Jurang Resesi Menganga Periode Ini, Setelah 2 Dekade Ekonomi Indonesia Terancam seperti Krismon 1998
Ekonomi Indonesia mengalami kontraksi pertamanya setelah lebih dari dua dekade terakhir. Kondisi sekarang memungkinkan ancaman resesi yang menganga
Cakupan luas dari dampak pandemi juga tidak terduga, dengan bisnis yang menunda investasi dan rumah tangga yang membatasi pengeluaran.
Ekspor juga terpukul oleh permintaan global dan harga komoditas yang lebih rendah.
Saham Indonesia merespons negatif data yang dirilis hari Rabu, dengan indeks saham acuan tergelincir hampir 0,3 persen.
Pemerintah telah berupaya untuk menangkal dampak pandemi dengan stimulus fiskal yang sejauh ini mencapai sekitar Rp 712 triliun.
Namun, para ahli menyarankan PDB kemungkinan akan berkontraksi lagi pada kuartal ketiga, meskipun pada tingkat yang lebih lambat, menempatkan ekonomi secara resmi dalam resesi.
Anwita Basu dari Fitch Solutions, dalam komentarnya kepada Australian Financial Review, memperkirakan kontraksi akan mencapai 4,5 persen.

Di tengah peringatan bahwa pemulihan Indonesia bisa jadi yang paling lambat di Asia Tenggara, kementerian keuangan memproyeksikan ekonomi bisa menyusut 0,4 persen untuk setahun penuh.
Bank Dunia telah memperkirakan hasil yang jauh lebih buruk: output dapat menyusut sebanyak 3,5 persen pada tahun 2020, akibat yang menghancurkan bagi perekonomian yang sedang berkembang.
Pemerintah bulan ini meluncurkan skema monetisasi hutang Rp 594 triliun.
Bank Indonesia, bank sentral negara, berjanji untuk membeli obligasi pemerintah senilai Rp 415 triliun sambil melepaskan pembayaran bunga.
Bank telah memangkas suku bunga utamanya empat kali tahun ini dengan total 100 basis poin, dalam upaya drastis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Terlepas dari langkah-langkah ini, para ekonom mendesak pemerintah Jokowi untuk lebih meningkatkan pengeluaran negara untuk mencegah resesi.
"Kinerja ekonomi akan sangat bergantung pada apakah pemerintah dapat mempercepat pengeluaran untuk mendongkrak pertumbuhan," Ekonom Bank Central Asia David Sumual mengatakan kepada Jakarta Post, Rabu pekan lalu.
Pada awal Juni, pihak berwenang mulai melonggarkan PSBB dan memaksa pekerja untuk kembali ke pekerjaan mereka, dengan harapan dapat menghidupkan kembali produksi.
Namun, upaya itu malah memperburuk penyebaran virus, yang sekarang ada di 34 provinsi.