Trump Ungkap Ingin Bertemu Kim Jong Un, Korea Selatan Mendukung, Korea Utara Merasa Tak Butuh
Donald Trump dikabarkan ingin bertemu dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un. Korea Utara menyatakan, mereka "merasa tidak butuh" atas pertemuan ini
TRIBUNBATAM.id, PYONGYANG - Donald Trump dikabarkan ingin bertemu dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un.
Keinginan Presiden Amerika Serikat ( AS) itu disampaikan lewat eks Penasihat Keamanan Nasional AS, John Bolton, Kamis (2/7/2020).
Menanggapi hal ini, Korea Utara menyatakan, mereka "merasa tidak butuh" untuk melanjutkan pembicaraan dengan Amerika Serikat.
Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara, Choe Son Hui menyampaikan itu setelah tetangga, Korea Selatan (Korsel), menyerukan adanya pertemuan tingkat tinggi lain dengan Pyongyang.
John Bolton juga mengungkapkan kepada media setempat bahwa Trump ingin melakukan pertemuan dengan pemimpin negara komunis itu pada Oktober.
Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in mendukung terealisasinya pertemuan kedua kepala negara yang telah lama ia harapkan.
• Kim Jong Un Kembali Muncul di Publik, Tegur Para Pejabat Korea Utara Terkait Covid-19
Moon mengatakan bahwa Korea Selatan akan melakukan "upaya terbaik" untuk membantu mewujudkannya.
Tetapi Choe mengatakan bahwa Pyongyang "tidak merasa perlu duduk berhadapan dengan AS", yang mana pernyataan itu disiarkan oleh Kantor Berita Pusat Korea Utara, atau KCNA.
Sang wakil menteri luar negeri itu menyebut bahwa AS adalah "pemimpi" yang berharap untuk "kejutan Oktober".
"AS keliru jika berpikir hal-hal seperti negosiasi masih akan berhasil pada kita," kata Choe.
Ia menyampaikan secara resmi atas nama negara bahwa Washington "menganggap dialog DPRK (Rakyat Demokratik Rakyat Korea)-AS tak lebih dari alat untuk mengatasi krisis politiknya".
Melansir dari AFP (4/7/2020), Bolton dilaporkan mengatakan Trump akan bertemu dengan Kim jika itu akan membantu peluang pemilihan Trump kembali.
Sementara, Korea Utara "sudah menyusun jadwal strategis yang terperinci" untuk menangani "ancaman jangka panjang" dari Washington, kata Choe.
Pembicaraan tentang persenjataan nuklir Pyongyang telah mandek sejak pertemuan puncak Hanoi antara Trump dan Kim runtuh, pada awal 2019.
Laporan terbaru mengatakan, Wakil Menteri Luar Negeri AS, Stephen Biegun akan mengunjungi Seoul pekan depan untuk membahas pembicaraan dengan Pyongyang, meskipun Korsel belum mengonfirmasi pertemuan itu.
Juni, Pyongyang mengeluarkan serangkaian kecaman pedas terhadap Korea Selatan atas selebaran anti-Pyonyang yang dikirim para pembelot di perbatasan kedua negara.
Selebaran itu biasanya dikirim dengan dilekatkan pada balon atau dimasukan ke dalam botol dan diapungkan ke sungai.
Serangan para pembelot telah meningkatkan ketegangan kedua negara yang mendorong Korea Utara meledakkan kantor penghubung Kaesong, dan mengancam mengerahkan militer.
Namun, pekan lalu dikatakan mereka telah menangguhkan rencana-rencana itu yang dapat menekan ketegangan.
Pernyataan Choe muncul sehari setelah Cheong Wa Dae atau Gedung Biru, sebutan kantor kepresidenan Korsel, mengumumkan kepala intelijen sudah ditunjuk.
Dia adalah Park Jie-won, mantan politisi yang memainkan peranan penting dalam mengatur KTT Antar-korea pertama pada 2000-an silam.
Langkah ini secara luas dilihat sebagai tekad Moon untuk mempertahankan kebijakan pro-keterlibatan, meskipun Korea Utara mengabaikan moratorium uji coba nuklir dan rudal.
Korea Utara Berencana Kirim 12 Juta Selebaran Propaganda, Korea Selatan Minta Untuk Berhenti
Korea Utara tampak semakin intens melayangkan propaganda kepada Korea Selatan.
Diketahui Korea Utara telah kembali memasang pengeras suara di perbatasannya dengan Korea Selatan untuk siarkan propaganda.
Kini, Korea Utara dikabarkan akan menyebarkan 12 juta selebaran berisi propaganda ke wilayahnya.
Menanggapi hal tersebut, Korea Selatan meminta kepada tetangganya, Korea Utara, untuk menghentikan upaya tersebut.
Tensi di Semenanjung Korea meningkat dalam beberapa pekan terakhir, dimulai dari penghancuran kantor perwakilan dua negara di Kaesong.
Kemudian Korea Utara mengancam bakal mengerahkan militer, dengan yang terakhir mereka menyatakan sudah mencetak 12 juta selebaran propaganda.
Berbagai ancaman itu terjadi buntut pembelot Korut yang sering mengirim propaganda melawan Kim Jong Un di perbatasan Korea Selatan.
Jika Pyongyang benar-benar menjatuhkan jutaan pamflet, itu akan menjadi aksi propaganda terbesar yang mereka lakukan kepada rivalnya tersebut.
Seoul pun bereaksi, di mana mereka meminta Korut untuk membatalkan rencana itu, di mana aksi tersebut "tidak akan memperbaiki relasi".
Namun Pyongyang tak peduli. Mereka bahkan sudah mengklaim bakal mengirim selebaran ke "wilayah musuh" menggunakan 3.000 balon.
Beberapa pakar memprediksi, Korut kemungkinan akan menggunakan drone, yang biasanya dibanggakan oleh Pyongyang, jika cuacanya tak mendukung.
Dalam editorial KCNA, keputusan mereka untuk menyebarkan selebaran merupakan bentuk "kemarahan yang tak terpadamkan dari rakyat".
"Waktu pembalasan sudah semakin dekat," koar media pemerintah tersebut sebagaimana diberitakan Sky News Senin (22/6/2020).
Pakar menyatakan, segala bentuk penyebaran akan menjadi babak terbaru ketegangan yang diyakini, untuk membuat AS dan Seoul masuk mengajukan konsesi baru.
Aktivis di Korea Selatan mengancam, mereka akan menjatuhkan jutaan pamflet pada akhir pekan ini, untuk memperingati 70 tahun Perang Korea.
Kelompok yang dipimpin para pembangkang biasanya mengirim selebaran, makanan, dan USB berisi informasi soal Korsel lewat balon atau diapungkan ke sungai.
Secara teknis, dua Korea saat ini masih berperang karena konflik 1950-1953 tersebut berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.
Pada 2018, Presiden Moon Jae-in dan Kim Jong Un dalam pertemuan di Panmunjom sepakat untuk mengakhir segala bentuk permusuhan.
Namun, ketegangan mulai timbul setelah pada Februari 2019, perundingan Kim dengan Presiden AS Donald Trump berakhir tanpa kesepakatan apa pun.
Saat ini, Korea Utara masih mengalami krisis dikarenakan hantaman sanksi dari Dewan Keamanan PBB, buntut uji coba mereka akan senjata nuklir.
Siarkan Propaganda, Korea Utara Mulai Pasang Pengeras Suara di Perbatasan Korea Selatan
Ketegangan antara Korea Utara dengan Korea Selatan rupanya terus berlanjut.
Terbaru, Korea Utara mulai memasang lagi pengeras suara untuk menyiarkan propaganda mereka.
Pengeras suara yang dipasang di perbatasan dengan Korea Selatan itu diketahui sempat dicabut pada 2018 lalu.
Dalam pertemuan 2018 di Panmunjom, Presiden Korsel Moon Jae-in dan Pemimpin Korut Kim Jong Un sepakat untuk menghentikan segala permusuhan.
Upaya pengurangan itu antara lain dengan mencabut pengeras suara yang menyebarkan pesan propaganda, dan menghentikan penyebaran pamflet.
Berdasarkan keterangan militer Korea Selatan, Korea Utara terdeteksi memasang loudspeaker itu "di beberapa titik" Zona Demiliterisasi sejak Minggu (21/6/2020).
"Kami mendeteksi langkah mereka di 10 kawasan, yang dilakukan secara simultan," jelas kantor Kepala Staf Gabungan, dikutip Yonhap Senin (22/6/2020).
Sementara kementerian pertahanan menerangan, mereka memonitor setiap pergerakan Pyongyang, dan menegaskan siap mengambil tindakan jika diperlukan.
Salah satu sikap yang dipertimbangkan adalah memasang juga loudspeaker mereka, yang diketahui dilepas setidaknya di 40 titik.
Langkah Korut memasang lagi pengeras suara terjadi di tengah keterangan dengan negara tetangga selama sekitar dua pekan terakhir.
Pada Selasa pekan lalu (16/6/2020), negara komunis tersebut meledakkan kantor perwakilan gabungan dengan Korsel yang berlokasi di Kaesong.
Penghancuran itu disusul ancaman bahwa mereka siap mengerahkan militer ke perbatasan, selain menyebut Seoul sebagai "musuh".
Berbagai ancaman Korea Utara muncul karena mereka menganggap Seoul tidak becus menangani aktivitas para pembelot di perbatasan.
Para pembangkang Korut sering mengirim barang, maupun menyebarkan selebaran berisi kecaman dan tudingan bahwa Kim Jong Un adalah pelanggar HAM.
(*)
• Pakar Korea Utara Bicara Soal ROOM 39, Organisasi Rahasia Untuk Pertahankan Hidup Mewah Kim Jong Un
• Korea Selatan Mendesak Untuk Berdamai, Korea Utara Sebut Siap Adu Nuklir dengan Amerika Serikat
• Peringati 70 Tahun Pecahnya Perang, Korea Selatan Ingin Berdamai dengan Korea Utara
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Korea Utara Merasa Tidak Butuh Bertatap Muka dengan Presiden AS ".