TRIBUN WIKI
Bermula dari Kisah Cinta Bertepuk Sebelah Tangan, Inilah Asal Usul Kue Batang Buruk Khas Kepri
Kue batang buruk memiliki filosofi “Biar pecah dimulut jangan pecah di tangan" yang menggambarkan bagaimana seorang bangsawan mempunyai etika makan.

Editor: Widi Wahyuning Tyas
TRIBUNBATAM.id, KEPRI - Ada banyak ragam kuliner khas yang bisa dicicipi bila berkunjung ke Provinsi Kepulauan Riau.
Dikelilingi laut dengan hasil yang melimpah, Kepri selalu identik dengan makanan atau seafood.
Faktanya, provinsi yang terbentuk tahun 2002 ini punya segudang kuliner khas lain yang tak kalah lezat dari seafood.
Misalnya saja aneka makanan ringan yang gurih dan cocok disantap saat bersantai.
Salah satu jenis makanan ringan khas Kepri adalah kue batang buruk.
Kue ini merupakan hidangan kue kering yang umumnya selalu disajikan saat Hari Raya Idul Fitri.
Selain itu, kue batang buruk juga sering dihidangkan untuk menyambut tamu maupun dijadikan oleh-oleh untuk dibawa pulang.
Kue yang terbuat dari tepung ini memiliki ukuran yang relatif kecil, yakni sekitar 3-4 cm saja.
Umumnya, kue batang buruk banyak ditemukan di wilayah Bintan dan Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.
Sejarah
Melansir dari situs resmi Kemdikbud, nama kue batang buruk bermula dari kisah cinta Wan Sinari, putri sulung Baginda Raja Tua yang memerintah di Kerajaan Bintan sekitar 450 tahun silam.
Sang putri memendam cinta kepada seorang pemuda tampan yang pemberani bernama Raja Andak.
Ia bergelar Panglima Muda Bintan.
Namun, cintanya bertepuk sebelah tangan.