ANAMBAS TERKINI
Musim Utara di Anambas Ancam Periuk Nasi Nelayan Tradisional, 'Ikan Banyak, Angin Tak Tahan'
Musim dimana angin & gelombang laut yang tak lagi bersahabat, biasa dialami nelayan tradisional Anambas antara Desember hingga Maret setiap tahunnya.
ANAMBAS, TRIBUNBATAM.id - Musim utara di Anambas ancam 'periuk nasi' nelayan tradisional.
Musim dimana angin dan gelombang laut yang tidak lagi bersahabat itu, biasa dialami nelayan tradisional antara Desember hingga Maret setiap tahunnya.
Dilematis pilihannya memang. Satu sisi, mereka harus mempertahankan dapur mereka tetap berasap.
Sisi lain, nyawa mereka jadi taruhannya. Beberapa nelayan tradisional di Anambas, tidak jarang ada yang nekat pergi melaut, meski cuaca tidak kondusif.
Mereka tergiur dengan hasil laut seperti ikan Tenggiri dan ikan Tongkol atau yang biasa disebut masyarakat setempat dengan ikan 'Simbok'.
Dua ikan ini, diketahui memiliki nilai ekonomis yang terbilang tinggi saat waktu-waktu tertentu.
"Kalau bulan kayak gini memang seperti itu, setiap musim itu beda-beda ikannya. Kalau utara kayak gini biasanya ikan tenggiri.
Ikan tongkol banyak, cuma angin nya ini yang tak tahan. Kalau melaut kan besar ombaknya, memang ikan tu makan umpan cuma kita lihat-lihat kondisi juga," ucap seorang nelayan Anambas, Helifiadi kepada TribunBatam.id, Jumat (4/12/2020).

Berbanding terbalik dengan keadaan pandemi Covid-19 yang saat ini tengah dirasakan oleh masyarakat.
Bagi Helifiadi tida ada pengaruh pandemi Covid-19 dengan ia melaut.
Hanya saja pengaruh terbesarnya ada pada pembeli.
Menurunnya daya beli masyarakat akan hasil tangkapan ikan, menurutnya berasal dari rumah makan yang tidak buka, setelah adanya edaran dari Pemkab Anambas dengan tujuan untuk meminimalisir penyebaran Covid-19.
Sedangkan untuk harga ikan masih stabil meski ditengah pandemi Covid-19. Tidak ada kenaikan harga sama sekali.
Seperti ikan tongkol saja, Helifiadi biasanya menjual ke toke ikan per ekor dengan harga yang cukup murah.
"Pembeli kan biasanya kalau beli ikan tongkol ada yang 3 ekor 20 ribu, kami jual ke tauke ikan bisa lebih murah lagi. Karena mereka membeli jumlah banyak," tuturnya.
Baca juga: Musim Utara, Pemkab Anambas Jamin Ketersediaan Stok Bahan Pokok, Aman Sampai Akhir Tahun
Baca juga: Musim Utara, Anggota Polsek Batuaji Batam Datangi Warga Pulau Temoyong, Ingatkan Hal Ini

Dalam seminggu saja setelah melaut, Helifiadi bisa meraup pendapatan Rp 2 juta.
Tidak banyak biaya yang dikeluarkan bagi Helifiadi dalam menangkap ikan. Hanya membutuhkan kapal kayu (Pompong), umpan ikan yakni cumi mainan, dan persediaan makanan selama di laut.
Gelombang tinggi dan angin kencang sudah jadi makan sehari-hari para nelayan Kepulauan Anambas pada akhir tahun dan menjelang awal tahun.
Untuk melaut perlu sekali dilihat keadaan cuaca. Bahkan nelayan ada yang tidak melaut bila sudah memasuki musim utara.
Puncaknya musim utara itu berada di awal bulan Januari saat pergantian bulan dipastikan angin dan gelombang kencang.
"Rata-rata musim utara itu empat bulan, kalau sudah melewati musim utara ikan dilaut jarang mau makan umpan," ujar pria 40 tahun ini.
Saat musim utara para nelayan yang melaut sering mengalami mati mesin.
"Kalau musim barat dan selatan itu anginnya kaget-kagetan, kalau musim utara tidak dia terus aja anginnya cuma ombaknya memang besar tapi anginnya kurang.
Sedangkan angin selatan besar ombak, yang sering kapal tenggelam itu kan pas angin selatan," tutur Helifiadi.
Saat awal tahun di bulan Januari itu keadaan gelombang sudah tinggi, kebanyakan nelayan memilih untuk tidak melaut.
"Sudah pertukaran bulan itu udah mulai kencang, dan kami di rumah aja biasanya," ucap Helifiadi.
Jiwa pelaut yang dimiliki Helifiadi (40) sudah ada sejak 30 tahun silam. Helifiadi dan beberapa nelayan lainnya pernah melaut sampai ke Sumatra.(TribunBatam.id/Rahma Tika)
Baca juga berita Tribun Batam lainnya di Google