HUMAN INTEREST
Cerita Yeheskiel Perawat RSBP Batam Tangani Pasien Covid-19, 'Tuhan Berperan Besar Dalam Hidup Saya'
Suka duka dialami pria kelahiran 4 Januari 1989, Desa Watumbaka, Kabupaten Sumba Timur, Kota Waingapu, Provinsi NTT itu.
Penulis: Beres Lumbantobing | Editor: Septyan Mulia Rohman
Kota Batam memang bukan asal Kiel, namun ratusan warga Batam yang terpapar covid-19 pernah ia bantu menjalani perawatan.
Tebar senyum sana sini membuatnya jadi seorang yang ramah, bahkan siang itu sebelum kembali merawat pasien Kiel bercerita singkat pengalaman yang pernah ia jalani.
Tentunya, kata dia harus siap menghadapi tekanan dan tidak mudah terpancing emosi.
Apalagi merawat pasien Covid-19 butuh perjuangan dan keberanian, mental diuji dan ketelitian serta mampu memberikan motivasi kepada setiap pasien yang menjalani isolasi.
Ditanya tentang sebagai perawat Covid-19, kata Kiel tentu punya cerita baik dan cerita buruk.
"Beragam lah tentunya perjalanan seorang perawat, hingga pernah dipukul oleh pihak keluarga pasien. Seperti belum lama ini, ada keluarga yang berusaha mengambil paksa jenazah kategori covid-19.
Jadi seorang perawat, saya harus katakan bahwa ini adalah panggilan hidup saya. Tuhan panggil saya untuk melayani orang orang di Batam untuk menjadi bagian dari peradaban.
Pertama itu dulu saya tidak pernah terpikir untuk menjadi perawat, saya dulu inginnya jadi guru. Namun harapan tidak sesuai kenyataan akhirnya jadi seorang perawat menjadi jalan hidup saya," katanya.
Dalam perjalanannya, menjadi seorang perawat itu indah, karena ia juga menyukai tantangan.
Bertugas di RSBP Batam, ia langsung dipercaya menjadi perawat ICU Covid-19.

Awal mulanya itu ada rasa takut, dapat penempatan SK tugas langsung di ruang covid-19. Namun ketakutan itu saya tepis, jadi peluang dengan bermodalkan pelatihan icu yang pernah diikutinya.
Cerita perawat hanya jadi perjuangan masa depan untuk mengadu nasib bagi Kiel, pria lulusan Stikes CHNK Kupang ini telah melalui masa-masa sulit di kampung halaman waktu itu.
Berangkat dengan segala keterbatasan ekonomi keluarga seadanya membuat Yeheskiel tak perna kenal lelah untuk terus berjuang mengadu nasib.
Bahkan cerita perjalanan kuliahnya pun tidak begitu mulis kala itu, untuk dapat membiayai kebutuhannya kuliah Kiel pernah menjadi pedagang sayur, ikan.
"Jual sayur ke dosen, teman-teman kos kosan. Untuk itu saya harus bangun jam 3 subuh agar dapat belanja terlebih dahulu. Dikos kosan saya jual mie dan beras, jual rokok walau saya tidak merokok," kata Kiel bercerita.