Jangan Sering Marah Pada Anak, Ini Bahaya yang Akan Terjadi Hingga Anak Dewasa
Apakah kamu merasa lebih sering marah dan meneriaki anak selama pandemi Covid-19 ini? Jika ya, tenang, kamu tidak sendirian.
Editor: Eko Setiawan
TRIBUNBATAM.id - Ditengah pandemi Corona ini, kita lebih dekat dengan anak.
Pastinya kita sering marah karena kelakuan sang anak terkadang diluar kewajaran.
Apakah kamu merasa lebih sering marah dan meneriaki anak selama pandemi Covid-19 ini? Jika ya, tenang, kamu tidak sendirian.
• Dosen Lecehkan Mahasiswi Cantik Saat Bimbingan Skripsi Dengannya, Korbannya Gak Hanya 1 Orang
• Setelah Banyak Warganya yang Tewas, Akhirnya Donald Trum Printahkan Rakyat Amerika Pakai Masker
• Tukang Pijat Panggilan Rudapaksa Pasiennya, Sengaja Tidak Pakai Dalaman Agar Mudah Lancarkan Aksi
Dr Lim Boon Leng, mengatakan, ketika keluarga terjebak di rumah selama pandemi Covid-19, dia telah mendengar laporan banyak sekali orangtua yang menjadi lebih sering marah dan frustrasi dengan anak-anak mereka saat terjebak di rumah.
“Orangtua biasanya merasa sangat bersalah ketika kehilangan kontrol. Namun demikian, saya belum pernah menemukan kasus yang terlalu ‘lepas kendali’, ”kata Dr Lim di Pusat Kesehatan Psikologis Dr. BL Lim.
Mulai dari cabin fever yang entah kapan akan berakhir, hingga mengelola anak-anak sendirian sambil memenuhi komitmen pekerjaan, dipaksa untuk bekerja lebih dekat dengan pasangan mereka, dan belum lagi kekhawatiran tentang keuangan, kesehatan, dan gaya hidup keluarga.
• Benarkah Jokowi Bangun Dinasti Politik? Berikut Jawaban PDIP soal Gibran Maju Pilwali Solo
• Kementerian BUMN Kembali Disorot, Adian Napitupulu: Semua Direksi dan Komisaris BUMN Titipan
• KISAH MIRIS 4 PELAJAR Masuk Sarang ULAR demi Belajar Daring, Setiap Pagi Jadi Pemburu WiFi
Sementara di sisi lain, orangtua sebenarnya memiliki harapan tinggi tentang bagaimana mereka ingin menghabiskan waktu dengan anak-anak mereka selama masa karantina.
Sehingga, mereka berjuang menyeimbangkan bekerja dari rumah dan merawat anak-anak mereka.
“Seiring dengan garis batas antara pekerjaan dan keluarga yang makin tak terlihat jelas, bertambahnya tekanan dapat mengakibatkan kekecewaan dan bahkan kebencian, yang kemudian menyebabkan mereka kehilangan regulasi emosional", kata Theresa.
Ibu ternyata lebih stres daripada ayah Meskipun hal ini dapat terjadi pada ibu dan ayah, Ibu lebih rentan terhadap stress, karena mereka cenderung menjadi pengasuh utama, jelas Christine Wong, pendiri dan pelatih kepala psikotrauma di Rhemaworks International, Singapura.
Fokus pada survei Keluarga terhadap 1.076 ibu di bulan
Maret dan bulan April lalu membuktikan hal ini.
Enam puluh persen ibu yang disurvei oleh badan amal setempat, menilai tingkat stres mereka adalah 7 dari 10.
Ini adalah peningkatan yang nyata dari 52 persen dalam survei tahun lalu.