Mantan TKI Hidup Memprihatinkan Dalam Kebun Sawit, Pempers Anaknya Sampai Berulat

Sebuah keluarga di Desa Balansiku, Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, ditemukan hidup memprihatinkan di tengah kebun sawit.

Editor: Eko Setiawan
(Kompas.com/Ahmad Dzulviqor)
Kunjungan DPPAPPKB dan Psikolog serta petugas puskesmas didampingi Bhabinkamtibmas ke rumah keluarga eks TKI Malaysia di Balansiku Sebatik (Faridah) 

Namun menurut informasi, Rosnaeni merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

"Dari hasil obrolan psikolog, ibunya anak-anak ini istri ketujuh, kita juga belum tahu apakah Herman ini maniak atau bagaimana. Info yang kita dapat ini perkawinannya yang ketujuh, istrinya mengaku sering kena pukul, bisa jadi itu salah satu sebab dia depresi," tuturnya.

Cobaan lain juga dialami Rosnaeni, yakni ketika anak ketiganya meninggal dunia dalam usia belum genap setahun.

Riwayat medisnya juga menunjukkan pernah mengalami kondisi darah putih naik saat melahirkan.

"Jadi kalau darah putih naik ke kepala saat perempuan melahirkan itu bisa mengakibatkan buta atau meninggal dunia, kemungkinan itu juga masih kami dalami," lanjut dia.

Penanganan terkendala Covid-19

Sejak 2019, petugas sebenarnya sudah mulai melakukan penanganan kepada keluarga itu, namun terhenti karena pandemi Covid-19.

Kini petugas mulai mengembalikan kepercayaan diri Rosnaeni dan meyakinkan bahwa dirinya dibutuhkan oleh anak-anaknya.

Selain itu, sikap Herman juga menjadi kendala petugas menyembuhkan depresi istrinya.

Awalnya, Herman setuju tentang penyembuhan istrinya. Tetapi saat Rosnaeni mulai dipotong rambut gimbalnya dan dibersihkan, Herman tiba-tiba menolak.

"Dia diam saja saat ditanya, dia ambruk, badannya dibuatnya kaku. Saat diangkat petugas pun dia bikin badannya tegang supaya susah diangkat. Akhirnya kita batalkan karena untuk membawa Rosnaeni butuh persetujuan suami. Kita takutnya nanti suaminya berbuat yang aneh-aneh atau bunuh diri," sebutnya. 

Dibuatkan KTP, anaknya disekolahkan

Pemerintah desa setempat juga telah berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk pembuatan kartu identitas.

Bahkan kini banyak lembaga sosial yang turut membantu keluarga tersebut.

Sementara dua anak mereka, R dan S mulai dititipkan ke Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Ruhama untuk bersekolah.

Ternyata mereka betah dan tidak mau pulang.

"Untuk dua anak lainnya masih harus sama ibunya, rencananya akan kami bina dan konseling di RPTC. Makanya, kita lagi usaha merayu suaminya agar menyetujui pengobatan istrinya, sampai sekarang kami masih kesulitan," kata Faridah.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Nunukan, Ahmad Zulfiqor | Editor: Khairina)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved