China Mulai Melunak, Ajak 10 Diplomat ASEAN Bahas Aksi Amerika di Laut China Selatan
Meski sempat unjuk gigi kekuatan, China mulai khawatir konflik di Laut China Selatan semakin meruncing.
Selama lebih dari dua dekade, China dan negara-negara anggota Asean telah membahas potensi kode etik untuk mengelola sengketa teritorial mereka di jalur perairan strategis.
Diperkirakan perdagangan pelayaran internasional senilai US$ 3,4 triliun melewati kawasan itu setiap tahun.
Klaim China atas hampir semua Laut China Selatan diperebutkan oleh Brunei, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Taiwan.
China dan ASEAN menetapkan Deklarasi yang tidak mengikat tentang Perilaku Para Pihak di Laut China Selatan (DOC) pada tahun 2002, tetapi tidak secara resmi diadopsi hingga 2011.
Mereka memulai negosiasi untuk kode etik yang seharusnya mengikat pada tahun 2013, dan pada tahun 2018 mencapai kesepakatan tentang "Teks Negosiasi Draf Tunggal" yang akan digunakan sebagai dasar untuk negosiasi jika terjadi sengketa.
Selama KTT ASEAN-China pada November 2019, Perdana Menteri China Li Keqiang mengumumkan bahwa pembacaan pertama telah selesai dan Beijing mengusulkan batas waktu tiga tahun untuk menyelesaikan kode tersebut pada tahun 2021.
Tetapi tidak banyak kemajuan yang dicapai sejak itu, dan negosiasi semakin berlarut-larut karena pandemi virus corona.
Sebelum wabah, ASEAN dan China telah menjadwalkan serangkaian pertemuan untuk negosiasi, pertama di Brunei pada bulan Februari, diikuti oleh negara lain di Filipina pada Mei, Indonesia pada Agustus, dan China pada Oktober.
Dalam pertemuan pada hari Kamis dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi di Hainan, Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan bahwa China siap untuk bekerja dengan negara-negara Asean untuk memastikan kesimpulan awal dari kode etik.
Panas dengan Filipina
Konflik di Laut China Selatan memang masih panas. Terbaru, Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana menyebut, sembilan garis putus-putus China yang digunakan untuk mengklaim sebagian besar Laut China Selatan adalah palsu.
Seperti dikutip Channel News Asia, Lorenzana menuduh China secara ilegal menduduki wilayah maritim Filipina.
Pernyataan itu pada Minggu malam (23/8) itu muncul di tengah perselisihan baru antara Manila dan Beijing atas wilayah Scarborough, yang telah lama menjadi titik api antara kedua negara.
Kementerian Luar Negeri Filipina pada pekan lalu mengajukan protes diplomatik atas apa yang dikatakannya sebagai "penyitaan ilegal" oleh penjaga pantai China atas peralatan memancing di dekat Beting.
China merebut Scarborough dari Filipina pada tahun 2012 menyusul ketegangan yang menegangkan.