Jangan Sering Marah Pada Anak, Ini Bahaya yang Akan Terjadi Hingga Anak Dewasa

Apakah kamu merasa lebih sering marah dan meneriaki anak selama pandemi Covid-19 ini? Jika ya, tenang, kamu tidak sendirian.

Editor: Eko Setiawan
Istimewa
Ilustrasi Lampiaskan kemarahan pada anak 

Laporan tersebut mencatat, para ibu juga berisiko terhadap kesehatan emosi dan mental yang buruk, karena lebih dari 6 dari 10 responden tidur kurag dari enam jam.

Wong mengatakan, orangtua harus mewaspadai ‘bendera merah emosional’, di antaranya menetapkan terlalu banyak aturan dan emosi ketika anak tidak mematuhinya, terlalu mengontrol dan menggunakan metode seperti berteriak dan memukul, serta menyalahkan anak atas kelakuan buruk.

"Yang benar adalah, itu bukan kesalahan anak. Mereka hanyalah anak kecil. Kita semua tahu ini. Namun kita secara tidak sadar mengharapkan mereka memiliki kapasitas intelektual dan perilaku orang dewasa," katanya.

Masalahnya lanjut Wong, orangtua dapat menimbulkan trauma emosional yang tidak disadari ketika mereka menyebut nama anak-anak, kemudian menyebut mereka nakal atau bodoh, atau membuat mereka merasa bersalah.

“Seiring waktu, trauma tersebut terus tertanam dalam sistem kepercayaan diri anak. Ketika mereka menjadi ibu atau ayah kelak, mereka akan mengulangi pola perilaku negatif orangtua mereka, dan itu menjadi lingkaran setan,” jelas Wong.

Bagaimana stress orangtua berpengaruh pada anak

Lim menjelaskan bahwa dalam jangka pendek, anak-anak yang mengalami kekerasan emosional dapat semakin melekat pada orangtua mereka, takut bahwa mereka akan ditinggalkan.

Mereka juga dapat bertindak lebih.

"Dalam jangka panjang, jika kekerasan emosional terus berlanjut, anak kemungkinan tumbuh dengan harga diri yang rendah, kecemasan, depresi, dan gangguan kepribadian," katanya.

Pong menambahkan, bahwa meskipun banyak anak yang tangguh dan dapat mengatasi kesulitan, ini seharusnya tidak menjadi alasan bagi orangtua untuk menormalkan apa yang berpotensi menjadi kekerasan emosional.

“Sebagai gantinya, kita dapat mengubah 'momen pengasuhan yang gagal' menjadi momen yang dapat dipelajari untuk anak-anak kita dan diri kita sendiri,” dia menjelaskan.

“Itu dimulai dengan orang dewasa yang mengakui bagaimana mereka lepas control atau bereaksi berlebihan, meminta maaf kepada anak mereka atas reaksi / perilaku yang tidak seharusnya, dan bersama anak menentukan cara yang lebih baik untuk mengatasi stres, ketegangan, atau perilaku buruk bersama ketika itu terjadi kemudian," pungkas Pong.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Orangtua Harus Tahu, Ini Efeknya Jika Terlalu Sering Marah pada Anak"

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved