HEADLINE TRIBUN BATAM

Sah! Labuh Jangkar Milik Kepri

Pemerintah sudah menyiapkan rencana revisi Peraturan Pemerintah 15/2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang selama ini berlaku pada Kemenhub.

TRIBUNBATAM.id/MADI DWINANDO
HEADLINE Tribun Batam edisi Sabtu 18 Juli 2020 

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Retribusi labuh jangkar di wilayah perairan Provinsi Kepri akhirnya resmi dikelola oleh Pemerintah Provinsi Kepri.

Terhitung mulai 1 Agustus 2020 ini, uang parkir kapal di perairan itu akan mengalir ke kas daerah.

Selain itu, jumlah titik labuh jangkar pun ditambah dari keputusan rapat di Batam, dua pekan lalu, dari tiga titik menjadi lima titik.

Tak hanya perairan Nipah, Galang (Batam), dan Selat Karimun, kini ditambah Selat Kabil atau Selat Riau serta Tanjung Berakit, Bintan.

Hal itu diputuskan dalam rapat koordinasi virtual yang dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, yang dihadiri oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Jakarta, serta Sekretaris Daerah Provinsi Kepri T.S Arif Fadillah di kantornya, Dompak, Tanjungpinang, Jumat (17/7/2020).

Luhut dalam rapat itu mengatakan, sebelum tanggal 17 Agustus 2020, semua perizinan telah selesai.

"Pak Sekda, Labuh Jangkar ini kan pekerjaan lama. Jadi akhir bulan Agustus 2020 ini sudah aksi. Segera selesaikan segala perizinannya, jangan lagi berbelit-belit dengan prosedur yang panjang," perintah Luhut dalam rapat tersebut. 

BEGINI Cara Penanganan Limbah Medis Covid-19 di Batam

Ikut serta dalam rapat tersebut, Deputi Menko Marves Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Safril Burhanuddin, Stah Ahli Kemenko Marves Laksmana (Purn) Marsetyio dan beberapa Kementerian/Lembaga, TNI/Polri, Bakamla, Pelindo I, BP Batam, BUMD dan Swasta.

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kepri Jamhur Ismail kepada Tribun mengatakan bahwa kewenangan yang dilimpahkan ke Kepri adalah lay up atau parkir kapal serta ship to ship atau parkir sementara. Biasanya kegiatan ini untuk pengisian bahan bakar dan logistik kebutuhan kapal.

Sementara itu, jasa-jasa kepelabuhan dan navigasi lainnya tetap menjadi kewenangan Kemenhub berbentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Meski demikian, kata Jamhur, pelayanan terhadap kapal-kapal tersebut tetap satu pintu agar lebih mudah.

“Nanti kita akan bentuk semacam Samsat laut. Namanya Reception Facilities (RF). Jadi, mereka tetap bayar sekali untuk seluruh retribusi dan jasa. Nanti di darat baru kita bagi, mana yang untuk pemerintah pusat dan mana yang untuk daerah. Ya, seperti Samsat,” kata Jamhur.

Jamhur menyebut, seluruh aturan sudah lengkap.

Hanya tinggal dua hal saja yang kini ditunggu, yakni surat keputusan Menteri Perhubungan tentang lokasi labuh jangkar serta SOP pelayanan.

Dalam rapat tersebut, Luhut meminta Pemprov Kepri segera menggelar koordinasi dengan para operator serta stake holder yang terlibat dalam pengelolaan area labuh jangkar.

Termasuk BUMD Kepri yang nantinya akan mengelola retribusi di Selat Riau dan Tanjung Berakit.

Pemprov Kepri juga diminta menyiapkan fasilitas pengolah limbah untuk kegiatan pembersihan kapal atau tank cleaning.

Surat persetujuan pembersihan tangki kapal ini harus disejalankan dengan pengelolaan area labuh jangkar.

“Tank cleaning disatukan saja pengelolaannya. Jangan sampai seperti kemarin, limbah berserakan di Batam dan Bintan," kata Luhut.

Pemerintah sudah menyiapkan rencana revisi Peraturan Pemerintah 15/2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang selama ini berlaku pada Kemenhub.

Kemudian menyiapkan Online Single Submission (OSS) untuk pelayanan online terhadap pemilik atau agen kapal.

Sistem ini, kata Jamhur, menggunakan aplikasi yang sudah ada di Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.

“Tinggal memodifikasi sedikit untuk kegiatan ini,” katanya.

Dalam rapat tersebut, Luhut berharap dalam pelaksanaannya nanti tidak bertele-tele dan rumit dan hanya ada satu prosedur baku untuk menghindari permasalahan kemudian hari.

"Berikan ke ahlinya, jangan sampai berebutan yang bukan ahlinya. Karena ini sudah puluhan tahun dikerjakan tanpa ada kejelasan," tegas Luhut.

Luhut juga memerintahkan Dirjen Perhubungan Laut agar pengelolaan jasa kepelabuhan dan labuh jangkar dapat bersaing dan berkompetisi dengan negara luar yang hanya 2-3 jam.

"Untuk pengurusan dokumen jangan lagi 2 sampai 3 hari, tetapi harus selesai dalam waktu 2-3 jam sehingga jasa labuh jangkar kita semakin kompetitif," ungkap Luhut.

Jamhur mengatakan, titik terang pengelolaan labuh jangkar ini adalah perjuangan panjang, selama lebih dari tiga tahun, sejak pemerintahan almarhum Muhammad Sani.

“Sudah tiga tahun kita berjuang, sampai bersengketa dengan kemenhub di Kementerian Hukum dan Ham, namun jalannya tetap lambat,” kata Jamhur.

Akhirnya, di saat pendapatan pemerintah daerah anjlok oleh Covid-19, pemerintah pusat melalui Menko Marvest akhirnya memberikan perolehan yang sebenarnya menjadi hak Provinsi Kepri.

Hal itu sesuai dengan UU Pemerintahan Daerah bahwa jarak 12 mil dari garis pantai adalah kewenangan pemerintah provinsi.

Jamhur menargetkan, hingga akhir tahun ini, PAD Kepri bisa bertambah sekitar Rp 60-100 miliar dari retribusi labuh jangkar ini.

Namun, kata Jamhur, ini baru permulaan karena dari perkiraan Menko Perekonomian, potensi labuh jangkar serta jasa-jasa lainnya bisa mencapai Rp 6 triliun.

“Ini angka yang paling rendah, sebenarnya. Sebab, ceruk di Selat Malaka ini sangat besar, mencapai 120 miliar dolar AS,” kata Jamhur.

Wow, kalau dirupiahkan dengan kurs saat ini, Rp 14.500, nilainya Rp 1.740 triliun.

Sayang sekali karena selama bertahun-tahun semuanya hanyut begitu saja.

Selain buruknya pelayanan dan tarik-ulur kewenangan, kata Jamhur, juga karena tarif labuh jangkar di Kepri lebih mahal dibandingan negara tetangga Singapura dan Malaysia.

Tarif jasa-jasa kepelabuhan dan perkapalan di Kepri, kata Jamhur, sekitar Rp 140 juta per kapal, sementara negara tetangga hanya sekitar Rp 60 juta. Meskipun malah, namun tak membuat pundi-pundi negara menjadi gemuk.

“BNPB yang diperoleh Kemenhub hanya Rp 10 miliar saja per tahun,” katanya. (hsu/yan)

Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved