Dorong Perekonomian, Inggris Beri Insentif Untuk Perusahaan yang Pekerjakan Kembali Karyawannya

Inggris menggelontorkan skema stimulus terbaru untuk bidang tenaga kerja perusahaan. Insentif untuk pelaku bisnis yang pekerjakan kembali karyawannya.

Evening Standard
Polisi Inggris - Inggris merupakan salah sau negara yang menggaji polisinya cukup besar. Inggris dikabarkan akan memberi bonus bagi perusahaan yang rekrut kembali pegawainya. 

TRIBUNBATAM.id, LONDON - Demi mendukung sektor perekonomian usai dihantam virus Corona atau Covid-19, beragam skema stimulus baru diberlakukan Inggris.

Terbaru, pemerintah Inggris menggelontorkan skema stimulus untuk bidang tenaga kerja perusahaan.

Hal tersebut diumumkan langsung oleh Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak .

Ia menyatakan skema insentif untuk pelaku bisnis yang mempekerjakan kembali karyawan mereka yang dirumahkan, serta diskon 50 persen untuk makan di restoran untuk seluruh warga negaranya hingga akhir Agustus mendatang.

Ketika menyampaikan kepada House of Commons mengenai 'anggaran mini' yang diluncurkan Rabu (8/7/2020), Sunak mengatakan pihaknya akan mulai mengurangi skema jaminan atau upah kepada pekerja yang di rumahkan.

Hingga saat ini, skema tersebut telah mensubsidi 9,3 juta pekerja yang telah di rumahkan.

Hasil Liga Inggris Bornemouth vs Tottenham, Hanya Raih Hasil Imbang, Inkonsisten Spurs Berlanjut

Dikutip dari CNBC, Kamis (9/7/2020), pemerintah bakal memberi bonus sebesar 1.254,55 dollar AS atau sekitar Rp 17,81 juta (kurs Rp 14.000) per pekerja yang dirumahkan untuk pelaku bisnis yang kembali mempekerjakan pekerja yang bersangkutan.

Stimulus tersebut akan diberikan kepada setiap pekerja dengan penghasilan 520 poundsterling per bulan.

Selain itu, pemerintah Inggris juga mengambil langkah yang tidak diperkirakan sebelumnya, yaitu diskon 50 persen untuk warganya makan di luar atau makan di restoran pada hari Senin hingga Rabu selama bulan Agustus mendatang.

Dengan demikian harapannya industri jasa atau pelayanan mampu bangkit kembali setelah selama berbulan-bulan harus menutup usaha mereka.

Nilai maksimum dari diskon tersebut sebesar 10 poundsterling per orang dan pelaku usaha bisa mengajukan klaim pengembalian kepada pemerintah.

Pemerintah juga akan memangkas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sektor industri dan jasa dari 20 persen menjadi hanya 5 persen sampai dengan Januari mendatang.

Dengan demikian, biaya yang perlu digelontorkan pemerintah mencapai 4 miliar poundsterling.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan setempat menyatakan bakal mengumumkan skema untuk memacu perekonomian senilai 2 miliar poundsterling.

Skema tersebut bakal ditujukan untuk mensubsidi penempatan kerja bagi penduduk yang berusia 16 tahun hingga 24 tahun yang berisiko menganggur dalam waktu lama.

Selain itu juga sebesar 111 juta poundtserling sebagai investasi untuk meningkatkan skala training selama 2020 hingga 2021.

Selain iut, Sunak juga mengumumkan penundaan pembayaran pajak properti dengan nilai mencapai 500.000 pounsterling untuk stimulus di pasar properti.

Selain itu, pemerintah juga menganggarkan 1 miliar poundstreling kepada Kementerian Pekerjaan dan Pensiun untuk menangani upaya mengembalikan penduduk untuk kembali bekerja.

Sebelumnya, pada anggaran Maret lalu, Sunak telah mengumumkan paket anggaran sebesar 30 miliar dollar AS untuk menangani sektor kesehatan dan lapangan kerja yang terdampak pandemi lantaran lockdown yang diterapkan secara nasional.

Jika dihitung sejak awal pandemi, pemerintah Inggris telah mengalokasikan 160 miliar poundtserling sebagai bentuk stimulus bagi perekonomian.

Terkait UU Keamanan Nasional di Hong Kong, Dubes China di London Sebut Inggris Ganggu Negerinya

Dampak pemberlakuan Undang-undang (UU) Keamanan Nasional di Hong Kong, China menerima beragam tantangan dari sejumlah negara di dunia.

Terbaru, China menuduh Inggris melakukan intervensi terhadap negaranya.

Tuduhan ini dilemparkan oleh Duta Besar ( Dubes) China untuk Inggris, Liu Xiaoming.

Inggris menyebut UU tersebut sebagai pelanggaran serius terhadap Deklarasi Bersama 1984, 13 tahun sebelum Hong Kong kembali ke pangkuan China.

Liu menyebut penawaran kewarganegaraan Inggris kepada warga Hong Kong mengganggu urusan dalam negeri China.

Dia menambahkan keputusan Inggris tersebut juga menginjak norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional sebagaimana dilansir dari Al Jazeera, Selasa (7/7/2020).

Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, menolak tuduhan tersebut.

Dia mengatakan hal tersebut bukanlah gangguan besar terhadap urusan domestik.

"Ini urusan kepercayaan dan banyak negara di seluruh dunia mengajukan pertanyaan ini: apakah China memenuhi kewajiban internasionalnya?" kata Raab.

Sementara itu, aktivis pro- demokrasi Hong Kong Joshua Wong, meminta perhatian internasional terhadap Hong Kong pada Senin (6/7/2020).

Wong sebelumnya dituntut karena terlibat dalam kerusuhan sebagai buntut aksi pro-demokrasi tahun lalu di Hong Kong.

"Kami masih harus memberi tahu dunia bahwa sekaranglah saatnya untuk berdiri dengan Hong Kong, ujarnya.

Dia menambahkan warga hong Kong tidak akan pernah menyerah kepada China.

Di sisi lain, Liu mengatakan China menginginkan hubungan yang bersahabat dengan Inggris.

Namun jika Inggris memperlakukan China sebagai musuh atau memiliki kecurigaan terhadap China, maka Inggris harus siap dengan konsekuensi ke depan.

"Kami ingin menjadi teman Anda. Kami ingin menjadi mitra Anda. Tetapi jika Anda ingin bermusuhan dengan China, maka Anda akan menanggung konsekuensinya," kata Liu.

Tanpa Dana Talangan, 13 Universitas di Inggris Bisa Bangkrut Akibat Covid-19

Tak hanya sektor ekonomi, wabah virus Corona atau Covid-19 juga mempengaruhi dunia pendidikan.

Termasuk di Inggris, wabah ini mempengaruhi sederet universitas yang terancam alami kebangkrutan.

Melansir BBC, 6 Juli 2020, sebanyak 13 universitas di Inggris menghadapi potensi paling nyata dari kebangkrutan tersebut.

Semua bisa dihindari jika mereka menerima bailout atau dana talangan dari pemerintah.

Sebuah penelitian dari Institute for Fiscal Studies menunjukkan bahwa universitas-universitas dengan mayoritas mahasiswa internasional menghadapi penurunan langsung dalam pendapatan terbesarnya.

Menurut penelitian tersebut, universitas paling bergengsi berada pada risiko terbesar.

Disebutkan, dana talangan pemerintah yang ditargetkan universitas paling berisiko merupakan rencana yang paling hemat biaya.

Analisis memperlihatkan bahwa dampak Covid-19 menimbulkan ancaman keuangan yang signifikan di seluruh pendidikan tinggi di Inggris, dengan sebagian besar lembaga tersisa dengan aset bersih yang berkurang.

Ukuran total kerugian sektor ini sangat tidak pasti, antara 7,5 persen, hampir setengah dari pendapatan tahunan sektor tersebut.

Perkiraan utama para peneliti adalah kerugian sebesar 11 miliar poundsterling atau seperempat dari pendapatan tahunan sektor ini.

Sementara itu, kerugian terkait lockdown yang dialami universitas antara lain lebih sedikitnya pendaftaran siswa internasional, lebih sedikitnya penghasilan dari akomodasi siswa dan konferensi, serta kerugian atas investasi jangka panjang.

Berjuang untuk siswa

Para peneliti memperingatkan, tanpa redudansi signifikan yang akan berdampak pada kualitas pengajaran, universitas tidak mungkin mampu mengembalikan banyak kerugian melalui penghematan biaya.

Beberapa universitas mengalami krisis keuangan yang jauh lebih kuat daripada yang lain.

"Analisis kami menunjukkan bukan universitas dengan kerugian terbesar, tetapi lembaga-lembaga di posisi keuangan terlemah sebelum krisis, yang berada pada risiko kebangkrutan terbesar," kata peneliti.

Para peneliti tidak menyebutkan nama.

Namun di bawah perkiraan, menyarankan 13 universitas dari 165 lembaga pendidikan tinggi di Inggris, akan berakhir dengan neraca keuangan negatif.

Sehingga, mungkin tidak dapat bertahan dalam jangka panjang tanpa dana talangan pemerintah atau restrukturisasi hutang.

Analisis, yang didanai oleh Nuffield Foundation, menunjukkan dana talangan yang ditargetkan untuk menjaga lembaga-lembaga ini bertahan bisa menelan biaya sebesar 140 juta poundsterling.

Kelemahan terbuka

Persatuan Mahasiswa Nasional mengatakan krisis telah mengekspos banyak kekurangan Inggris dalam menjalankan pendidikan.

"Ketika pendanaan sangat tidak stabil, maka tidak mengherankan bahwa universitas kami dan pekerjaan ribuan staf akademik dan pendukung sekarang dalam bahaya.

Kami tentu saja sangat prihatin tentang risiko kepada siswa bahwa ketidakstabilan ini terjadi," ujar salah satu juru bicara.

Sekretaris jenderal Universitas dan Kolese, Jo Grady, meminta pemerintah untuk turun tangan dan menjamin dana untuk universitas, sehingga dapat mengatasi krisis ini.

"Kami membutuhkan paket dukungan komprehensif yang melindungi pekerjaan, menjaga kapasitas akademik kami, dan menjamin kelangsungan hidup semua universitas," kata Dr Grady.

Dalam sebuah pernyataan, Departemen Pendidikan mengatakan sebuah paket kebijakan pemerintah yang diumumkan pada Mei, memungkinkan universitas- universitas di Inggris untuk mengakses dukungan bisnis dan skema-skema retensi pekerjaan.

Sementara, sektor ini juga akan mendapat manfaat dari menarik uang muka sebesar 2,6 miliar poundsterling dalam pembayaran biaya kuliah untuk memudahkan masalah arus kas.

(*)

Hasil Liga Inggris Aston Villa vs Man United, Bruno Fernandes - Paul Pogba Cetak Gol, MU Menang

Hasil Liga Inggris - Mo Salah Cetak Brace, Liverpool Tumbangkan Brighton & Hove Albion 3-1

Hasil Liga Inggris - Pesta Gol ke Gawang Newcastle, Manchester City Jaga Jarak cengan Chelsea

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Inggris Beri Bonus bagi Perusahaan yang Rekrut Kembali Pegawainya".

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved