Hasil Tes Keluar Dalam 36 Menit Saja, Singapura Kembangkan Metode Uji Covid-19

Singapura kembangkan metode pengujian untuk Covid-19 yang hasilnya bisa diketahui hanya dalam waktu 36 menit. Diuji oleh Universitas Teknologi Nanyang

AFP
ILUSTRASI - Singapura kembangkan metode uji Covid-19, hasil tes keluar 36 menit. 

Editor: Putri Larasati Anggiawan

TRIBUNBATAM.id, SINGAPURA - Singapura merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki tingkat pengujian terkait virus Corona atau Covid-19 tertinggi.

Terbaru, Singapura mengembangkan metode pengujian untuk Covid-19 yang hasilnya bisa diketahui hanya dalam waktu 36 menit.

Pengujian ini dilakukan oleh Ilmuwan di Universitas Teknologi Nanyang (NTU).

Mereka mampu menemukan hasil dalam waktu 36 menit atau sekitar seperempat dari waktu yang dibutuhkan oleh tes standar Covid-19 yang ada.

NTU mengatakan pada hari Senin (27/07/2020) tes dilakukan dengan peralatan portabel dan dapat digunakan masyarakat sebagai alat skrining.

Metode baru yang dikembangkan oleh para ilmuwan di Fakultas Kedokteran NTU Lee Kong Chian diklaim dapat meningkatkan kecepatan, waktu penanganan, dan biaya tes laboratorium Covid-19.

DIDUGA Libatkan Jaringan Internasional, Interpol Buru Pelaku Trafficking ABK Kapal di Singapura

Pengujian adalah bagian penting dari strategi Pemerintah Singapura untuk mengisolasi dan memagari kasus Covid-19 untuk mencegah pembentukan klaster baru.

Sejak 1 Juli, individu berusia 13 tahun ke atas yang memiliki gejala infeksi pernapasan akut akan menjalani tes Covid-19 begitu mereka mengunjungi dokter.

Saat ini, metode pengujian yang paling sensitif untuk virus Corona adalah melalui teknik laboratorium yang disebut polymerase chain reaction (PCR), di mana mesin uji memperkuat materi genetik dengan menyalinnya berulang-ulang sehingga jejak virus dapat dideteksi.

"Masalah besar adalah memurnikan asam ribonukleat (RNA) dari komponen lain dalam sampel pasien, sebuah proses yang membutuhkan bahan kimia yang saat ini mengalami kekurangan pasokan di seluruh dunia," kata NTU.

“Metode yang dikembangkan oleh NTU LKC Medicine menggabungkan banyak langkah-langkah dan memungkinkan pengujian langsung pada sampel pasien kasar, mengurangi waktu penyelesaian dari pengambilan sampel hingga mengeluarkan hasil, dan menghilangkan kebutuhan untuk bahan kimia pemurnian RNA,” tambah universitas.

Tes PCR telah terbukti sebagai mesin untuk penelitian biologi tetapi memiliki beberapa kelemahan, kata Wee Soon Keong, yang merupakan penulis pertama dari makalah penelitian yang telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah Gen.

“Prosesnya memakan waktu. Tes Covid-19 cepat kami melibatkan reaksi tabung tunggal yang mengurangi waktu langsung dan risiko keamanan hayati untuk personel lab, serta kemungkinan kontaminasi sisa selama pemrosesan sampel, ” tambahnya.

Metode yang sama juga dapat digunakan untuk mendeteksi virus dan bakteri lain, termasuk penyakit demam berdarah.

Metode PCR langsung

Dalam tes PCR, bahan genetik pada sampel swab harus diekstraksi untuk menghilangkan zat dalam sampel yang mencegah tes bekerja. Salah satu contoh inhibitor adalah musin, komponen utama lendir.

Tes yang dirancang oleh tim NTU menggunakan "metode PCR langsung", tetapi menghilangkan kebutuhan untuk pemurnian RNA, langkah yang memakan waktu dan mahal.

"Sebagai gantinya, mereka menambahkan enzim dan reagen yang resistan terhadap inhibitor yang menargetkan senyawa yang menghambat amplifikasi RNA, seperti musin ... enzim dan reagen ini, yang tersedia secara komersial, memiliki ketahanan tinggi terhadap senyawa yang jika tidak menghambat PCR, membuat tes tidak akurat," kata NTU.

Campuran biokimiawi sampel kasar dan enzim serta reagen yang tahan inhibitor ditempatkan dalam tabung tunggal, yang dimasukkan ke dalam thermocycler laboratorium, sebuah mesin yang digunakan untuk memperkuat materi genetik dalam PCR. Setelah 36 menit, hasilnya mengungkapkan apakah ada jejak Covid-19.

Tim juga menguji metode ini pada thermocycler portabel, yang dapat digunakan dalam pengaturan sumber daya rendah dan daerah endemis, menunjukkan kemungkinan tes ini dilakukan oleh petugas kesehatan garis depan.

"Dengan melewatkan langkah ekstraksi RNA dengan metode PCR langsung, kami melihat penghematan biaya pada kit ekstraksi asam nukleat, dan menghindari masalah reagen dalam pasokan pendek ketika pengujian laboratorium meningkat dan permintaan meningkat secara global," kata rekan peneliti senior Dr. Sivalingam Paramalingam Suppiah.

Associate Professor Eric Yap, pemimpin tim peneliti, mengatakan tim tersebut sekarang sedang mencoba untuk menggunakan metode seperti itu untuk diagnosa rutin.

"Tujuan kami adalah untuk mengembangkan tes ultra-cepat dan otomatis yang menghasilkan hasil dalam hitungan menit, dan itu dapat dilakukan oleh petugas kesehatan di klinik dengan akurasi dan sensitivitas yang sama seperti di laboratorium khusus," tambahnya.

Termasuk Singapura, 10 Negara Ini Miliki Tingkat Pengujian Covid-19 Tertinggi di Dunia

Beragam penelitian terkait virus Corona atau Covid-19 dilakukan sejumlah negara di dunia.

Semua memiliki tujuan yang sama, yakni berusaha menghentikan penyebaran Covid-19 yang mengglobal.

Salah satu strategi yang dianggap jitu dalam menahan penyebaran Covid-19 adalah pengujian secara masif.

Strategi itu telah terbukti sukses di beberapa negara, seperti Korea Selatan dan Singapura.

Akan tetapi, dua negara di atas yang disebut sukses menaklukkan virus Corona dengan pengujian massalnya ternyata bukan termasuk negara dengan tingkat pengujian tertinggi di dunia.

Tingkat pengujian Covid-19 di Korea Selatan sampai saat ini mencapai 28.301 tes per satu juta penduduk atau total 1.4 juta tes, menurut data Worldometer.

Masih dari sumber yang sama, diketahui negara dengan tingkat pengujian tertinggi adalah Luksemburg dengan 502.830 tes per satu juta penduduk.

Negara berpenduduk 626.367 itu telah melakukan 314.956 tes.

Berikut 10 negara dengan tingkat pengujian Covid-19 tertinggi per satu juta penduduk.

1. Luxemburg: 502.830 tes (total tes 314.956)

2. Uni Emrirat Arab: 436.247 tes (total tes 4,3 juta)

3. Bahrain: 412.740 tes (total tes 703.002)

4. Islandia: 313.129 tes (total tes 313.129)

5. Malta: 248.050 tes (total tes 109.538)

6. Denmark: 222.832 tes (total tes 1,2 juta)

7. Inggris: 186.588 tes (total tes 12,6 juta)

8. Lituania: 173.807 tes (total tes 472.804)

9. Singapura: 172.502 tes (total tes 1 juta)

10. Rusia: 164.821 tes (total tes 24 juta)

Disorot WHO

Sebagai perbandingan, tingkat pengujian di Indonesia saat ini hanya mencapai 4.189 per satu juta penduduk dengan total 1,1 juta tes.

Rendahnya pengujian itu pun sempat mendapat sorotan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam sebuah laporan berkala yang diterbitkan pada 8 Juli 2020.

WHO menyebut kapasitas tes di Indonesia secara nasional saat ini baru berada pada 0,4 : 1.000 populasi per satu minggu.

Padahal standar minimal yang diterapkan WHO adalah 1:1.000 populasi per satu minggu. Di tingkat daerah, hanya DKI Jakarta yang memenuhi standar minimal itu.

Untuk mengejar standar minimal itu, Presiden Joko Widodo telah meminta untuk meningkatkan kapasitas tes menjadi 30.000 tes per hari.

"Kita harapkan nantinya target sesuai yang saya sampaikan bisa tercapai, 30.000 (spesimen per hari)," kata Jokowi, Senin (13/7/2020).

Sejauh ini, rata-rata jumlah spesimen yang dites per hari baru berada pada angka 20.000.

Selain rendahnya jumlah tes, WHO juga menyoroti lamanya pengujian yang bisa mencapai lebih dari satu minggu.

Padahal, standar lama tes yang ditetapkan WHO adalah 24-48 jam.

(*)

1.235 WNI Terjangkit Covid-19 di Luar Negeri, Malaysia 168 Kasus, Singapura 57 Infeksi

Menang Pemilu di Singapura Berikut Kabinet Baru Lee Hsien Loong, Sebut Suksesi Tergantung Situasi

Berprofesi Konsultan Politik, Pria Singapura Akui Menjadi Mata-mata China di Amerika Serikat

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Singapura Kembangkan Metode Uji Covid-19, Hasil Tes Keluar 36 Menit".

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved