TRIBUN WIKI
Mengenal Bentuk dan Gejala Depresi, Apa Bahayanya bila Tak Ditangani?
Depresi menyebabkan perasaan sedih atau kehilangan minat pada aktivitas yang pernah dinikmati.
Editor: Widi Wahyuning Tyas
TRIBUNBATAM.id - Kita mungkin sering mendengar tentang depresi .
Beragam masalah yang tak kunjung diselesaikan berpotensi membuat seseorang mengalami stres dan jika tak ditangani bisa berujung depresi.
Namun, sebetulnya pada kondisi seperti apa seseorang bisa disebut depresi?
Baca juga: Depresi Kehilangan Pekerjaan Akibat Covid-19, Pria Ini Nekat Gantung Diri
Apa itu depresi?

Depresi atau gangguan depresi mayor adalah penyakit yang memengaruhi perasaan, cara berpikir, dan cara bertindak dari seseorang secara negatif.
Depresi menyebabkan perasaan sedih atau kehilangan minat pada aktivitas yang pernah dinikmati.
Kondisi ini dapat menyebabkan berbagai masalah emosional dan fisik serta dapat menurunkan kemampuan seseorang untuk beraktivitas dengan baik ketika di kantor maupun di rumah.
Diperkirakan depresi terjadi pada satu dari 15 orang dewasa (6,7%).
Selain itu, satu dari enam orang (16,6%) akan mengalami depresi pada suatu saat dalam hidup mereka.
Depresi dapat menyerang kapan saja, tetapi rata-rata, pertama kali muncul pada akhir remaja hingga pertengahan 20-an.
Wanita cenderung lebih sering mengalami depresi daripada pria.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sepertiga wanita akan mengalami saat-saat depresi besar dalam hidup mereka.
Baca juga: Sering Dituduh Suaminya Berselingkuh, Wanita Ini Depresi dan Bakar Mukanya Sampai Hancur
Bentuk Depresi
1. Gangguan depresi persisten (juga disebut dysthymia) adalah depresi yang berlangsung selama setidaknya dua tahun.
Seseorang yang didiagnosis mengalami gangguan depresi persisten mungkin memiliki saat-saat depresi berat bersamaan dengan periode gejala yang kurang parah, tetapi gejalanya harus berlangsung selama dua tahun untuk dianggap sebagai gangguan depresi persisten.
2. Depresi pascapersalinan jauh lebih serius daripada "baby blues" (gejala depresi dan kecemasan yang relatif ringan yang biasanya hilang dalam dua minggu setelah melahirkan) yang dialami banyak wanita setelah melahirkan.
Wanita dengan depresi pascapersalinan mengalami depresi berat selama kehamilan atau setelah melahirkan (depresi pascapersalinan).
Perasaan sedih, cemas, dan kelelahan yang menyertai depresi pascamelahirkan mungkin menyulitkan para ibu baru untuk menyelesaikan kegiatan sehari-hari untuk diri mereka sendiri dan untuk bayi mereka.
3. Depresi psikotik terjadi ketika seseorang mengalami depresi berat plus beberapa bentuk psikosis, seperti memiliki keyakinan palsu yang keliru (delusi) atau mendengar serta melihat hal-hal tidak didengar atau dilihat oleh orang lain.
Gejala psikotik biasanya memiliki tema depresi, seperti delusi rasa bersalah, kemiskinan, atau penyakit.
4. Gangguan afektif musiman ditandai dengan timbulnya depresi selama bulan-bulan di musim dingin, ketika sinar matahari kurang.
Depresi ini umumnya meningkat selama musim semi dan musim panas.
Depresi musim dingin, biasanya disertai dengan penarikan sosial, peningkatan tidur, dan penambahan berat badan, diperkirakan kembali setiap tahun dalam gangguan afektif musiman.
5. Gangguan bipolar meski berbeda berbeda dari depresi, tetapi bipolar dikategorikan sebagai depresi karena seseorang dengan gangguan bipolar akan mengalami suasana hati yang buruk.
Hal tersebut menyebabkan bipolar memenuhi kriteria sebagai depresi berat (disebut “depresi bipolar”).
Contoh tipe lain dari gangguan depresi yang baru ditambahkan ke klasifikasi diagnostik DSM-5 termasuk gangguan disregulasi suasana hati yang mengganggu (didiagnosis pada anak-anak dan remaja) dan gangguan premenstrual dysphoric (PMDD).
Baca juga: Kejadian Traumatik bisa Sebabkan Gangguan Bipolar, Apa Saja Gejalanya?
Gejala Depresi
Gejala harus bertahan setidaknya dua minggu untuk diagnosis depresi.
Gejala depresi dapat bervariasi dari ringan hingga berat, seperti:
- Merasa sedih yang berlarut-larut
- Kehilangan minat atau kesenangan dalam aktivitas yang pernah dinikmati
- Perubahan nafsu makan yang menyebabkan penurunan berat badan atau kenaikan yang tidak terkait dengan diet
- Kesulitan tidur atau bahkan terlalu sering tidur
- Sering merasa lelah
- Meningkatkan aktivitas fisik tanpa tujuan (misalnya, meremas-remas tangan atau mondar-mandir) atau memperlambat gerakan dan ucapan (tindakan yang bisa diamati oleh orang lain)
- Merasa tidak berharga atau bersalah
- Kesulitan berpikir, berkonsentrasi atau membuat keputusan
- Berpikir tentang kematian atau bunuh diri
Baca juga: Mengenal Depresi Postpartum yang Rentan Dialami Pasca Melahirkan, Apa Penyebab dan Gejalanya?
Penyebab Depresi
Depresi bisa diakibatkan oleh berbagai alasan, seperti peristiwa kehidupan yang mengecewakan atau dirasa penuh tekanan.
Penelitian juga menunjukkan bahwa seiring bertambahnya usia, seseorang akan lebih rentan mengalami depresi.
Beberapa pemicu depresi antara lain:
- Peristiwa yang traumatis
- Kepribadian
- Latar belakang keluarga
- Melahirkan
- Kesepian
- Alkohol dan narkoba
Baca juga: Jarang Disadari, Berikut Tanda-tanda Depresi pada Kebiasaan Sehari-hari, Termasuk Banyak Tidur
Perawatan Depresi
Apabila seseorang merasa dirinya tengah mengalami depresi, maka dianjurkan untuk segera menemui psikiater.
Nantinya, psikiater akan melakukan beberapa metode untuk membantu pasien yang mengalami depresi, yaitu:
- Memberikan obat antidepresan
- Melakukan psikoterapi
- Terapi Elektrokonvulsif (ECT), merupakan perwatan yang sering dilakukan kepada pasien depresi berat atau bahkan pasien gangguan bipolar.
- Terapi ECT melibatkan stimulasi listrik singkat pada otak ketika pasien berada di bawah pengaruh anestesi.
Seorang pasien depresi biasanya menerima terapi ECT dua hingga tiga kali seminggu untuk total enam hingga 12 perawatan.
Baca juga: Gejala Depresi yang Harus Diwaspadai, Bisa Hilang Selera Makan Hingga Sakit
ECT telah digunakan sejak tahun 1940-an, dan penelitian bertahun-tahun telah menghasilkan perbaikan besar.
Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul 'Depresi'.