberitakan Sky News Senin (22/6/2020).
Pakar menyatakan, segala bentuk penyebaran akan menjadi babak terbaru ketegangan yang diyakini, untuk membuat AS dan Seoul masuk mengajukan konsesi baru.
Aktivis di Korea Selatan mengancam, mereka akan menjatuhkan jutaan pamflet pada akhir pekan ini, untuk memperingati 70 tahun Perang Korea.
Kelompok yang dipimpin para pembangkang biasanya mengirim selebaran, makanan, dan USB berisi informasi soal Korsel lewat balon atau diapungkan ke sungai.
Secara teknis, dua Korea saat ini masih berperang karena konflik 1950-1953 tersebut berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.
Pada 2018, Presiden Moon Jae-in dan Kim Jong Un dalam pertemuan di Panmunjom sepakat untuk mengakhir segala bentuk permusuhan.
Namun, ketegangan mulai timbul setelah pada Februari 2019, perundingan Kim dengan Presiden AS Donald Trump berakhir tanpa kesepakatan apa pun.
Saat ini, Korea Utara masih mengalami krisis dikarenakan hantaman sanksi dari Dewan Keamanan PBB, buntut uji coba mereka akan senjata nuklir.
Siarkan Propaganda, Korea Utara Mulai Pasang Pengeras Suara di Perbatasan Korea Selatan
Ketegangan antara Korea Utara dengan Korea Selatan rupanya terus berlanjut.
Terbaru, Korea Utara mulai memasang lagi pengeras suara untuk menyiarkan propaganda mereka.
Pengeras suara yang dipasang di perbatasan dengan Korea Selatan itu diketahui sempat dicabut pada 2018 lalu.
Dalam pertemuan 2018 di Panmunjom, Presiden Korsel Moon Jae-in dan Pemimpin Korut Kim Jong Un sepakat untuk menghentikan segala permusuhan.
Upaya pengurangan itu antara lain dengan mencabut pengeras suara yang menyebarkan pesan propaganda, dan menghentikan penyebaran pamflet.
Berdasarkan keterangan militer Korea Selatan, Korea Utara terdeteksi memasang loudspeaker itu "di beberapa titik" Zona Demiliterisasi sejak Minggu (21/6/2020).
"Kami mendeteksi langkah mereka di 10 kawasan, yang dilakukan secara simultan," jelas kantor Kepala Staf Gabungan, dikutip Yonhap Senin (22/6/2020).
Sementara kementerian pertahanan menerangan, mereka memonitor setiap pergerakan Pyongyang, dan menegaskan siap mengambil tindakan jika diperlukan.
Salah satu sikap yang dipertimbangkan adalah memasang juga loudspeaker mereka, yang diketahui dilepas setidaknya di 40 titik.
Langkah Korut memasang lagi pengeras suara terjadi di tengah keterangan dengan negara tetangga selama sekitar dua pekan terakhir.
Pada Selasa pekan lalu (16/6/2020), negara komunis tersebut meledakkan kantor perwakilan gabungan dengan Korsel yang berlokasi di Kaesong.
Penghancuran itu disusul ancaman bahwa mereka siap mengerahkan militer ke perbatasan, selain menyebut Seoul sebagai "musuh".
Berbagai ancaman Korea Utara muncul karena mereka menganggap Seoul tidak becus menangani aktivitas para pembelot di perbatasan.
Para pembangkang Korut sering mengirim barang, maupun menyebarkan selebaran berisi kecaman dan tudingan bahwa Kim Jong Un adalah pelanggar HAM.
(*)
• Mulai 15 Juli 2020, Film Train to Busan 2: Peninsula Akan Tayang Perdana di Bioskop Korea Selatan
• Tuai Kesuksesan di Korea Selatan, Drama Korea Hotel Del Luna Akan Dibuat Versi Amerika
• Korea Utara Ancam Ubah Perbatasan Jadi Benteng Pertahanan, Korea Selatan Tak Ambil Pusing
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kondisi Kim Jong Un, Jepang Deteksi 'Pergerakan Aneh' di Korea Utara".