Menlu AS Semprot Rusia, Peringatkan Tak Sewa Pembunuh Bayaran Habisi Pasukan Amerika Serikat
Rusia dilaporkan mendorong gerilyawan yang berafiliasi dengan Taliban membunuh tentara AS dan sekutunya di Afghanistan.
Editor: Azmi S
TRIBUNBATAM.id, WASHINGTON - Empat sumber Amerika Serikat (AS) dan pemerintah Eropa yang akrab dengan pelaporan intelijen, mengatakan beberapa pekan terakhir AS memperoleh laporan baru yang mendukung tuduhan negatif ke Rusia.
Melansir Reuters, Rusia dilaporkan mendorong gerilyawan yang berafiliasi dengan Taliban membunuh tentara AS dan sekutunya di Afghanistan.
Sebagai imbalannya Rusia menawarkan hadiah berupa uang.
Sumber-sumber yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan informasi terbaru menyebabkan para pakar pemerintah AS langsung mengajukan pertanyaan kepada Badan Keamanan Nasional terkait dugaan tersebut.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan dirinya telah memberi peringatan kepada Rusia agar tidak menawarkan hadiah uang kepada pembunuh bayaran untuk membunuh pasukan Amerika dan koalisinya di Afghanistan.
Melansir New York Times, pernyataan Pompeo dalam sebuah wawancara pada hari Rabu muncul ketika muncul informasi baru tentang satu aspek bukti, melibatkan nomor paspor Rusia, yang mengarah pada analisis CIA untuk menghubungkan operasi penawaran hadiah uang dengan Unit elit 29155 dari badan intelijen militer Rusia, yang dikenal sebagai GRU.
Pompeo mengungkapkan bahwa Pentagon juga telah memperingatkan para pemimpin militer Rusia tentang dugaan pemberian hadiah ini.
Pompeo sendiri telah menyampaikan peringatannya secara langsung kepada menteri luar negeri Rusia, Sergey V. Lavrov.
"Jika Rusia menawarkan uang untuk membunuh warga Amerika atau, dalam hal ini, orang Barat lainnya juga, akan ada harga yang sangat mahal yang harus dibayar.
Itulah yang saya peringatkan kepada Menteri Luar Negeri Lavrov," kata Pompeo kepada Radio Free Europe dan Radio Liberty selama perjalanan ke Republik Ceko, menurut transkrip Departemen Luar Negeri AS seperti yang dilansir New York Times.
"Saya tahu militer kami juga telah berbicara dengan para pemimpin senior mereka.
Kami tidak akan mengabaikannya.
Kami tidak akan mentolerir itu."
Sebaliknya, Trump mengatakan pada akhir bulan lalu bahwa dia tidak mengungkit dugaan operasi ini ketika dia berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir V. Putin.