Usai Covid-19, Singapura Bersiap Hadapi Wabah DBD Terbanyak Sepanjang Sejarah, Catat 14.000 Kasus
Pemerintah Singapura sudah melakukan serangkaian kebijakan menjelang penerapan New Normal. Namun, Singapura kini dihadapkan dengan ancaman wabah DBD.
Menanggapi kasus-kasus yang melonjak, pemerintah Singapura telah meningkatkan pemeriksaan untuk menghilangkan habitat nyamuk potensial di area publik dan kawasan perumahan.
Selama tiga pekan terakhir, NEA menyebut ada sekitar 6.900 bangunan yang telah menjalani inspeksi dan pengendalian vektor.
"Mayoritas perkembangbiakan nyamuk yang terdeteksi terus ditemukan di area publik dan perumahan," kata NEA dalam sebuah pernyataan, Kamis.
Mulai 15 Juli, NEA akan meningkatkan denda bagi orang-orang yang tidak mengambil tindakan untuk mencegah nyamuk berkembang biak, baik di dalam maupun di luar properti mereka. Nyamuk dikenal menyukai sudut basah dan gelap dan daerah genangan air.
Hingga 400 juta infeksi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut kasus-kasus DBD meningkat secara dramatis di seluruh dunia, hingga 30 kali lipat dalam 50 tahun terakhir.
Diperkirakan ada 100-400 juta infeksi DBD setiap tahun, dan sekitar setengah dari populasi dunia sekarang berisiko terinfeksi.
Para ilmuwan mengatakan cuaca yang lebih panas dan lembap karena perubahan iklim telah menciptakan kondisi ideal bagi nyamuk betina untuk bertelur.
Selain peningkatan populasi nyamuk, urbanisasi yang cepat terjadi di banyak negara Asia juga menyebabkan populasi hidup dalam kontak yang lebih dekat dengan nyamuk pembawa penyakit itu.
Di Singapura, para ahli percaya bahwa melonjaknya kasus demam berdarah tahun ini disebabkan kemunculan kembali strain virus dengue lama yang sebelumnya tidak terdeteksi selama hampir tiga dekade.
Ada empat strain, atau serotipe, dari virus dengue. Di Singapura, DENV-2 telah menjadi strain dominan sejak 2016, tetapi sejaki tahun lalu, DENV-3 mengalami peningkatan.
"Mengingat wabah lokal di masa lalu biasanya disebabkan oleh DENV-1 dan 2, kekebalan yang dimiliki oleh masyarakat terhadap kedua DENV tersebut mungkin tidak lagi melindungi terhadap DENV-3 yang baru-baru ini muncul," kata Luo Dahai, profesor infeksi dan kekebalan tubuh di Universitas Teknologi Nanyang.
Menurut NEA, strain DENV-3 ditemukan pada 48 persen dari kasus DBD yang terjadi pada bulan Februari.
Angka ini berarti hampir dua kali lipat dari kasus dengan strain DENV-2.
"Peningkatan proporsi kasus dengan strain DENV-3 menjadi perhatian di Singapura, karena kami belum pernah mengalami wabah demam berdarah yang disebabkan oleh DENV-3 selama hampir tiga dekade," kata NEA.