Ahli Minta Amerika Serikat Ditutup, Catat 1.000 Angka Kematian Covid-19 Dalam 4 Hari Berturut-turut
Amerika Serikat ( AS) menjadi sorotan usai mencatat lebih dari 1.000 orang meninggal karena virus Corona selama empat hari berturut-turut di negaranya
Editor: Putri Larasati Anggiawan
TRIBUNBATAM.id, WASHINGTON - Amerika Serikat ( AS) menjadi sorotan usai mencatat lebih dari 1.000 orang meninggal karena virus Corona atau Covid-19 selama empat hari berturut-turut di negaranya.
Sementara itu Dilansir dari CNN, total jumlah kematian di AS akibat Covid-19 tercatat sekitar 146.000 kematian pada Senin (26/7/2020).
Angka ini tentunya mendapatkan reaksi keras dari para ahli.
Para peneliti memprediksi jumlah kematian di AS akibat wabah virus corona dapat mencapai 175.000 kematian pada 15 Agustus berdasarkan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS.
Di sisi lain, sejumlah rumah sakit mengaku kewalahan merawat pasien Covid-19.
Selain itu, jumlah sampel yang dites juga semakin banyak yang membuat sebagian hasil pengetesan menjadi sedikit tertunda.
• DUH! Amerika Bikin Tiongkok Marah Lagi, Aparat AS Memaksa Masuk Kantor Konsulat China di Houston
Beberapa pemimpin daerah seperti Wali Kota Houston Sylvester Turner dan Wali Kota Los Angeles Eric Garcetti mengatakan mungkin akan memerintahkan stay at home periode kedua.
Lebih dari 150 ahli kesehatan, ilmuwan, guru, perawat, dan para ahli lainnya menandatangani surat yang meminta pemerintah AS menutup negara.
Setelah negara ditutup, mereka juga meminta pemerintah As untuk memulai ulang penanganan pandemi Covid-19 yang semakin merajalela.
Surat itu berbunyi bahwa AS mungkin akan kehilangan lebih dari 200.000 nyawa rakyat AS akibat Covid-19 pada November.
“Sementara itu, banyak warga yang masih minum-minum di bar, memotong rambut, makan di restoran, menato tubuh, dan melakukan segudang aktivitas normal lainnya tapi tidak penting,” bunyi surat tersebut.
Surat itu ditujukan kepada kantor pemerintah pusat AS, anggota kongres, dan gubernur negara bagian.
Dalam dua hari terakhir, beberapa negara bagian di As dilaporkan telah melampaui rekor kasus kematian akibat Covid-19.
California melaporkan jumlah kematian pada Jumat (24/7/2020) sebanyak 159 kematian akibat Covid-19.
Di tempat lain, Oregon, pada Jumat melaporkan sembilan orang meninggal yang terkait virus corona.
China Menutup Konsulat Amerika Serikat di Chengdu, Tak Terima Konsulatnya di Houston Ditutup?
Ketegangan antara China dengan Amerika Serikat ( AS) kembali memanas.
Terbaru, China memerintahkan penutupan konsulat Amerika Serikat di Chengdu pada Jumat (24/7/2020) kemarin.
Penutupan ini terjadi sebagai aksi balas dendam Beijing terhadap AS yang menutup konsulat China di Houston pada pekan ini.
Kementerian Luar Negeri China dalam pernyataannya mengatakan, langkah itu merupakan "tanggapan sah dan perlu terhadap tindakan tak masuk akal dari Amerika Serikat".
"Situasi ini dalam hubungan AS-China bukanlah apa yang ingin dilihat China, dan AS bertanggung jawab atas semua ini," demikian lanjutan bunyi pernyataan tersebut yang dikutip AFP.
Ketegangan antara kedua negara melonjak dalam berbagai bidang, dan semakin buruk setelah Washington memerintahkan penutupan konsulat China di Houston pada Selasa (21/7/2020) dalam waktu 72 jam.
Alasan penutupan AS adalah tuduhan pencurian properti intelektual oleh China, yang terjadi sehari setelah Departemen Kehakiman mendakwa 2 warga China atas tuduhan meretas ratusan perusahaan, dan berusaha mencuri data penelitian vaksin Covid-19.
China telah mengancam akan membalas tindakan AS itu, jika keputusannya tidak ditarik.
Dalam pernyataannya pada Jumat, China mendesak untuk mundur dan "menciptakan kondisi yang diperlukan untuk menormalkan kembali hubungan bilateral."
AS memiliki kedutaan besar di Beijing, serta lima konsulat di China daratan dan satu konsulat di Hong Kong.
Dilansir AFP dari situs web konsulat Chengdu, gedung itu didirikan pada 1985 dan memiliki sekitar 200 staf, yang sekitar 150 di antaranya adalah karyawan lokal China
Konsulat di Chengdu juga menjadi lokasi terjadinya drama diplomatik dalam beberapa tahun terakhir.
Sebelumnya pada 2013 China pernah meminta penjelasan dari AS tentang program mata-matanya, setelah ada laporan berita bahwa peta rahasia dibocorkan oleh analis intel buronan Edward Snowden.
Peta itu menunjukkan fasilitas pengawasan AS di kedutaan dan konsulat seluruh dunia, termasuk konsulat di Chengdu.
Terindikasi Lakukan Pelanggaran HAM, Amerika Serikat Kembali Blacklist 11 Perusahaan China
Amerika Serikat (AS) dikabarkan kembali lakukan blacklist kepada sederet perusahaan China.
Sebanyak 11 perusahaan China dimasukkan ke dalam daftar hitam oleh Kementerian Perdagangan Amerika Serikat.
Penyebabnya karena perusahaan tersebut terindikasi melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap etnik Uighur di Provinsi Xinjiang, China.
Kementerian mengatakan kesebelas perusahaan tersebut terlibat dalam penerapan kerja paksa eknik Uighur dan kelompok minoritas lain sebagaimana dilansir dari Nikkei Asian Review, Selasa (21/7/2020).
Perusahaan yang masuk daftar hitam tersebut tidak dapat membeli komponen atau barang dari perusahaan asal AS tanpa persetujuan pemerintah AS.
Ini merupakan ketiga kalinya pemerintah AS memasukkan sejumlah perusahaan asal China ke dalam daftar hitam.
Sebelumnya, secara total terdapat 37 entitias perusahaan yang juga dimasukkan ke dalam daftar hitam karena terlibat indikasi penerapan kerja paksa terhadap etnik Uighur dan minoritas lain.
Menteri Perdagangan AS, Wilbur Ross, mengatakan China secara aktif mempromosikan praktik kerja paksa.
Sementara itu pihak Kedutaan Besar (Kedubes) China di AS menolak untuk berkomentar.
Pada Mei, Kementerian Luar Negeri China mengkritik penambahan daftar entitas yang dimasukkan ke dalam daftar hitam oleh AS.
Mereka mengatakan langkah AS tersebut dapat meregangkan konsep keamanan nasional, menyalahgunakan kontrol ekspor, melanggar norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional, dan mengganggu urusan dalam negeri China.
Beberapa perusahaan masuk dalam ke daftar hitam adalah KTK Group Co, Tanyuan Technology Co, Esquel Textile Co, dan lain-lain.
Pada April, Esquel membantah menggunakan tenaga kerja paksa dari etnik Uighur dan minoritas lain dari Xinjiang.
Pada 1 Mei, Dinas Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) AS memasukan Hetian Haolin Hair Accessories Co ke dalam daftar hitam.
CBP menyetop impor produk rambut perusahaan tersebut karena mereka menemukan bukti perusahaan tersebut menerapkan kerja paksa.
Pada 1 Juli, CBP menangmankan hampir 13 ton produk rambut dengan lebih dari 800.000 dollar AS atau setara Rp 11,8 miliar yang berasal dari Xinjiang.
Senator AS dari Partai Republik, Josh Hawley, mengatakan dia akan mengajukan undang-undang yang akan menghukum perusahaan di AS yang menerapkan kerja paksa dalam rantai pasokan mereka.
(*)
• Teror Invasi CHINA Ancam TAIWAN, Gelar Latihan Perang Terbesar hingga Dekati Jepang dan Amerika
• Panti Jompo di Amerika Serikat Jadi Sorotan, Tak Catat Kasus Covid-19 Pada Lansia, Ada Apa?
• Berprofesi Konsultan Politik, Pria Singapura Akui Menjadi Mata-mata China di Amerika Serikat
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "4 Hari Berturut-turut Angka Kematian Tembus 1.000, Para Ahli Minta AS Ditutup".