SIDANG PUTRA SIREGAR
Putra Siregar Berstatus Tahanan Kota, Tak Bisa Pulang ke Batam Selama Sidang Handphone Ilegal
Pemilik PS Store, Putra Siregar berstatus tahanan kota sehingga tidak bisa pulang ke Batam.
Editor: Agus Tri Harsanto
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Pemilik PS Store, Putra Siregar berstatus tahanan kota sehingga tidak bisa pulang ke Batam.
Selama berstatus terdakwa perkara handphone ilegal, Putra Siregar dilarang meninggalkan wilayah Jakarta Timur.
Pengacara Putra Siregar, Rizki Rizgantara memastikan status tahanan kota yang ditetapkan Pengadilan artinya meliputi Jakarta Timur, bukan Provinsi DKI.
"Tahanan kota, kota Jakarta Timur," kata Rizki di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (10/8/2020).
Status tahanan kota yang ditetapkan Pengadilan ini sama dengan ketetapan Kejaksaan Negeri Jakarta Timur saat pelimpahan tahap dua.
Sebelum berkas perkara Putra dinyatakan lengkap atau P21, penyidik Bea dan Cukai DKI Jakarta menetapkan Putra tak ditahan.
"Seminggu dua kali (wajib lapor), hari Selasa dan Kamis. Di Bea dan Cukai tidak dilakukan penahanan, tapi di tingkat Kejaksaan dipandang perlu dilakukan penahanan kota," ujarnya.
• Sidang Putra Siregar, 3 Tahun BC Belum Bisa Tangkap Jimmy, Penyuplai Handphone Ilegal
Namun saat disinggung kehadiran Putra dalam podcast YouTube Deddy Corbuzier apakah masih berada di wilayah Jakarta Timur atau bukan.
Rizki tak menjawab gamblang apakah podcast diambil di wilayah Jakarta Timur, dia hanya menyebut video direkam di wilayah DKI Jakarta.
"Status tahanan kota memang melekat, tapi segala aktivitas dari klien ada wajib lapor. Jadi jika ada kebutuhan juga beliau selalu izin dulu. Cuman kan kami pikir (podcasts Deddy Corbuzier) masih di wilayah hukum Jakarta," tuturnya.
Menurut Rizky kliennya harus menjalani empat hingga lima kali persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur hingga akhirnya divonis.
Isi Dakwaan
'Raja handphone Batam' Putra Siregar menjalani sidang perdana perkara ponsel ilegal di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (10/8/2020).
Putra Siregar didakwa melanggar kepabeanan terkait aktivitasnya menyimpan dan menjual handphone ilegal.
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tersebut dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (10/8/2020).
Putra Siregar didakwa melanggar Pasal 103 huruf D UU Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan.
“Terdakwa menimbun, menyimpan, memiliki, membeli, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang impor yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana,” jelas isi dakwaan atas nama Jaksa Penuntut Umum, Elly Supaini.
Dalam dakwaan, dijelaskan bahwa penyelidikan yang dilakukan pihak Bea Cukai dimulai pada 2017.
Kala itu, Putra Siregar baru merintis usaha berdagang handphone dan membuka toko di kawasan Condet, Jakarta Timur.
Putra Siregar mendapat handphone yang dibelinya di Batam dan seseorang bernama Jimmy.
“Menjual beberapa jenis handphone yang berasal dari pembelian oleh terdakwa di Batam dan juga pembelian berasal dari Jimmy (DPO),” kata jaksa.
Pada bulan April, handphone tersebut dikirimkan ke toko milik Putra Siregar di Condet untuk segera dijual ke masyarakat.
Pihak Bea Cukai kemudian mendapatkan informasi dari masyarakat adanya dugaan penimbunan dan penjualan barang ilegal yang digerakan oleh Putra Siregar.
Pada Jumat (10/12/2017), dua orang anggota Bea dan Cukai mendatangi toko Putra Siregar guna menindaklanjuti informasi tersebut.
“Setelah memperkenalkan diri dengan menunjukan identitas sebagai pegawai Bea dan Cukai Kanwil Jakarta melakukan pemeriksaan terhadap handphone yang berada di toko tersebut dengan cara melakukan pengecekan secara acak terhadap Nomor IMEI handphone yang ada di toko tersebut dengan mempergunakan website http://kemenperin.go.id/imei,” kata jaksa.
Setalah dilakukan pengecekan, ternyata IMEI handphone yang dijual Putra Siregar tidak terdaftar dalam database Kementerian Perindustrian.
Atas temuan itu, pihak Bea Cukai melakukan penyitaan terhadap 150 unit handphone yang ada di dalam toko.
Tim juga menyita sejumlah unit handphone milik Putra Siregar di dua cabang toko lainya di Jalan Raya Sawangan Depok dan Jalan KH Hasyim Azhari, Cipondoh, Tanggerang Selatan.
Total 190 handphone ilegal disita.
Pihak Bea Cukai kemudian mengkalkulasikan kerugian negara akibat pajak yang tidak dibayarkan.
Dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp 15.041.668 dan Pajak Penghasilan (PPH) senilai Rp. 11.281.251, maka total pajak yang tidak diterima negara sebesar Rp.26.332.919.
Tidak Ajukan Eksepsi
Tim kuasa hukum Putra Siregar tak mengajukan eksepsi (pembelaan) terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.
Meski membenarkan kliennya didakwa menimbun hingga menjual handphone ilegal yang diatur pasal 103 huruf d UU No 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan.
Mereka memilih agenda sidang kedua nantinya dilanjutkan dengan mendengar keterangan saksi yang dihadirkan JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Timur.
"Kami tidak mengajukan eksepsi," kata satu kuasa hukum Putra Siregar menjawab pertanyaan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (10/8/2020).
Tak diketahui pasti alasan tim kuasa hukum yang sudah mendampingi Putra sebelum jadi tersangka tak mengajukan eksepsi.
Satu kuasa hukum Putra, Rizki Rizgantara hanya mengatakan kliennya tak bakal mangkir dari proses hukum tindak kepabeanan yang menjerat.
Sementara menanggapi dakwaan JPU yang dibuat berdasar penyidikan Kanwil Bea dan Cukai DKI Jakarta saat menetapkan Putra jadi tersangka.
Menurutnya saat penyelidik Kanwil Bea dan Cukai DKI melakukan pemeriksaan dagangan Putra di tiga PS Store lalu mengamankan 190 handphone ilegal.
Kliennya tak mengetahui bahwa handphone yang dibeli dari seseorang bernama Jimmy tersebut merupakan barang ilegal.
"Karena ketidaktahuan klien kami, dia hanya menjalankan aktivitasnya saja waktu itu, beli barang lalu dijual. Tanpa tahu ada aturan yang mengikat ada unsur kepabeanan yang harus dilakukan. Karena barang tersebut diperoleh dari Jimmy yang hingga kini masih DPO," ujar Rizki.
Bila mengacu dakwaan JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang dibacakan Elly Supaini, Putra membeli handphone dari Jimmy sejak bulan April 2017.
Sampai akhirnya pada 10/11/2017 dua penyelidik Kanwil Bea dan Cukai DKI Jakarta melakukan pemeriksaan terhadap handphone dagangan Putra.
Rizki menyebut kliennya pun sudah menyerahkan uang melebihi nominal kerugian negara bila memang kliennya terbukti bersalah.
"Perlu dicatat ketidaktahuan klien kami yang menyebabkan ilegal, karena orang yang jual bernama Jimmy itu yang belum menyelesaikan kepabeanannya. Sehingga negara tidak menerima pajak dengan total 26 juta. Nah yang belum menyelesaikan itu Si Jimmy yang DPO," tuturnya.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Berstatus Tahanan Kota, Putra Siregar Dilarang Keluar Jakarta Timur