BATAM TERKINI
Berkubah Kelenteng, Ini Sosok Pengusaha Inisiator Masjid Cheng Ho di Pesisir Batam-Singapura
Masjid Muhammad Cheng Ho dan berlokasi di Kampung Tanjung Buntung, Kelurahan Bengkong Laut, Kecamatan Bengkong, Batam
Kawasan ini dirintis Hartono dari pengusaha dump truck di periode akhir 1980-an.
Situs BCA Prioritas, tahun lalu, menulis lengkap profil sang penggagas Masjid Muhammad Cheng Ho.
Sebuah situs berita lokal Batam, "10 ribu lebih tiap bulannya turis yang masuk di sini.
Dari China dan Singapura mendominasi," kata Abi, akhir Desember 2019 lalu.
Selama hampir 6 bulan, di masa pandemi corona, kawasan ini sepi melompong.
Golden Travel, salah satu anak usaha Hartono di kawasan Ruko Bengkong, sudan tujuh bulan kehilangan pelanggan.
Abi merintis usahanya di Batam dengan menjadi penjaja sayur keliling bermotor di Batam.
Malam harinya, selepas berjualan sayur, Hartono menggunakan sepeda motornya untuk mengojek.
Pelangganya adalah karyawan PT di daerah Batu Ampar, Lubuk Baja dan Nagoya.
Dari pekerjaannya itu Abi mengaku sering mengantongi uang sebanyak 20 dolar Singapura.
Kerja keras yang dilakoni Abi ini pun membuahkan hasil.
Dari kerja keras tersebut Abi mampu membuka toko kecil untuk menjual bahan-bahan kebutuhan pokok seperti beras, gula, telur dan lain sebagainya di Bengkong.
Abi lalu memulai bisnis lainnya tahun 1971.
Abi mencoba peruntungannya di bisnis dump truk.
Ia membeli dump truk bekas dari Singapura, yang digunakan mengangkut tanah timbunan.
Bermodalkan 10 dump truk, Abi ingin menangkap peluang bisnis karena Batam sedang gencar membangun infrastruktur.
Dari bisnis tersebut, Abi banyak mendapatkan keuntungan.
Namun, Abi memilih menyerahkan bisnis dump truk kepada sang adik.
Abi memilih mencoba peruntungan baru.
Ia berniat memasuki bisnis restoran.
Untung Karena Krisis
Abi sangat jeli menangkap peluang.
Saat otorita mulai diterapkan di Batam, Abi melihat banyak orang Singapura ke Batam.
Namun, wisatawan asal Batam ini kesulitan mencari rumah makan yang bisa menampung ratusan orang.
"Hanya ada warung makan Padang, itu pun kapasitasnya kecil.
Padahal wisawatan Singapura ini kalau datang dengan jumlah yang cukup besar," katanya di situs BCA.
Restoran seafood pertama Abi pun berkapasitas 300 kursi.
Sayangnya, karena kesulitan mendapatkan bahan baku ikan segar, Abi memilih melego usaha kulinernya.
Minimnya pasokan ikan, membuat Abi memilih berbisnis keramba ikan.
Ia pergi pagi dan pulang jam 12 malam.
"Setelah keramba siap, yakni sekitar dua tahun, saya kembali membuka restoran dengan nama Golden Prawn 555 & 933 Restaurant.
Bahan baku ikannya saya ambil dari keramba.
Saya mengekspor sisa ikan dari keramba yang tidak digunakan," papar Abi.
Kini di bawah restoran itu, dia memilihara aneka ikan laut dan ikan air tawar.
Abi mengaku mendapatkan berkah melimpah saat krisis moneter melanda tahun 1998.
Maklum saja, pasokan seafood Abi, baik ikan maupun kepiting bertambah banyak.
Oleh karena itu, ia banyak menjual ikan dan kepiting hasil budidayanya ke luar negeri.
Nilai tukar rupiah yang saat itu menyentuh level Rp 16.000 per dollar Amerika Serikat (AS) dari sekitar Rp 2.000-Rp 3.000 per dollar AS, menjadi berkah buatnya.
Keuntungan Abi tumbuh berpuluh-puluh kali lipat.
Untuk menopang bisnis restoran, Abi mulai merambah bisnis travel.
Hal ini dilakukan agar wisatawan bisa diarahkan untuk makan di restorannya.
Untuk itu, Abi mencari mitra yang paham menjalankan bisnis travel.
Bermodal dua mobil ia mulai menjalani usaha travel dengan nama Nusa Jaya Indofast Tour & Travel.
Bisnis travel ini pun terus berkembang pesat.
Kini, Abi telah memiliki ratusan lebih bus travel.
Ia pun merintis Golden View Hotel di tahun 2006-2007.
Saat ini, Abi mengaku telah memiliki dua hotel dengan kamar masing-masing sebanyak 215 dan 124 kamar.
Di akhir dekade 2000-an saat usianya memasuki kepala tujuh, suami dari Hariah ini mulai menyerahkan bisnis ini kepada tiga anaknya.
Kini sang anak, David Gunawan, perlahan mulai menjalankan operasional bisnis.
.
.
.
(tribunbatam.id)
