Kiai NU Ini Wafat, 1 Jam 30 Menit, Usai Menuntun Syahdat Sakratul Maut kepada Istri Kedua
Jenazah Pak Kiai ditutup dengan batik merah marun dan Alquran di bagian dada. Sedangkan janazah istrinya dibungkus dengan batuk motif cokelat.

Sedangkan dari mendiang istri terakhirnya, Pak Kiai tak dikaruniai anak.
“Pak Kiai menikah enam tahun lalu, agar ada teman ngobrol, teman ngaji, bangunkan sahur,” kata Jaelani, yang juga Kabag Tata Usaha Kantor Kemenag Bantaeng.
Almarhum menjabat Ketua Pengurus Cabang (PC) Nahdlatul Ulama (NU) Bantaeng periode 1995-2005.
Almarhum adalah guru madrasah dengan jabatan terakhir Kepala Kantor Departemen Agama (Kakandepag) Bantaeng tahun 1989 sampai tahun 2000.
Kiai Haji Idrus Makkawaru dilahirkan di Bantaeng, 8 Juli 1944, atau setahun sebelum Kemerdekaan RI.
Pak Kiai menamatkan sekolah Guru Agama di PGA Makassar tahun 1951.
Lalu meraih gelar sarjana muda tahun 1956 dan strata satu tujuh tahun kemudian di IAIN Alauddin Makassar.
Pak Kiai merintis karier sebagai guru agama di madrasah Bantaeng tahun 1961.
Tahun 1980 hingga 1989 diamanatkan sebagai Kasubag TU Kandepag Bantaeng.
Saat itu, Pak Kia masih aktif mengajar di madrasah, berdakwah di pelosok Bantaeng, Bulukumba, dan Jeneponto.
Tahun 1989 hingga 2000, Pak Kiai juga menjabat Kakandepag Bantaeng.
Almarhum meninggalkan lima anak, Dr H Achamd Mujahid MAg, putra kedua Dr Achmad Musyahid MAg, dosen di Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
Putri ketiga Pak Kiai adalah Muwahidah Idri SAg, Nurabidah Idrus Mpd, dan si bungsu Akhmad Mujaddin Idrus S.Si.
Semua anak almarhum adalah alumnus pesantren di Sulsel.